Pandemi dan “Bintang” Baru Dunia Kesehatan di Indonesia

Muhamad Maza Fajar Nugroho
Mahasiswa Departemen Sosiologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
6 Desember 2022 19:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Maza Fajar Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Unsplash
ADVERTISEMENT
Pembatasan sosial yang terjadi selama pandemi Covid-19 mengubah cara berinteraksi masyarakat, termasuk didalamnya cara masyarakat mengakses layanan kesehatan. Salah satu cara baru dalam pelayanan kesehatan yang marak di Indonesia selama pandemi adalah layanan kesehatan jarak jauh atau yang disebut telemedisin, telemedisin mencakup aplikasi mobile yang memberikan pelayanan konsultasi kesehatan kepada pengguna. Meskipun telemedicine di Indonesia masih tergolong baru, namun data menunjukkan bahwa penggunaan aplikasi telemedisin terus bertumbuh dan meningkat pesat di masa pandemi Covid-19. Salah satu platform telemedisin bahkan mencatatkan layanannya digunakan lebih dari 20 juta pengguna di Indonesia pada kuartal II tahun 2020, secara umum angka tersebut tumbuh 10 kali lipat dibandingkan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Telemedisin dan pandemi di Indonesia
Telemedisin atau layanan medis jarak jauh merupakan salah satu alternatif solusi permasalahan yang ditimbulkan oleh pandemi, telemedisin sendiri dalam penggunaannya memanfaatkan teknologi komunikasi jarak jauh seperti internet, telepon, dan jaringan komunikasi lain untuk mentransfer informasi medis (Ganiem 2021). Dengan pemanfaatan teknologi ini telemedisin dapat meningkatkan layanan kesehatan yang efisien dan efektif, sebagaimana data yang menunjukkan bahwa telemedisin telah membantu mengontrol obesitas, mengontrol minuman beralkohol, promosi kesehatan reproduksi, serta mencegah penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular, gagal jantung, dan lainnya (Sunjaya 2019).
Secara konseptual Alvandi dan Mc Gonigle membagi telemedisin menjadi empat jenis berdasarkan bagaimana pihak medis berinteraksi dengan pasien atau pengguna, pertama secara real time interactive di mana dokter dan pasien berkomunikasi secara langsung. Kedua secara store and forward, di mana informasi pasien dibagikan kepada rekan sejawat dokter atau tenaga kesehatan di tempat lain untuk dianalisis. Ketiga secara remote patient monitoring, pasien dipantau jarak jauh biasanya dilakukan pada pasien kronis seperti tekanan darah dan lainnya. Keempat by phone, komunikasi dilakukan melalui media telepon antara dokter dengan pasien (Ganiem 2021).
ADVERTISEMENT
Praktik layanan kesehatan telemedisin di Indonesia telah digunakan masyarakat melalui jaringan-jaringan komunikasi seperti internet dan telepon, kebutuhan telemedisin di Indonesia sendiri dapat dikategorikan tinggi, sebab beberapa faktor seperti persebaran tenaga kesehatan yang kurang merata, kesenjangan persebaran fasilitas kesehatan, dan kendala struktur geografis (Marpaung dan Irwansyah 2021). Dewasa ini telemedisin hadir dengan bentuk lain seperti berbasis aplikasi mobile seperti Halodoc, Alodokter, SehatQ yang bekerja sama dengan Kemenkes RI, yang mana aplikasi-aplikasi tersebut telah dinyatakan siap sebagai aplikasi telemedisin (Marpaung dan Irwansyah 2021), hal ini tentunya menjadi angin segar pelayanan kesehatan di Indonesia di mana pasien dapat berinteraksi dengan dokter secara virtual, serta sistem telemedisin ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengawasi kondisi kesehatan di daerah terpencil dan perbatasan.
ADVERTISEMENT
Telemedisin di Indonesia cenderung berkembang pesat saat pandemi Covid-19 berlangsung, hal ini berkaitan dengan penyebaran virus yang tinggi serta angka kematian yang kian bertambah. Hal ini menciptakan ketakutan dan kepanikan di masyarakat, sehingga masyarakat membatasi bertatap muka secara langsung dalam interaksinya sehari-hari termasuk di dalamnya untuk pemeriksaan kesehatannya. Rumah sakit yang dulunya menjadi rujukan masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan menjadi tempat yang dihindari masyarakat akibat tumbuhnya asumsi di masyarakat, di mana rumah sakit merupakan tempat rujukan penderita Covid-19 yang mana virus tersebut tersebar.
Kondisi pandemi mendorong masyarakat mencari alternatif lain dalam berkonsultasi terkait permasalahan kesehatannya, disini telemedisin berperan dalam menjawab permasalahan kesehatan masyarakat di masa pandemi. Aplikasi telemedisin seakan menjadi “penenang” bagi masyarakat dalam kebingungan dan kesulitan dalam mempercayai informasi mana yang benar terkait Covid-19 (Sari dan Wirman 2021), hal tersebut juga didukung oleh fitur informasi tambahan berupa saran obat maupun vitamin yang sebaiknya dikonsumsi, serta komunikasi dengan dokter untuk mendiagnosis keluhan mereka.
