news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kisah Susiyati Membuat Gondho Arum menjadi Batik Khas Banyuwangi

24 November 2017 20:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Susiyati, pemilik griya batik Gondho Arum (Foto: Joseph Pradipta/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Susiyati, pemilik griya batik Gondho Arum (Foto: Joseph Pradipta/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tahun 2012 jadi awal Susiyati berkenalan dengan batik. Semuanya berjalan tanpa bisa ia duga. Kini, di tahun kelimanya menjalani profesi sebagai pengrajin batik, Susiyati sudah memiliki rumah produksi batik dengan ciri khasnya sendiri. Berlokasi di kediamannya di Desa Pakistaji, Babat, Banyuwangi, usaha batiknya ia beri nama Batik Gondho Arum.
ADVERTISEMENT
Kepada kumparan (kumparan.com), Susiyati bercerita tentang awal mulanya terjun ke industri batik.
"Sebelum ini (batik) saya punya usaha bordir. Lama kelamaan (bordir) kok mulai sepi, akhirnya saya mikir gimana para pelanggan tetap bisa bikin baju di sini. Kebetulan ada pelatihan membatik dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Banyuwangi. Saya ikut (pelatihan), dan ternyata itu bidang saya," ujar Susiyati di kediamannya.
Susiyati mengakui bahwa semua ia pelajari secara otodidak dengan bekal pelatihan tersebut.
"Saya desainnya otodidak saja, sambil jalan habis ikut pelatihan dipelajari, coba-coba. Alhamdulillah sekarang malah sudah ikut ngajar kalau ada pelatihan," tutur Susiyati.
Batik Banyuwangi (Foto: Joseph Pradipta/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Batik Banyuwangi (Foto: Joseph Pradipta/kumparan)
Salah satu yang menjadi ciri khas batik produksinya adalah teknik pewarnaan dan detil motifnya. Wanita berusia 48 tahun ini menyebut batik miliknya merupakan paduan motif asli Banyuwangi dengan hasil kreasinya sendiri.
ADVERTISEMENT
"Saya kombinasikan. Di Banyuwangi yang paling populer dan jadi ciri khas itu kan (motif) Gajah Oling. Nah itu saya kombinasi sama hasil desain sendiri. Motif lain juga begitu ada Kangkung Setingkes, Sekar Jagat tapi biasanya tiap desain itu Gajah Oling pasti ada karena khasnya," papar Susiyati.
Soal pewarnaan, batik produksinya juga menggunakan dua jenis pewarna yakni yang alami dan sintetis.
"Ada yang pakai pewarna alami. Itu terbuatnya dari daun-daun, ada daun manggis, alpukat juga. Itu direbus sampai jadi pewarna. Karena prosesnya yang lebih sulit dan hasil jadinya lebih bagus, batik dengan pewarna alami lebih mahal harganya," jelas Susiyati.
Sentra batik Banyuwangi Gondho Arum (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sentra batik Banyuwangi Gondho Arum (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
Harga yang ditawarkan berbeda-beda tergantung jenisnya. Termurah adalah batik cap di kisaran Rp 75 hingga Rp 100 ribu. Sementara batik tulis dijual mulai Rp 500 ribu hingga jutaan tergantung pewarnaan dan tingkat kesulitannya
ADVERTISEMENT
Kini di usianya yang ke-lima, Batik Gondho Arum sudah memiliki puluhan karyawan yang terdiri dari pembatik, bordir, pewarnaan, dan penjahitan.
Salah satu karyawan yang ikut merintis Batik Gondho Arum dari awal adalah Maslahah (45). Wanita asli Pakistaji itu sudah bekerja dengan Susiyati sejak masih memiliki usaha bordir.
"Saya ikut dari awal (Batik Gondho Arum) ada, sebelumnya tidak pernah membatik tapi Alhamdulillah setelah ikut pelatihan dari Disperindag jadi bisa," ujar Maslahah.
Saat ditemui, Maslahah masih berkutat dengan aktivitasnya membatik bersama karyawan lainnya. Sebagai karyawan paling senior, Maslahah memang dipercaya untuk membatik desain-desain yang lebih rumit.
Pengrajin batik Banyuwangi (Foto: Joseph Pradipta/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pengrajin batik Banyuwangi (Foto: Joseph Pradipta/kumparan)
Menariknya, Maslahah beserta rekan-rekannya tidak menggunakan canting biasa dan kompor melainkan canting dengan pemanas listrik.
ADVERTISEMENT
"Lebih enak daripada pakai kompor, tidak ada asapnya, lebih mudah sama ngirit malam (lilin) juga. Dulu awal-awal masih pakai canting biasa sama kompor," katanya.
Menurut Maslahah perkembangan batik Banyuwangi kian hari kian positif. Hal itu ditandai dengan banyaknya permintaan batik Banyuwangi termasuk dari luar kota sebagai oleh-oleh.
Pengrajin batik Banyuwangi (Foto: Joseph Pradipta/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pengrajin batik Banyuwangi (Foto: Joseph Pradipta/kumparan)
Senada dengan Maslaha, Suciyati mengungkapkan, tren permintaan Batik Banyuwangi terus naik terutama sejak diselenggarakannya Banyuwangi Batik Festival (BBF).
"Iya. Sejak ada BBF makin banyak yang nyari batik Banyuwangi. Permintaanya juga banyak yang mengikuti tema. Seperti tahun ini temanya kopi pecah, jadi yang banyak dicari itu (kopi pecah)," tutur Susiyati.
Tidak hanya sebagai buah tangan, batik karya Susiyati juga kerap diikutkan pameran-pameran di luar kota bahkan hingga luar pulau Jawa.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah, sudah ke mana-mana (batiknya). Kalau saya hanya ikut waktu di Surabaya dan Jakarta saja," pungkas Susiyati.