Negasi Virus Predator

Marjono
Bukan arsitek bahasa, tidak pemuja kata, bergumul dalam kerumunan aksara
Konten dari Pengguna
23 Desember 2021 13:26 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi predator seksual. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi predator seksual. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Di Indonesia belakangan ini, kasus-kasus kekerasan seksual memang merebak di berbagai daerah. Tindak kejahatan luar biasa itu cenderung makin merisaukan.
ADVERTISEMENT
Februari 2021 di Lampung anak perempuan berinisial NV (13 tahun) diperkosa oleh Dian Ansori mantan petugas Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lampung Timur. September 2021 di Palembang, 3 mahasiswi menjadi korban pelecehan seksual dosen Universitas Sriwijaya.
November 2021 di Pekanbaru Riau, seorang mahasiswi menjadi korban pelecehan seksual oleh dosen sekaligus dekan FISIP Universitas Riau saat bimbingan skripsi. Desember 2021 di Mojokerto, Jawa Timur, NWR (23 tahun) menjadi korban kekerasan eksploitasi seksual dan pemaksaan aborsi dari Bripda Bagus Randy anggota Polres Pasuruan, hingga bunuh diri.
Desember 2021 di Kota Bandung Jawa Barat, 21 santri diperkosa oleh Herry Wirawan guru dan pemimpin pondok pesantren Madani Boarding School, sedangkan di Kabupaten Cilacap 15 siswi menjadi korban pencabulan guru agama MAYH (Kompas, 11/12). Data Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menunjukkan, pada periode 2015-2020 terdapat 11.975 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan (Kompas 9/12).
ADVERTISEMENT
Jika menilik dari jumlah pada Januari-Oktober 2021, terdapat 4.500 kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2020.
Maka kemudian, di sini perlu melibatkan kaum laki-laki dalam partisipasi kesetaraan dan keadilan gender (KKG), yang keberhasilannya tidak hanya di tangan perempuan, melainkan terkait pula kesadaran dari kaum laki-laki. Untuk mewujudkannya bisa dimulai dari keluarga yang hakikatnya merupakan elemen mendasar dalam masyarakat.
Maka di sinilah pembagian tugas anggota keluarga, antara suami, istri, dan anak perlu dilakukan secara proporsional, serasi dan seimbang. Dengan demikian bisa saling mengisi dan melengkapi. Contoh, pengasuhan anak dan mengurus rumah tangga yang saat ini relatif dibebankan pada wanita (istri), hendaknya juga dibagi bersama laki-laki (suami).
ADVERTISEMENT
Selain untuk keadilan, hal tersebut sejatinya juga menunjukkan tanggung jawab dan kebersamaan, sehingga suka dan duka tidak hanya menjadi beban salah satu anggota keluarga saja.
UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional-PROPENAS 2000-2004. Hal tersebut dipertegas dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangun-an nasional, dan Permendagri 67 tahun 2011 ten-tang Pedoman PUG di Daerah.
Bahkan Gubernur Jawa Tengah pada tahun 2017 juga telah ditunjuk oleh Presiden RI Ir. H. Joko Widodo sebagai Duta He For She, yang kemudian diturunkan dalam program dan kebijakan untuk mendukung Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan di Jawa Tengah.
He For She adalah gerakan yang dicetuskan oleh United Nations (UN) Women sejak September 2014. Indonesia merupakan salah satu duta kampanye Global He For She yang bertujuan untuk meningkatkan peran laki-laki dalam kesetaraan gender dan mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT
Hal ini kemudian disambut oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI sebagai gerakan yang menunjukkan komitmen pemerintah yang memposisikan pria agar lebih peduli terhadap kesetaraan gender, sehingga di tahun 2020 planet 50:50 dapat terwujud.
Yang memprihatinkan, gerakan ini belum begitu masif di masyarakat. Edukasi untuk kesetaraan gender dan mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak lebih banyak dilakukan untuk perempuan, sedangkan partisipasi laki-laki dalam perlindungan perempuan dan anak serta mendukung kesetaraan gender juga masih sangat lemah.
