news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Penyebab Persengketaan Kelapa Sawit antara Indonesia dan Uni Eropa

Konten dari Pengguna
11 April 2018 15:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maulana Hadalfath tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pekerja memuat kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / MOHD RASFAN)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja memuat kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / MOHD RASFAN)
ADVERTISEMENT
Sektor pertanian memiliki pengaruh besar terhadap kualitas lingkungan Eropa. Dengan petani yang mengelola hampir setengah dari luas lahan Uni Eropa, sektor pertanian merupakan sumber utama tekanan pada lingkungan Eropa.
ADVERTISEMENT
Selama lima dekade terakhir, Kebijakan Pertanian Bersama Uni Eropa (EU-Agricultural Agricultural Policy - CAP) telah mendorong sektor ini menjadi lebih maju dan meningkatkan produksi pertanian itu sendiri.
Banyak negara seperti belanda yang unggul dalam produksi susu dan aktif mengimpor gandum dari negara-negara di Eropa lainnya. Hal inilah yang membuat persengketaan tentang kelapa sawit antara Indonesia dan Uni Eropa terjadi (European Parliament, 2017).
Parlemen Uni Eropa sebenarnya telah memilih untuk melarang penggunaan bahan bakar nabati dari minyak nabati termasuk minyak kelapa sawit. Hal ini dilakukan karena pihak parlemen Uni Eropa menduga Indonesia sering melakukan pembakaran hutan demi membuka perkebunan kelapa sawit.
Pihak Parlemen Uni Eropa menganggap bahwa cara yang dilakukan Indonesia dalam memproduksi kelapa sawit tidak benar atau tidak memenuhi standar produksi Uni Eropa (European Parliament, 2017).
ADVERTISEMENT
Di Indonesia Produk pertanian utama meliputi padi sawah, kelapa sawit, daging ayam, kelapa, dan karet, dengan ekspor utama termasuk minyak sawit, karet, kelapa sawit, kakao, dan kopi Indonesia.
Kontribusi pertanian terhadap PDB terus menurun selama 20 tahun terakhir. Pada tahun 2008, sektor pertanian menyumbang 14,4 persen dari PDB (dibandingkan dengan sekitar 22,5 persen pada tahun 1988 dan 18,1 persen pada tahun 1998). Minyak kelapa sawit merupakan produk pertanian terbesar kedua di Indonesia; Pada tahun 2010, Indonesia memproduksi lebih dari 20 juta ton minyak sawit.
Selama dekade terakhir, minyak kelapa sawit merupakan ekspor pertanian Indonesia yang paling signifikan. Pada tahun 2010, Indonesia mengekspor lebih dari $ 15,5 miliar produk terkait minyak kelapa sawit.
ADVERTISEMENT
Industri kelapa sawit Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir dengan sekitar 1,3 juta hektar kawasan baru yang didedikasikan untuk perkebunan kelapa sawit sejak tahun 2005, mencapai hampir 5 juta hektar pada tahun 2007 (mewakili 10,3 persen dari 48,1 juta ha lahan pertanian).
Ekspansi substansial ini disebabkan oleh kenaikan yang didorong oleh permintaan yang lebih kuat. Mayoritas tanaman kelapa sawit di Indonesia terletak di Sumatera, dengan 75 persen dari total luas tanaman kelapa sawit dewasa dan 80 persen dari total produksi kelapa sawit.18 Provinsi produksi utama di Indonesia meliputi Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, dan Sumatera Barat (Indonesia-Investment, 2017).
Pada awal tahun 2000-an minyak kelapa sawit banyak dikonsumsi di dunia. Karena minyak kelapa sawiit berbeda dengan minyak tumbuhan dan hewan lainnya dalam komposisi asam lemaknya (50% jenuh, 40% tidak jenuh, dan 10% tak jenuh ganda).
ADVERTISEMENT
Di mana minyak kelapa memiliki sekitar 90% MCFA (lemak yang mudah terbakar tubuh Anda untuk energi) minyak kelapa sawit hanya mengandung sekitar 50% MCFA. Tapi selain MCFA, minyak sawit juga mengandung fitonutrien berikut ini: Karotenoid (alfa, beta-, dan gamma-karoten), Sterol (sitosterol, stigmasterol dan campesterol), Vitamin E (tocopherols dan tocotrienols), dan juga Antioksidan kuat yang larut dalam air, asam fenolik, dan flavonoid.
Beberapa fitonutrien ini dapat menjaga kesehatan bila dijadikan produk bahan pokok makanan seperti minyak goreng karena minyak goreng yang saat ini beredar di pasaran merupakan jenis minyak goreng yang berasal dari hasil olahan kelapa sawit.
Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang paling banyak digunakan oleh berbagai kalangan, baik itu kalangan rumah tangga, restoran, berbagai industri makanan seperti pembuatan keripik, dan juga aman bagi lingkungan bila dijadikan sebagai biodiesel di mana diesel merupakan salah satu jenis mesin yang memiliki keunggulan, terutama untuk kendaraan niaga dan pertambangan, yang membutuhkan tenaga dalam jumlah torsi yang besar untuk mengangkut hasil kebun, tambang dan juga pendistribusian komoditas antardaerah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, diesel juga sering dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Bahan bakar utama dari diesel dapat diperoleh dengan menggunakan campuran dari minyak kelapas sawit, yang dinilai ramah lingkungan, dibandingkan bahan bakar diesel biasa. (Dr. Axe, 2012)
Topik persengketaan ini menjadi menarik dikarenakan Indonesia yang merupakan negara yang memiliki industri kelapa sawit yang maju dihentikan ekspor nya oleh pihak Uni Eropa. Negara anggota Uni Eropa belum ada yang memiliki industri kelapa sawit sebesar dan semaju Indonesia.
Banyak faktor penyebab yang menjadi alasan mengapa pihak Uni Eropa menghentikan ekspor kelapa sawit Indonesia. Hal ini mungkin terjadi karena, pihak Indonesia belum memenuhi standar produk atau standar produksi yang ditetapkan oleh Uni Eropa.
ADVERTISEMENT
Walaupun sebenarnya Alasan EU untuk menghentikan impor kelapa sawit dari Indonesia tidak masuk akal dan tidak ada pembuktian yang konkrit mengenai hal ini. Namun pemerintah Indonesia tidak terima apabila produk kelapa sawit Indonesia disebut hasil deforestasi yang berlebihan. Tengoklah, hingga saat ini, deforestasi untuk lahan kelapa sawit masih relatif lebih sedikit dibandingkan kacang kedelai, yang utamanya ditanam di negara-negara dengan empat musim.
Pekerja menumpuk kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / Adek Berry)
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menumpuk kelapa sawit (Foto: AFP PHOTO / Adek Berry)
Uni Eropa merupakan salah satu konsumen terpenting dalam industri kelapa sawit Minyak kelapa sawit. Kelapa sawit menyumbang sepertiga dari semua volume minyak nabati yang dikonsumsi pada tahun 2013.
Situasi ini telah mendorong banyak produsen kelapa eropa, asosiasi produsen barang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku, dan institusi publik untuk menyelidiki sektor industri mana yang menggunakan minyak kelapa sawit. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa sektor energi, makanan, pakan, kimia, dan deterjen merupakan konsumen utama minyak kelapa sawit di eropa. (Noveli, 2016)
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, pasar Jerman diambil sebagai proxy untuk mengidentifikasi tingkat penggunaan minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit di antara sektor yang diidentifikasi karena produknya yang terkemuka. Posisi di ekonomi Eropa. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Meo Carbon Solutions (2015), pada tahun 2013, konsumsi minyak sawit dan minyak inti sawit masing-masing adalah 1,36 juta dan 0,32 juta ton. (Noveli, 2016)
Persengketaan ini pun dimulai saat ekspektasi konsumen meningkat menjadi lebih tinggi dan perdebatan seputar tema keberlanjutan akan membuat Uni Eropa memberlakukan syarat yang ketat untuk memenuhi ekspetasi konsumen masyarakat.
Uni Eropa menjadilkannya syarat mutlak bagi setiap negara yang mengekspor ke wilayah Uni eropa. Sebagai contoh operasionalisasi seperangkat persyaratan semacam itu, kita dapat menyebutkan pengalaman positif ISCC yang diturunkan prinsipnya agar sesuai dengan produsen minyak sayur, dan yang bahkan lebih ketat daripada yang diusulkan oleh legislator Eropa. Keandalan sistem sertifikasi bukanlah persyaratan sekunder bagi konsumen akhir.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, kriteria utama produsen kelapa sawit adalah pilihan dari skema sertifikasi yang memadai. ISCC memiliki enam prinsip yaitu: tidak adanya deforetasi, pelatihan agriculture yang baik, cara kerja yang aman dan tidak berbahaya, kondisi social, berdasarkan hokum nasional, dan manajemen yang bagus (Noveli, 2016).
Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit karena dinilai masih menciptakan banyak masalah dari deforestasi, korupsi, pekerja anak, sampai pelanggaran HAM.
Dalam resolusi yang secara khusus menyebut Indonesia itu, menghasilkan voting 640 anggota parlemen setuju, 18 menolak dan 28 abstain. Laporan sawit bersifat non-binding ini akan diserahkan kepada Komisi dan Presiden Eropa.
Parlemen Uni Eropa dalam mengatasi dampak produksi minyak sawit, seperti penggundulan hutan, degradasi habitat, terutama di Asia Tenggara, Uni Eropa, katanya, harus memperkenalkan skema sertifikasi tunggal untuk sawit memasuki pasar Uni Eropa juga menghentikan bertahap penggunaan minyak nabati yang mendorong deforestasi sampai 2020 (Oakford, 2014).
ADVERTISEMENT
Tidak hanya tentang deforestasi ataupun hal lainnya, Pemerintah Indonesia mensinyalir resolusi Uni Eropa yang bertajuk Report on Palm Oil and Deforestation on Rainforests murni karena persaingan dagang. Buktinya, kebijakan tersebut bersifat diskriminatif, serta tidak berdasar pada kenyataaan yang ada.
