Dampak Relaksasi Kredit Perbankan UMKM dan Kredit Lanjutan OJK

Konten dari Pengguna
1 Juli 2020 10:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maya Alifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Maya Setyanialiva
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
Pada 24 Maret 2020 lalu, Presiden RI Jokowidodo, menyampaikan pemberlakuan kebijakan kelonggaran berupa restrukurisasi kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk nilai dibawah Rp. 10 miliar, bantuan restrukturisasi tersebut berupa kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh bank atau industri keuangan non-bank kepada debitur perbankan. Kebijakan dinilai sebagai stimulus, bagi UMKM yang terdampak COVID-19 dan meringankan beban bank dari dampak kerugian yang dialami sebagai akibat dari COVID-19. Restrukurisasi kredit diatur dalam Peraturan OJK N0. 11/POJK.03/2020, dan relaksasinya sendiri dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
ADVERTISEMENT
1. Penurunan suku bunga
2. Perpanjangan jangka waktu
3. Pengurangan tunggakan pokok, dan bunga
4. Penambahan fasilitas kredit
5. Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara
Namun, banyak pro dan kontra dari berbagai pihak mengenai restrukurisasi kredit yang diterapkan ini. Seperti yang diungkapkan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara, yang menilai bahwa kebijakan tersebut belum optimal, hal ini dikarenakan minimnya sosialisasi ke dunia usaha baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau dari bank. Selain itu, kebijakan restrukurisasi yang dimiliki bank hanya dalam kondisi normal saja, dalam keadaan kahar belum ada kebijakannya, menurut Amir dalam Parlementaria. Terlebih lagi, kebijakan restrukturisasi kredit yang terkesan terburu-buru, bisa menimbulkan kerugian bagi perbankan, apabila bank tersebut mempunyai rasio kecukupan likuiditas (Liquidity Coverage Ratio) rendah.
ADVERTISEMENT
Terdapat pula pernyataan yang mendukung relaksasi kredit, seperti yang disampaikan Djoko Suyatno sebagai Ketua Umum Perhitungan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (PERBARINDO) bahwa kebijakan restrukturisasi justru memberi keuntungan bagi bank. Pernyataan ini dilihat dari segi penilaian kualitas kredit bank yang terhitung tetap lancar dan efisien, karena tidak perlu meningkatkan biaya pencadangannya. Josua Pardede juga menyatakan bahwa kesehatan ekonomi perbankan dapat dijaga, dan dapat mengimplementasikan relaksasi perbankan secara pruden.
Berbagai pernyataan dalam bentuk dukungan maupun sanggahan banyak diungkapkan para tokoh ternama sesaat setelah dikeluarkannya kebijakan tersebut, namun dilihat dari implementasinya, bahwa kebijakan restrukturisasi berupa relaksasi kredit memberikan dampak positif bagi kelangsungan UMKM, baik yang terdampak langsung maupun tidak langsung dari pandemi COVID-19 ini. UMKM menjadi faktor penyumbang terbesar dalam PDB nasional, bahkan saat terjadi pandemi seperti saat ini, UMKM ditargetkan berkontribusi sebesar 61% dari PDB nasional. UMKM menjadi pilar ketahanan ekonomi domestik, yang mampu menopang perekonomian nasional. Untuk itu intervensi pemerintah dengan memberi relaksasi kredit sangat berdampak positif dan penting untuk membantu UMKM agar terus menjaga kelangsungan dan pengembangan usahanya.
ADVERTISEMENT
Kebijakan kelonggaran berupa relaksasi kredit ini diharapkan mampu menjadi kebijakan countercyclical bagi negara. Dimana UMKM memiliki peran yang krusial, salah satunya yaitu sebagai lapangan pekerjaan dan mampu menyerap banyak tenaga kerja, sehingga tingkat pengangguran kembali berada di kondisi normal. Semakin banyak sumber daya yang terserap, maka semakin banyak juga keluarga yang memiliki tingkat kesejahteraan tinggi maupun berkecukupan. Dengan banyaknya tingkat keluarga sejahtera, pendapatan perkapita suatu daerah akan meningkat. Begitupun dengan konsumsi rumah tangga yang sejalan seiring bertambahnya pendapatan. Kondisi ini akan menstabilkan pekeronomian yang tengah lesu menghadapi COVID-19. Dengan bertambahnya pendapatan per kapita, pendapatan negara juga akan bertambah, dikarenakan pajak yang dikenakan atas penghasilan setiap warganya semakin bertambah seiring peningkatan pendapatan.
