Mewaspadai Lintah Darat di Jagat Virtual

Marjono
Bukan arsitek bahasa, tidak pemuja kata, bergumul dalam kerumunan aksara
Konten dari Pengguna
7 Agustus 2020 11:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Fintech. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Di tengah gempuran pandemi covid-19 dan revolusi industri 4.0, masyarakat harus siap, tak terkecuali UMKM dan pelaku ekonomi kerakyatan. Teknologi virtual, semua serba otomatisasi dan on line, sehingga membutuhkan penguasaan terhadap teknologi. Pada era ini banyak muncul bidang pekerjaan baru, tapi tak sedikit juga job-job yang harus tersingkir. Siapa yang tidak siap akan semakin tertinggal.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, sudah saatnya UMKM harus menjadi netpreneur, yaitu entrepreneur dengan kompetensi digital. Maka meningkatkan digital literacy kepada para pelaku usaha dan UMKM untuk memaksimalkan kompetensi dan peluang bisnisnya menjadi sangat penting. Era digital ini memungkinkan para pelaku usaha mempromosikan produk dan memperluas akses pasar melalui jaringan internet. Prospeknya sangat bagus. Sekarang ini, semua serba online. Jual beli barang dan jasa seperti mobil, baju, handphone, makanan, serba on line. Bahkan pesan taksi dan ojek pun bisa dilakukan via on line.
Selain lebih praktis, cara seperti ini juga lebih hemat dan cepat. Pelaku usaha bisa membuat blog atau website sederhana untuk mempromosikan produknya. Atau tinggal difoto lalu di-upload lewat youtube, instagram, facebook, atau media sosial lainnya. Dengan demikian, jangkauan pasar semakin luas, dan secara bertahap dapat tumbuh menjadi industri dalam skala yang lebih besar sehingga menjadi salah satu pemacu pertumbuhan ekonomi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam hal permodalan, sekarang ada fasilitas Financial Teknologi (Fintek), yaitu suatu industri ekonomi yang terdiri dari perusahaan yang menggunakan teknologi untuk membuat jasa keuangan agar lebih efisien. Apalagi di era serba digital ini, peluang fintek terbuka lebar, termasuk untuk membuat UMKM yang unbankable menjadi terakses layanan perbankan. Pada ujungnya, fintek ini bisa membuat kapasitas usaha mengalami peningkatan.
Gelontoran dana bansos, BLT covid-19, dana PKH, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dana desa, Batuan keuangan BUMDes, nampaknya belum mampu menahan laju animo masyarakat untuk tidak berhubungan dengan jasa permodalan atau keuangan berbasis internet, yakni finansial teknologi (Fintek). Padahal kucuran dana-dana tersebut salah satunya untuk menjadi barrier fintek ilegal.
Hingga saat ini, jumlah perusahaan fintech yang terdaftar dan berizin mencapai 164 buah. Dari total perusahaan tersebut, sebanyak dua puluh lima di antaranya telah mendapatkan izin. Sementara itu, ada dua puluh perusahaan fintech baru yang terdaftar (modalrakyat.id, 13/2/2020). Cnnbindonesia (16/3/2020) melansir, meski sudah banyak yang ditutup, fintech ilegal masih tetap bermunculan. Terbaru, Satgas Waspada Investasi (SWI) kembali menutup 388 entitas fintech P2P lending tak terdaftar di OJK.
ADVERTISEMENT
Langkah yang telah ditempuh SWI, yakni mengumumkan kepada masyarakat, mengajukan blokir website dan aplikasi secara rutin kepada Kementerian terkait. Kemudian juga, juga memutus akses keuangan dari fintek ilegal, di antaranya dengan menolak rekening mereka yang tanpa rekomendasi OJK dan meminta BI melarang fintech payment system yang memfasilitasi mereka dan menyampaikan laporan ke APH serta peningkatan peran Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk penanganan fintek ilegal (Detik, 21/2/2019).