Pemerintah tidak terima apabila produk kelapa sawit Indonesia disebut hasil deforestasi yang berlebihan. Tengoklah, hingga saat ini, deforestasi untuk lahan kelapa sawit masih relatif lebih sedikit dibandingkan kacang kedelai, yang utamanya ditanam di negara-negara dengan empat musim.
Dengan luas lahan kelapa sawit sebanyak 16 juta hektare (ha) di seluruh dunia, deforestasi akibat kelapa sawit hanya menyumbang delapan persen terhadap deforestasi dunia. Sementara itu, di sisi lain, deforestasi yang diakibatkan oleh kacang kedelai menyumbang 19 persen diforestasi dunia. (Gumelar, 2017)
ADVERTISEMENT
Persengketaan kelapa sawit ini pun berdampak pada ekspor yang terjadi ke negara Eropa berkurang sangat signifikan. Sedangkan dalama jangan panjangn dan menengah hal ini akan sangat merugikan dari segi defisa negara.
Tidak hanya itu, hal ini juga akan membuat citra industri kelapa sawit Indonesia di mata Internasional menjadi buruk. Terutama pada daerah Amerika dan Eropa yang selama ini sering memberikan stigma negative terhadap Industri kelapa sawit Indonesia.
Dampak buruk lainnya, tentunya bisa memperburuk posisi Indonesia dalam perundingan perdagangan bebas Indonesia dan Uni Eropa dalam CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement).
Kasus tentang inipun sama halnya dengan persengketaan daging antara Amerika dan Uni Eropa dimana Uni Eropa tidak ingin menerima impor daging dari Amerika karena daging itu disuntikan hormon. Namun, sebenarnya hormone yang disuntikan tidak mempunyai efek samping bagi kesehatan dan telah di uji. Bisa di nilai bahwa dalam persengketaan kelapa sawit pihak Uni Eropa ingin melindungi perdagngan lokal mereka agar tidak kalah dengan pasar luar. (European Parliament, 2012)
ADVERTISEMENT
Dalam tulisan ini dapat disimpulkan bahwa inti dari permasalahan ini adalah Uni Eropa melarang Indonesia untuk mengekspor kelapa sawit mereka di wilayah Uni Eropa karena pihak Uni Eropa mengetahui bahwa Indonesia dalam memproduksi minyak kelapa sawit melakukan deforestasi yang dimana tidak sesuai dengan persyaratan produksi Uni Eropa.
Akhirnya komisi Uni Eropa mengeluarkan regulasi tentang pelarangan peredaran minyak kelapa sawit dari Indonesia di seluruh wilayah Uni Eropa. Indonesia sendiri merasa bahwa kebijakan yang dikeluarkan Uni Eropa tidak adil dan memberikan kerugian yang besar pada dagang sektor agrikultur Indonesia, walaupun pada akhirnya kasus inipun belum menemui titik tengahnya hingga tahun ini.
Pada masa persengketaan ini, hubungan Indonesia dan Uni Eropa secara garis besar terlihat belum menemui titik tengah. Dalam hal ini juga terlihat bahwa hubungan interregionalisme antar regional atau wilayah tidak hanya menguntungkan tapi terdapat permasalahan.
ADVERTISEMENT
Hal ini terlihat jelas pada persengketaan ini, dimana masing-masing pihak harus sedikit melonggarkan hubungan perdagangan mereka karena terdapat permintaan berbeda-beda mengenai syarat produk yang masing-masing negara atau wilayah.
Sumber :
Dr Axe. (2012). Is Palm Oil as Good as Coconut Oil? Retrieved from Dr. Axe: https://draxe.com/benefits-of-palm-oil/
European Parliament. (2012, March 14). Win-Win Ending to the Hormone Beef Trade War. Retrieved from http://www.europarl.europa.eu/news/en/press-room/20120314IPR40752/win-win-ending-to-the-hormone-beef-trade-war
European Parliament. (2017, April 4). MEPs call for clampdown on imports of unsustainable palm oil and use in biofuel. Retrieved from European Parliament: http://www.europarl.europa.eu/news/en/press-room/20170329IPR69057/meps-call-for-clampdown-on-imports-of-unsustainable-palm-oil-and-use-in-biofuel
Gumelar, G. (2017, May 9). Resolusi Sawit Uni Eropa Disinyalir Karena Persaingan Dagang. Retrieved from CNN Indonesia: http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170509135906-92-213466/resolusi-sawit-uni-eropa-disinyalir-karena-persaingan-dagang/
Indonesia-Investment. (2017, June 26). Retrieved from Indonesia-Investment: https://www.indonesia-investments.com/business/commodities/palm-oil/item166?
ADVERTISEMENT
Noveli, E. (2016). Sustainability as a Success Factor for palm Oil Producers Supplying the European Vegetable Oil Markets. 8-17.
Oakford, S. (2014, July 4). Indonesia Is Killing the Planet for Palm Oil. Retrieved from Vice News: https://news.vice.com/article/indonesia-is-killing-the-planet-for-palm-oil
World Growth. (2011). The Economic Benefit of Palm Oil to Indonesia.