news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Situng KPU dan Robot Ikhlas (Bagian 2)

Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo IPU
Peraih Doktor Ilmu Komputer Curtin University Australia, Guru Besar Ilmu Komputer.
Konten dari Pengguna
20 Mei 2019 8:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo IPU tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sistem informasi penghitungan suara (SITUNG) Pemilu 2019. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sistem informasi penghitungan suara (SITUNG) Pemilu 2019. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Posting-an saya sebelumnya, tentang Situng KPU dan Robot Ikhlas, menghasilkan banyak pujian setinggi langit, cacian serendah kerak bumi, dan berbagai bully-an yang penuh penghinaan. Tapi enggak apa-apa kok, saya terima semua itu dengan senang dan ikhlas.
ADVERTISEMENT
Kata orang bijak kan hidup ini akan indah kalau ada manis, pahit, asin, pedas, dan berjuta rasanya seperti kata Eyang Titik Puspa kalau lagi jatuh cinta. Saya mengucapkan terima kasih kepada yang telah memuji, mencaci, mem-bully (apa merundung ya bahasa Indonesianya). Di bulan Ramadan ini saya mendoakan kepada semua, semoga Allah memberikan pahala sesuai dengan amalannya.
Tapi yang menarik adalah di antara pujian, cacian, dan rundungan tersebut, ada beberapa sahabat yang sangat peduli masa depan bangsa agar ke depan bangsa kita menjadi bangsa besar. Mereka mengajak berdiskusi secara akademik bagaimana solusi terhadap urusan Situng ini.
Saya mengumpamakan bahwa Situng ini ibarat bayi sudah terlanjur lahir, namum kurang sempurna karena ada beberapa cacat. Apakah bayi ini mau kita bunuh saja, atau kita coba menyempurnakannya. Ibarat pepatah “nasi sudah menjadi bubur”, tidak usah kita sesali. Tambahkan suiran ayam, irisan daun bawang, bawang goreng, potongan telor rebus, plus kaldu ayam, hmm... nikmat ya membayangkannya, apalagi lagi puasa begini.
ADVERTISEMENT
Nah dari diskusi inilah maka saya membuat artikel ini. Dan biar seperti bacaan karya penulis masa kecil saya, Kho Ping Ho, dikasih judul jilid atau bagian II ya, yang isinya apa yang dapat dilakukan KPU untuk membuat nasi yang jadi bubur ini jadi bubur ayam.
Disclaimer: Jangan ada yang nanya mengapa tidak langsung disampaikan ke KPU ya, karena saya tidak punya kontak dan tidak terlibat dalam implementasi sistem-sistem Pemilu dari 2004 sampai sekarang. Hanya dengan sekitar sepuluh pakar ikut merancang arsitekturnya yang dikenal sebagai Grand Design Sistem Informasi (GDSI) KPU. Sila yang tertarik masih ada dan masih bisa diunduh kok. Di Google saja nanti ketemu kok.
Seperti kita ketahui bersama bahwa Situng menampilkan beberapa data yang salah. Ada yang bilang puluhan ribu, tapi saya menemukan hanya orde ribuan saja. Kesalahan itu bervariasi, yaitu:
ADVERTISEMENT
(Disclaimer: Saya tidak mau berdebat angkanya berapa ribu atau berapa puluh ribu karena angkanya dinamis dan berubah setiap saat, dan tergantung kepada mazhab mana yang diikuti.)
Nah, sebetulnya KPU di situs Situng sudah membuat disclaimer yang sila dibaca sendiri ya, sehingga semestinya adanya kesalahan-kesalahan tersebut tidak usah diributkan. Namun, kita harus maklum, sebagian bangsa kita ini tidak paham apa itu “disclaimer“. Jangankan disclaimer, wong kalau ada promosi marka “syarat dan ketentuan berlaku” saja tidak pernah dibaca.
ADVERTISEMENT
Dengan dasar-dasar tersebut di atas, maka saya mengusulkan sebuah solusi agar bubur kita jadi bubur ayam. Solusi ini mungkin sangat sederhana, dan memang dibuat sederhana mengingat waktu yang tersedia tinggal beberapa hari saja, dan dengan asumsi bahwa arsitektur Situng masih sama dengan yang dirancang di Grand Design dulu. Artinya bahwa Situng yang kita lihat adalah virtualisasi (versi web) dari Situng yang sesungguhnya di backoffice-nya KPU. Kita mulai dari diagram dulu ya.
Situng
Suasana uji coba penghitungan suara menggunakan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) di KPU. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
Pertama dilakukan penambahan sebuah field biner Verified?” yang isinya bisa 'Ya/Tidak', 'Sudah/Belum', 'Kosong/Flag', atau apapun terserah, sebagai penanda apakah data TPS tersebut sudah terverifikasi atau belum. Untuk data yang sudah masuk, cara verifikasinya bisa dengan manual oleh petugas, atau membandingkan dengan temuan-temuan masing-masing tim pasangan calon, atau dari komunitas IT yang ada beberapa telah ikut melakukan verifikasi, termasuk robot-robot ikhlas maupun tidak ikhlas sebagai masukan yang tentu saja harus diperiksa validitasnya.
ADVERTISEMENT
Sulit atau tidak? Yang verifikasi manual mungkin perlu orang, tapi verifikasi yang non-manual mudah dilakukan dengan program kecil asal masing-masing pemilik data “kesalahan” tersebut mau berbagi dengan KPU. Tapi saya yakin kok, niat baik ini pasti didukung semua pihak. Sedangkan untuk data baru, semua field ini diisi 'Tidak', atau 'Belum', atau apapun sebagai nilai default, yang kemudian bisa diubah ketika sudah dilakukan verifikasi.
Nah, data dari database Situng ini yang secara periodik diunggah ke database web Situng untuk ditampilkan oleh program penampil. Untuk data yang sudah terverifikasi, ditampilkan pada laman web yang terverifikasi, dan yang belum ditampilkan ke laman web belum terverifikasi. Opsional, boleh juga dibuat laman satu lagi, atau bisa pakai laman yang ada sekarang, untuk total yang sudah terverifikasi dan belum terverifikasi yang penting ditampilkan juga keterangan untuk masing-masing.
ADVERTISEMENT
Solusi ini memang sederhana, dan saya siap untuk di-bully, "Masak profesor solusinya hanya seperti itu". Tapi sekali lagi solusi ini dibuat karena untuk mengubah bubur jadi bubur ayam sumber dayanya, terutama waktu, hanya tinggal sedikit.
Berapa lama perlu waktu untuk mengerjakan ini? Kalau hanya data Pilpres saya yakin adik-adik lulusan ITB yang sekarang jadi kontraktornya Situng bisa mengerjakan dalam waktu setengah, maksimum satu, hari. Tapi kalau mau semua, termasuk Pileg, akan makan waktu lebih lama. Untuk itu karena sumber kehebohan adalah Pilpres ada baiknya fokus di Situng-nya Pilpres.
Semoga solusi ini memadai untuk meredakan kehebohan Situng dan semoga menjadi bahan untuk Situng 2024. Kalau sistem Pemilu masih sama dan arsitektur sistem IT-nya juga masih sama, yaitu Situng tidak digunakan sebagai alat penghitungan suara yang sah, tetapi hanya menjadi sarana transparansi dan kontrol masyarakat terhadap penghitungan suara manual berjenjang.
ADVERTISEMENT
Kalau masih sama, maka di Situng 2024 sebaiknya diberikan API (Application Programming Interface) untuk memudahkan tim-tim sukses dan masyarakat yang tertarik untuk dapat mengunduh dan membuat salinan dari database yang ada di web Situng.