ADVERTISEMENT
Pilihan Individu atas Telemedisin
Berkembangnya telemedisin selama pandemi tidak terlepas dari kondisi yang penuh kecemasan dan ketakutan di masyarakat, disini masyarakat dituntut untuk memilih cara paling efektif dan efisien dalam kegiatannya sehari-hari. Tak terkecuali dalam mengakses layanan kesehatan, masyarakat dituntut untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya tanpa mengambil risiko tertular virus Covid-19. Maka sebab itu masyarakat memilih menggunakan jasa layanan telemedisin daripada harus datang ke fasilitas kesehatan yang telah distigmatisasi rentan akan penularan Covid-19. Fenomena penggunaan aplikasi telemedisin ini dapat dianalisis melalui teori tindakan sosial yang dikemukakan oleh Max Weber, teori ini berorientasi pada motif dan tujuan individu dalam melakukan tindakannya (Muhlis dan Norkholis 2016), sehingga dengan teori ini kita dapat memahami perilaku individu ataupun kelompok bahwa masing-masing memiliki tujuan dan motif yang berbeda dalam sebuah tindakan yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
Weber membagi tindakan sosial aktor menjadi empat tipe. Pertama adalah rasionalitas instrumental (instrumentally rational) yaitu tindakan yang dilakukan oleh individu berorientasi pada reaksi orang lain sesuai tujuan awal individu yang melakukan tindakan sosial tertentu atau dalam kata lain rasional instrumental merupakan tindakan yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang secara rasional diperhitungkan dan diupayakan oleh aktor. Kedua, rasionalitas yang berorientasi nilai (value rational) yaitu tindakan yang berlandaskan nilai agama atau etika yang dipegang aktor, atau dengan kata lain tindakan ini berdasarkan nilai yang dipraktikkan untuk alasan dan tujuan yang berkaitan dengan nilai yang dipercayai tanpa memperhitungkan berhasil atau tidak tindakan tersebut. Ketiga, tindakan afeksi (Affectual) yaitu tindakan sosial dilakukan berdasarkan emosi aktor yang berasal dari perasaannya. Keempat tindakan tradisional, yaitu tindakan sosial yang dibentuk sebab kebiasaan yang sudah turun temurun oleh aktor.
ADVERTISEMENT
Dengan bahasa lain kita dapat mengartikan definisi tersebut dengan bentuk yang lebih operasional sebagaimana yang diungkapkan Pip Jones dalam bentuk penjelasan lain (Mushodiq dan Imron 2020). Dalam tindakan tradisional akan memunculkan pernyataan “saya melakukan ini karena saya selalu melakukannya”, dalam tindakan afektif muncul pernyataan “apa boleh buat, saya akan melakukannya”, dalam tindakan rasionalitas nilai memunculkan pernyataan “yang saya tahu hanya melakukan cara ini”, dan dalam tindakan rasional instrumental memunculkan pernyataan “tindakan inilah yang paling efisien dalam mencapai tujuan ini dan cara inilah yang terbaik untuk melakukannya”.
Tindakan individu dalam menggunakan aplikasi telemedisin saat pandemi Covid-19 merupakan tindakan yang bersifat afektif dan rasional. Tindakan afektif didasari oleh kondisi dan orientasi emosional pelaku, disini tindakan individu tidak bisa lepas dari rasa kewaspadaan, kecemasan, bahkan ketakutan akan penularan virus Corona dari berbagai sumber. Pilihan aktor untuk melakukan konsultasi kesehatan melalui telemedisin merupakan usaha preventif dalam pencegahan penularan melalui interaksi secara langsung dengan tenaga medis, apalagi kondisi ini ditambah parah akan stigma bahwa rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang notabene merupakan tempat mereka berkonsultasi dengan tenaga kesehatan merupakan sarana penyebaran Covid-19, sehingga hal ini menunjukkan bahwa pilihan individu dalam pemakaian aplikasi telemedisin merupakan tindakan yang juga melibatkan emosional individu.
ADVERTISEMENT
Tindakan individu dalam penggunaan aplikasi telemedisin juga merupakan tindakan yang bersifat rasional instrumental, artinya individu dalam pilihannya menggunakan aplikasi telemedisin merupakan pilihan yang bersifat rasional dan berorientasi pada pencapaian tujuan yang telah secara sadar diperhitungkan oleh aktor. Pilihan penggunaan aplikasi telemedisin didasari oleh pilihan individu untuk mengkonsultasikan keluhan kesehatannya secara virtual, hal ini dilakukan individu atas dasar pencegahan preventif penularan virus Covid-19 di ruang publik, adanya pembatasan mobilitas, dan perimbangan lainnya, sehingga individu menganggap penggunaan aplikasi telemedisin ini merupakan pilihan paling rasional dalam mengonsultasikan kesehatan mereka semasa pandemi secara virtual daripada harus mengambil risiko datang ke ruang publik dan bertatap muka dengan masyarakat luas.
