Kata Mereka: Berdesakan di KRL Pagi untuk Efisiensi Waktu

Konten dari Pengguna
3 November 2017 9:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Masajeng Rahmiasri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penumpang berdiri berimpitan dalam kereta tujuan Jakarta Kota pada hari Jumat, 3 November 2017 pukul 07.06 WIB)
ADVERTISEMENT
Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line tujuan Jakarta Kota pada waktu pagi hari. Saking penuhnya kereta pada waktu itu, rasanya tepat untuk menyebutnya sebagai salah satu medan perjuangan pertama yang harus tiap hari ditempuh oleh para pencari nafkah di ibu kota.
Pada hari Jumat, 3 November 2017 pukul 07.05 pagi, kumparan mencoba sendiri menumpangi kereta tujuan Jakarta Kota dari Stasiun Manggarai. Hal pertama yang kumparan cari adalah tempat untuk masuk tanpa harus berdesakan dengan para penumpang yang telah berjejalan hingga nyaris keluar pintu. Setelah berjalan hingga ke gerbong kedua dari depan, akhirnya kumparan menemukan pintu yang tepat--pintu yang bisa dimasuki untuk setidaknya menaruh badan persis di depan pintu.
Sebagai catatan, kereta tujuan Jakarta Kota memang akan baru bisa dibilang mulai kosong setelah melewati Manggarai, tepatnya pada saat para pegawai turun di stasiun terdekat dengan kantor mereka. Menimbang jam masuk kerja yang umumnya berkisar pada pukul 08.00-10.00 WIB, berdesak-desakan di Stasiun Manggarai pada sekitar pukul 07.00 WIB adalah hal yang lumrah.
ADVERTISEMENT
Setelah berhasil mendapatkan posisi, kumparan segera dapat melihat pemandangan yang merepresentasikan nama 'medan perjuangan': penumpang yang berdiri berimpitan bahu, tas-tas yang diletakkan pada rak penyimpanan dalam gerbong supaya tidak menghalangi berdirinya penumpang lain, juga wajah-wajah yang sedang sibuk dengan berbagai kegiatan.
Ada di antara mereka yang sedang ramai mengobrol dengan rekan sesama pengguna kereta, ada yang sedang terkantuk-kantuk di atas tempat duduk, ada yang berdiri dengan pandangan menerawang, tentunya ada pula yang sibuk dengan ponsel mereka.
Salah satu dari sekian banyak penumpang itu adalah Imron Amin Hamid (38 tahun), seorang pekerja swasta yang biasa naik kereta dari Stasiun Pasar Minggu hingga ke Stasiun Jayakarta. Pagi itu, ia tengah berdiri menghadap pintu sambil sibuk membaca berita dengan ponselnya. Kepada kumparan, Imron menceritakan bahwa ia memang biasa membaca berita pada saat berangkat kantor di pagi hari.
ADVERTISEMENT
"Kadang-kadang tidak terasa, sudah sampai saja," ujar pria itu. Rata-rata, Imron akan menempuh perjalanan sekitar 45 menit untuk mencapai stasiun tujuan dari stasiun keberangkatan. Baginya, hal ini adalah termasuk upayanya untuk mendapatkan ketepatan waktu mencapai tempat kerja.
"Dibandingkan kalau naik kendaraan pribadi. Selain macet di jalan, kadang-kadang terlambat sampai kantor," ujarnya. Ia juga menjelaskan bahwa perjalanan menggunakan KRL lebih sedikit memakan biaya, bila dibandingkan biaya naik kendaraan pribadi selama sebulan.
"Tidak sampai Rp 500.000," ujarnya mengira-ngira, membandingkan dengan biaya kendaraan pribadi yang ditaksirnya mencapai sekitar Rp 1 juta per bulan.
Hal serupa diungkapkan pula oleh Dewi Yuli Wulan (53 tahun), pegawai swasta yang biasa menggunakan kereta Citayam-Jakarta Kota. Dewi mengaku telah menggunakan layanan KRL sejak tahun 1999, alasannya juga dengan pertimbangan waktu. Setiap hari kerja, ia menempuh perjalanan KRL selama kurang lebih satu setengah jam. "Kalau naik (kendaraan) yang lain bisa lama, 4 jam," ujarnya dengan menyebut bus dan mobil sebagai alternatif kendaraan yang ia maksudkan.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, bukan berarti Imron maupun Dewi tidak mengalami hambatan dalam menaiki KRL. Imron, misalnya, mengatakan bahwa dibutuhkan upaya yang besar untuk masuk ke dalam kereta dari Stasiun Pasar Minggu. "Susah banget (masuknya). harus disiapkan fisik, harus penuh kesabaran."
Begitu pula dengan Dewi yang menyatakan ia harus menyiasati perjalanannya dengan berfokus mengincar kursi tertentu supaya bisa duduk dalam kereta. "Terus terang usia saya juga sudah kepala lima, nggak kuat berdiri lama," ujarnya.