Bayang-bayang Warisan Kekuasaan di Dalam Negara Demokrasi

M Lutfillah Maulana
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum
Konten dari Pengguna
29 April 2024 9:09 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Lutfillah Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: pexels
zoom-in-whitePerbesar
Foto: pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konsep politik dinasti merujuk pada praktik kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok keluarga yang masih memiliki hubungan darah. Anggota keluarga yang berkuasa seolah "mewariskan" jabatannya kepada kerabat dekat, membangun kesan bahwa kekuasaan adalah hak eksklusif keluarga tersebut.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, politik dinasti bukanlah fenomena baru. Beberapa keluarga telah mendominasi ranah politik di tingkat lokal maupun nasional, menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Dampak Negatif Politik Dinasti
Menghalangi regenerasi kepemimpinan: Politik dinasti menghalangi potensi pemimpin baru dari luar keluarga berkuasa. Kompetensi dan pengalaman dikesampingkan demi menjaga "tradisi" kekuasaan di tangan keluarga.
Menurunnya kepercayaan publik: Praktik ini dapat menimbulkan persepsi kolusi, nepotisme, dan kurangnya akuntabilitas. Masyarakat menjadi sinis terhadap proses demokrasi yang seharusnya adil dan terbuka.
Melemahnya demokrasi: Politik dinasti dapat memperlemah prinsip demokrasi yang menegaskan kedaulatan rakyat. Rakyat seolah dipaksa menerima calon pemimpin dari keluarga tertentu, tanpa memiliki banyak pilihan.
Argumen Pendukung Politik Dinasti
ADVERTISEMENT
Warisan kepemimpinan: Para pendukung politik dinasti berargumen bahwa anak atau kerabat dekat dari pejabat yang berkuasa telah terbiasa dengan dunia politik dan memiliki jejaring yang luas. Hal ini dianggap dapat membuat mereka lebih mudah meneruskan program dan kebijakan pejabat sebelumnya.
Loyalitas dan integritas: Diyakini bahwa anggota keluarga lebih loyal dan memiliki integritas dalam menjalankan kekuasaan. Mereka didasari oleh keinginan untuk menjaga nama baik keluarga dan melanjutkan tradisi kepemimpinan.
Mencari Titik Temu: Kompetensi dan Legitimasi
Perdebatan tentang politik dinasti perlu diarahkan pada pencarian titik temu antara kebutuhan akan regenerasi kepemimpinan yang kompeten dan legitimasi politik.
Pendidikan Politik: Masyarakat perlu dibekali pendidikan politik untuk lebih kritis dalam memilih pemimpin. Bukan hanya melihat latar belakang keluarga, tetapi juga menilai kompetensi, rekam jejak, dan program kerja calon pemimpin.
ADVERTISEMENT
Demokrasi Internal Partai: Partai politik perlu menerapkan demokrasi internal yang sehat dalam proses pencalonan anggota. Calon harus melalui fit and proper test yang ketat untuk menilai kompetensi dan integritas mereka.
Dengan adanya pendidikan politik yang baik dan demokrasi internal partai yang sehat, politik dinasti dapat diminimalisir. Rakyat memiliki kekuatan untuk memilih pemimpin yang benar-benar kompeten dan berintegritas, tanpa terpaku pada nama besar keluarga.