SWI juga sangat mendorong proses hukum kepada para pelaku fintech ilegal yang melakukan penagihan tidak beretika berupa teror, intimidasi, atau tindakan tidak menyenangkan lainnya. SWI pun meminta masyarakat agar melaporkan entitas tersebut ke kepolisian apabila menemukan adanya unsur pidana.Upaya lainnya, yakni dengan tindakan preventif yaitu melaksanakan edukasi menggunakan media luar ruang digital, media sosial, serta sosialisasi bekerja sama dengan pemda, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia, Google Indonesia, dan Bareskrim Polri. SWI juga mengimbau masyarakat agar sebelum melakukan pinjaman memahami beberapa hal. Di antaranya, meminjam kepada fintech yang terdaftar di OJK serta meminjam sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
ADVERTISEMENT
Untuk meminimalisir masyarakat tidak terjerembab dalam gali lubang tutup lubang rentenir virtual, masyarakat perlu cermat dan kritis dengan segera beralih ke lembaga keuangan/permodalan resmi, seperti perbankan, fintek legal.
Miskin Literasi
Guna memberi pemahaman komprehensif bagi masyarakat, maka lembaga pemantau korupsi dan perlindungan konsumen harus lebih banyak turun gunung dan pemerintah harus menertibkan fintek liar dengan sangsi tegas, dll. Konsep fintek yang mengadaptasi perkembangan teknologi yang dipadukan dengan bidang finansial diharapkan bisa menghadirkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis, aman serta modern. Ada banyak hal yang bisa dikategorikan ke dalam bidang fintek, di antaranya adalah proses pembayaran, transfer, jual beli saham, proses peminjaman uang secara peer to peer dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
Katadata.co.id (12/3/2020) merilis, nilai akumulasi penyaluran pinjaman dari fintech lending di Indonesia mencapai Rp 88,4 triliun sepanjang Januari 2020, atau meningkat hampir 240% secara tahunan. DKI Jakarta dan Jawa Barat menjadi provinsi dengan penyaluran terbesar, yakni Rp 27,1 triliun dan Rp 24 triliun. Penyaluran pinjaman dalam jumlah besar juga terjadi di Jawa Timur (Rp 9,6 triliun), Banten (Rp 8,2 triliun), dan Jawa Tengah (Rp 5,8 triliun). Kemudian, penyaluran dengan kisaran Rp 1 triliun ada di Sumatera Utara, Bali, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan DI Yogyakarta. (Baca: Fintech P2P Lending dan Pembayaran Tumbuh Paling Pesat) Adapun, sebanyak 139 perusahaan fintech lending terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan 25 perusahaan memiliki izin dari lembaga tersebut.
ADVERTISEMENT
Melemahnya perekonomian masyarakat akibat pandemi covid-19 ini, mereka mengincar masyarakat yang saat ini kesulitan ekonomi dan membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif. Padahal pinjaman fintech ilegal ini sangat merugikan masyarakat karena mengenakan bunga yang tinggi, jangka waktu pinjaman pendek dan mereka selalu meminta untuk mengakses semua data kontak di handphone. Ini sangat berbahaya, karena data ini bisa disebarkan dan digunakan untuk mengintimidasi saat penagihan.
Selain terdesak atau kepepet, pada umumnya nasabah fintek ilegal ini adalah miskinnya literasi keuangan, kemudian masyarakat kita gelorakan sesuatu yang resmi atau sudah berizin operasional, karena juga ada jaminan keuangan dari pemerintah. Tak kalah penting, yakni mengedukasi masyarakat tidak menjadi pemuja berhala baru yang bernama harta kekayaaan. Uang atau harta memang segalanya, tapi ia bukan segala-galanya.
ADVERTISEMENT
Jika masyarakat tetap saja meminjam dana ke fintek bodong ini sama halnya masyarakat merawat para pengijon, tengkulak, rentenir 4.0 yang kelak disebut lintah darat di jagat virtual.