Pemilik Transportasi Online Diminta Buka Data

25 Maret 2017 10:56 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Rebutan transportasi online dan konvensional (Foto: Wira Suryantala dan Agus Bebeng/Antara)
Polemik transportasi online dan konvensional di Indonesia masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Pemerintah harus berputar otak untuk membuat regulasi yang dapat mengakomodir kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT
Pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia Harryadin Mahardika mengatakan, dalam hal ini pemerintah tak dapat serta merta disalahkan. Sebab menyusun aturan yang dapat mengakomodir perkembangan teknologi namun juga tidak merugikan transportasi konvensional yang sudah existing bukanlah hal yang mudah.
"Nah menurut saya, ini harus ketemu. Pemilik transportasi juga harus buka data. Ini langkah awal, sehingga kita tahu berapa trip satu hari," ujar Harryadin dalam diskusi Polemik Radio Sindo Trijaya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (25/3).
Pasar angkot konvensional juga harus diperhatikan. Manfaat dan kerugian harus dihitung dengan baik.
"Stakeholder-nya banyak, bukan hanya bagi konsumen, pemerintah dan pemilik, tapi juga driver. Karena kalau terlalu agresif tanpa memikirkan reveneu drivernya, ini perlu dipikirkan," terang Harryadin.
ADVERTISEMENT
Diskusi Polemik Sindo Trijaya (Foto: Nikolaus Harbowo/kumparan)
Harryadin mengakui, tantangan pemerintah untuk menyatukan kedua model trasportasi ini tidak mudah. Banyak negara lain yang juga kesulitan mengakomodir kemajuan transportasi online.
"Itu jadi tantangan yang berat, karena beberapa contoh di luar negeri, Perancis yang paling berhasil dan berkoordinasi dengan Uber," tuturnya.
Harryadin menjelaskan, keberhasilan Perancis yang perlu dicontoh adalah membuat aturan yang ketat. Di Perancis, taksi konvensional sangat dominan namun sifatnya individu, sehingga tidak banyak yang masuk korporasi.
"Kira-kira mirip dengan sektor energi. Energi terbarukan dimasukkan dalam ekosistem yang lama, fungsinya diatur oleh pemerintah," ujarnya.
Namun setiap kebijakan ada kalanya tak dapat menyenangkan semua pihak. "Nah ini perlu keikhlasan dari transportasi online. Karena kalau tidak, gejolak sosialnya bisa terjadi," tutur Harryadin.
ADVERTISEMENT