Pandemi mulai usai, bagaimana masa depan aplikasi telemedisin?
Sumber: Unsplash
Pandemi memang mendorong berkembangnya cara baru dan banyak terobosan baru terutama di bidang teknologi, telemedisin menjadi salah satu “tren” baru dalam dunia kesehatan. Perkembangan telemedisin di Indonesia sangat terbuka lebar, mengingat kondisi geografis kita yang sangat beragam dari Sabang sampai Merauke, kondisi ini menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia untuk mencapai pemerataan infrastruktur. Melalui Undang-Undang Dasar 1945 para pendiri bangsa mengamanatkan tercapainya kesejahteraan masyarakat secara adil tanpa memandang status sosial dan keadaan ekonomi seseorang, termasuk di dalamnya hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Dalam mewujudkan amanat tersebut, indonesia mengalami dilema dan tantangan di mana rasio dokter per penduduk masih dalam tingkatan yang dikategorikan rendah. Indonesia memiliki rasio dokter per penduduk sebesar 1:3333, angka ini terendah di Asia Tenggara dengan rata-rata 1:769 dan masih dibawah rekomendasi World Health Organization (WHO) dengan rasio 1:1000 (Sunjaya 2019). Rasio dokter per penduduk ini diperparah dengan kesenjangan distribusi dokter di Indonesia, kesenjangan distribusi dokter antara perkotaan dengan pedesaan masih sangat besar, di mana hanya terdapat 20% dokter yang berpraktik di desa (Sunjaya 2019).
Distribusi dokter yang kurang merata ini berakibat pada akses pelayanan kesehatan yang kurang memadai di daerah desa terutama daerah terpencil. Salah satu solusi atas pemenuhan layanan kesehatan di Indonesia adalah dengan memanfaatkan teknologi dan jaringan komunikasi, profil penduduk indonesia yang kini didominasi oleh generasi milenial dan post gen z yang notabene merupakan generasi melek teknologi, tentunya menjadi peluang pemerataan layanan kesehatan berbasis teknologi komunikasi. Hal tersebut didukung dengan data yang diperoleh oleh APJII melalui surveinya pada 2016, di mana 132,7 juta atau 51,8% penduduk Indonesia saat ini telah terhubung ke internet (Sunjaya 2019).
ADVERTISEMENT
Hal ini tentunya membuka peluang besar bagi eksistensi dan keberlanjutan dari aplikasi berbasis telemedisin di Indonesia. Selain keuntungan secara ekonomi, layanan telemedisin ini juga dapat digunakan dalam komunikasi dan edukasi dua arah antara pasien dan dokter, sehingga dapat mengurangi secara langsung maupun tak langsung jumlah rujukan dan kebutuhan pasien untuk dipindahkan. Layanan yang tak terbatas tempat ini juga meringankan beban fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan lainnya untuk menghadirkan pelayanan kesehatan secara promotif dan preventif kepada masyarakat.
Referensi
Ganiem, Leila Mona. 2021. “Efek Telemedicine Pada Masyarakat.” Interaksi: Jurnal Ilmu Kesehatan 9(2):87–97.
Marpaung, Y. N. M., dan I. Irwansyah. 2021. “Aplikasi Kesehatan Digital Sebagai Konstruksi Sosial Teknologi Media Baru.” Jurnal Komunikasi dan Kajian 5:243–58.
ADVERTISEMENT
Muhlis, Alis, dan Norkholis. 2016. “Analisis Tindakan Max Weber Dalam Tradisi Pembacaan Kitab Mukhtashar Al-Bukhari.” Jurnal Living Hadis 1(2):242–58.
Mushodiq, Muhamad Agus, dan Ali Imron. 2020. “Peran Majelis Ulama Indonesia Dalam Mitigasi Pandemi Covid-19 (Tinjauan Tindakan Sosial dan Dominasi Kekuasaan Max Weber).” SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 7(5). doi: 10.15408/sjsbs.v7i5.15315.
Sari, Genny Gustina, dan Welly Wirman. 2021. “Telemedicine sebagai Media Konsultasi Kesehatan di Masa Pandemic COVID 19 di Indonesia.” Jurnal Komunikasi 15(1):43–54. doi: 10.21107/ilkom.v15i1.10181.
Sunjaya, Anthony Paulo. 2019. “Potensi, Aplikasi dan Perkembangan Digital Health di Indonesia Medical Technology View project Gerontology and Regenerative Medicine View project.” Journal of The Indonesian Medical Association 69(4):2–5. doi: 10.13140/RG.2.2.31918.66886.