ADVERTISEMENT
Saat ini, berbagai Pemutusan Hubungan Kontrak (PHK) telah dilakukan banyak UMKM sebagai dampak dari COVID-19. Pasalnya, sektor UMKM telah memperkerjakan sebanyak 92% tenaga kerja Indonesia. Dengan adanya stimulus berupa relaksasi kredit sebesar 99% yang diberikan terutama kepada UMKM yang mempunyai nilai dibawah Rp. 10 miliar, mempunyai dampak yang signifikan bagi UMKM tersebut. Terlebih lagi kredit bank tersebut bisa dijadikan ekuitas sementara oleh seiap perusahaan, tentu hal ini akan mendorong pengusaha tersebut untuk menyelamatkan usahanya dari risiko gulung tikar. Memberi relaksasi kredit kepada UMKM secara tidak langsung telah menjaga dan menyejahterakan setiap pekerja di dalamnya.
Namun, apabila pemerintah hanya memberikan regulasi kepada UMKM saja, sektor perbankan maupun industri keuangan non-bank akan menimbulkan risiko yang baru, terutama dari segi likuiditas perbankan. Untuk itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan paket stimulus lanjutan dari restrukturisasi bank yang telah dijalankan sebelumnya. Paket stimulus lanjutan ini bertujuan untuk memberi ruang likuiditas dan permodalan pada perbankan, sehingga stabilitas sektor keuangan tetap terjaga di tengah penurunan ekonomi secara agregat sebagai dampak dari COVID-19.
ADVERTISEMENT
Paket simulus yang diberikan ditujukan kepada Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Bank Perkreditan Rakyat, serta Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Regulasi yang diatur pada Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah ada 3 hal, yaitu:
a. Pelaporan / Perlakuan / Governance atas Kredit / Pembiayaan yang Distrukturisasi sesuai dengan POJK No. 11/POJK.03/2020,
b. Penyesuaian implementasi beberapa ketentuan perbankan selama periode relaksasi, dan
c. Penundaan implementasi Basel III Reforms
Dari regulasi yang ditetapkan pemerintah OJK untuk BUK dan BUS menjadikan perlindungan bagi bank dalam memitigsai risiko likuiditas dan risiko perbankan lainnya yang kemungkinan terjadi. Tingkat kesehatan bank, mekanisme yang efektif dan efisien, serta pemenuhan rasio perbankan, seperti Capital Conservation Buffer, Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), Liquidity Coverage Ratio (LCR), Net Stable Funding Ratio (NSFR) & Penilaian Kualitas Agunan ynag Diambil Alih (AYDA) menjadi hal yang wajib dipenuhi setiap bank. Penundaan Implementasi Basel III Reforms juga diatur, hal ini sesuai dengan Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) 27 Maret 2020, dimana Implementasi Basel III Reforms (ATMR dan CVA) ditunda menjadi 1 Januari 2023, sehingga perhitungan Ketentuan Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sampai 22 Desember 2020 masih mengacu pada ketentuan ATMR saat ini.
ADVERTISEMENT
Sedangkan kebijakan stimulus lanjutan untuk Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah mencangkup :
a. Dapat membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) umum kurang dari 0,5% / tidak membentuk PPAP umum untuk aset produktif dengan kualitas lancar berupa penempatan pada bank lain dan laporan bulanan sejak April 2020.
b. Penyediaan dana dalam bentuk Penempatan Dana Antar Bank (PDAB) untuk menanggung masalah likuiditas, dikecualikan dari ketentuan BMPK / BMPD maksimal 30% dari modal, sampai 31 Maret 2021.
c. Penghitungan AYDA dihentikan sementara sampai 31 Maret 2020.
d. Dapat menyediakan dana pendidikan, pelatihan & pengembangan SDM 2020 kurang dari 5% dari realisasi biaya SDM tahun sebelumnya.
Dengan kedua regulasi baik dari sudut pandang UMKM maupun dari sudut pandang perbankan, mampu berkolaborasi dan bersinergi dalam mempertahankan dan meningkatkan perekonomian nasional.
ADVERTISEMENT