Polemik Politik Bir di Jakarta

Konten dari Pengguna
8 Maret 2019 10:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mas Ton tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bir. Foto: Free-Photos via pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bir. Foto: Free-Photos via pixabay
ADVERTISEMENT
Oleh: Masz Ton
Saat kampanye Pemilihan Umum Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Wakilnya, Sandiaga Uno, berjanji akan menjual saham milik Pemprov DKI Jakarta di PT Delta Djakarta. Janji itu hingga kini belum bisa dipenuhi.
ADVERTISEMENT
Bukan karena Anies ingkar janji tak mau menjual saham pabrik bir itu. Tapi penjualan saham milik Pemprov Jakarta itu terkendala izin dari Kebon Sirih, Kantor DPRD Jakarta.
Sejak 5 Mei 2018, Anies sudah mengajukan surat ke DPRD Jakarta meminta persetujuan penjualan saham itu. Hampir setahun surat dilayangkan, namun alih-alih mendapat persetujuan, langkah Anies ini justru mendapat penentangan dari pihak-pihak yang konon katanya pembawa aspirasi rakyat.
Hanya Fraksi PKS DPRD Jakarta yang terdengar lantang mendukung aksi Gubernur Anies. Sisanya, terutama kubu yang tidak mendukung Anies-Sandi di Pilgub lalu, menentang atau belum terdengar suaranya.
Ketua DPRD Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, biasa dipanggil Pras, termasuk yang tidak setuju saham bir Pemda dijual. Alasannya, hasil penjualan sekitar 26,25 persen saham di pabrik minuman haram itu hanya akan menghasilkan Rp 1 triliun. “Uang sebesar itu tidak berarti apa-apa,” kata wakil rakyat dari PDIP ini seperti dikutip situs berita detik.com (4/3/2018).
ADVERTISEMENT
Selain itu, Pras menganggap penjualan saham bir itu menghasilkan uang riba. Dan ini katanya lebih jahat daripada orang minum bir. “Dikatakan setahun dapat Rp 50 miliar, terus mau dijual Rp 1 triliun. Kita makan riba, itu buat saya. Saya sebagai orang muslim, ya mohon maaf ya, lebih jahat riba daripada orang minum bir. Coba itu dipikirkan lagilah," kata Pras.
Anda silakan bingung dengan logika wakil rakyat ini. Entah dalil mana yang dipakai, sehingga berkesimpulan menjual saham bir menghasilkan uang riba. Menurut dia, lebih baik menikmati pembagian dividen Rp 50 miliar setahun hasil keuntungan penjualan bir, dibanding menjual sahamnya dan berhenti mengeruk hasil dari penjualan minuman haram tersebut.
ADVERTISEMENT
Logika yang aneh. Cenderung mengada-ada. Bagaimana logika teologisnya menghentikan mendapat uang dari hasil penjualan barang haram lebih jahat dibanding terus menerus menerima pemasukan dari penjualan barang tersebut.
Di mana letak ribanya, kalau menjual saham bir lantas uangnya dipakai untuk membangun Jakarta. Memperbaiki jalan-jalan rusak. Melancarkan saluran air yang macet. Juga memperbaiki fasilitas umum lainnya. Atau menurut Anies, lebih baik menjual saham untuk memberi fasilitas air bersih bagi warga Jakarta ketimbang terus menerima uang dari penjualan air (minuman) keras.
Tapi begitulah politik. Yang haram bisa dibilang halal. Yang halal bisa dibilang haram. Tergantung kebutuhan. Tergantung situasi dan kondisi. Tergantung siapa yang dihadapi.
Ketika persoalan penjualan saham bir ini ditarik ke ranah politik, maka hal yang seharusnya mudah dan merupakan proses bisnis biasa jadi pelik. Jadi panjang dan berliku prosesnya. Atas nama kepentingan politik yang mudah dibikin susah.
ADVERTISEMENT
Yang perlu diketahui, pelepasan saham bir milik Pemprov Jakarta itu bukan sekadar janji kampanye tanpa dasar. Itu adalah aspirasi warga Jakarta, khususnya umat Islam di Jakarta yang dititipkan pada para ulama dan habaib. Aspirasi itu kemudian dituangkan dalam kontrak politik dengan pasangan Anies-Sandi.
Upaya Anies untuk memenuhi kontrak politik sudah diupayakan. Namun perlawanan politik muncul dari parlemen Jakarta. Bola ada di Kebon Sirih. Jadi jika nanti warga Jakarta menagih, jangan salahkan jika alamat tagihan ditujukan ke Kebon Sirih.
Dan karena persoalan ini menyangkut hajat umat Islam, sangat boleh jadi yang ikut menagih bukan hanya umat Islam Jakarta, tapi umat dari daerah lain juga bisa ikut serta. Dan dalam situasi umat seperti sekarang bisa dibayangkan bagaimana cara mereka datang menagih nanti.
ADVERTISEMENT
Jangan salahkan umat Islam jika mereka ikut berpolitik untuk melawan politik bir di Jakarta. Umat akan menghukum dengan cara tidak memilih partai atau caleg yang mempolitisir penjualan saham minuman haram itu. Bahkan boleh jadi umat juga akan aktif mengampanyekan untuk tidak memilih para pengadang Anies dalam urusan saham bir.
@masz_ton