Kontrol Medsos
Salah satu bukti tampak pada masih tingginya kasus kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki termasuk oleh pejabat publik. Oleh karenanya, penting bagi kita bergerak lebih cepat atau berlari untuk mendorong KKG. Perda PUG diharapkan bisa mengakomodir dan mendorong partisipasi laki-laki dalam kesetaraan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak, sehingga KKG bisa segera terwujud.
ADVERTISEMENT
Tak kurang Presiden Jokowi sendiri memberikan perhatian khusus kepada upaya penanganan tindak kekerasan seksual terhadap anak-anak yang belakangan ini cenderung meningkat.
Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja memutuskan untuk memperluas subjek pengaduan kekerasan seksual kepada anak. Pasal 293 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur prosedur pelaporan kasus pencabulan anak dianggap inkonstitusional.
Tindak kekerasan seksual terhadap anak-anak kini tidak lagi menjadi delik aduan khusus, tetapi telah diubah menjadi delik aduan relatif.
Dengan keputusan baru MK itu, kini pengaduan tidak hanya dapat dilakukan korban, tetapi dapat pula dilakukan orang tua, wali, atau kuasa mereka. Kedua, berkaitan dengan kadar hukuman atau sanksi yang layak diberikan kepada para pelaku tindak kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
Keputusan pemerintah, yang memungkinkan para predator seksual ditambahi dengan sanksi berupa hukuman kebiri, diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku.
Dengan mengancamkan dan melaksanakan tambahan hukuman kebiri, diharapkan, para predator seksual akan berpikir ulang sebelum mereka melakukan aksi jahat mereka memperdaya anak-anak sebagai korban.
Di luar penerapan sanksi hukum yang tegas dan konsisten, untuk memperkuat dan membangun efek jera di kalangan para predator seksual, satu hal yang perlu dipikirkan ialah bagaimana membangun sanksi sosial yang kuat dari masyarakat.
Pelaku harus diproses hukum dan diberikan sanksi yang tegas. Jika perlu terapkan hukuman maksimal sebagaimana dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2014 sebagaimana diperbaharui dengan UU No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang di dalamnya mengatur mengenai pidana terhadap pelaku kejahatan seksual, agar memberikan efek jera kepada pelaku.
ADVERTISEMENT
Di tengah darurat kekerasan seksual ini juga dirasa perlu membangun sistem perlindungan anak yang dapat diimplementasikan sampai ke tingkat terendah struktur pemerintahan, yakni RT/RW.
Sistem ini dibangun untuk memastikan bahwa perempuan dan anak benar-benar terlindungi. Saatnya negara harus hadir mengayomi mereka yang terus-menerus menjadi korban.
Institusi terkait mesti ekstra kerja keras, seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Dinas Pendidikan, dll, sehingga tak boleh ada lagi peristiwa pelecehan dan perundungan.
Kasus di atas cenderung menjadi fenomena gunung es di mana yang muncul ke permukaan lebih sedikit dibandingkan dengan yang dilaporkan. Kekerasan seksual mempunyai dampak yang serius bagi korban baik fisik dan psikologis.
Pemerintah telah menegaskan sikap mereka untuk menghukum pelaku kekerasan seksual seberat-beratnya. Tindak kejahatan kekerasan seksual, yang banyak menimpa anak-anak menjadi fokus perhatian pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kita ingin, agar di setiap ruang publik atau yang sulit dijangkau agar dipasang CCTV. Dan, mulai hari kita harapkan betul pada siapa pun untuk selalu punya budaya baru, yakni berani bilang tidak dan berani melapor kala terjadi kekerasan atau pelecehan seksual, baik anak perempuan maupun laki-laki menjadi cara lain mencegah perundungan seksual.
Karena kekerasan atau pelecehan seksual korbannya tak hanya perempuan, tapi laki-laki pun acap mengalami perundungan serupa. Kampanye dan kontrol di medsos pun masih relevan dilakukan untuk mencegah lalu lintas komunikasi dan konten yang menjerumuskan anak kita, remaja kita ke lembah kekerasan/pelecehan seksual. Mari bergerak Bersama, menolak dan melawan sexual harassment.