Anak Kemenyan

Anak Kemenyan: Rumah di Tengah Hutan (Part 1)

15 Maret 2020 20:05 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak kemenyan. Foto: Masayu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anak kemenyan. Foto: Masayu/kumparan
ADVERTISEMENT
Di sebuah hutan tropis yang jauh dari kehidupan manusia, berjalan tergesa seorang lelaki berbadan kurus dan rambutnya keriting. Hutan Buyut, begitulah orang-orang menyebutnya. Pohon-pohon di sana berukuran besar, batangnya selalu basah, akarnya merambat ke segala arah, tidak ada jalan setapak di sana sehingga lelaki itu harus menebas tumbuhan apa pun yang menjuntai menghalangi jalannya.
ADVERTISEMENT
Ia berhenti sejenak dan mendongak ke langit, cuaca sedang mendung seperti akan segera turun hujan. Ia harus segera sampai di tujuannya, sesekali dilihatnya jarum kompas yang dipegangnya untuk memastikan kalau langkahnya tetap ke arah Selatan.
Lelaki itu bernama Rian, ia nekat masuk ke hutan Buyut untuk mengambil getah pohon kemenyan. Getah pohon itu dipercaya bisa membuat istrinya hamil. Sudah berbagai cara Rian lakukan agar bisa dikaruniai seorang anak, tapi semua cara itu gagal, istrinya tidak kunjung hamil. Pernikahannya degan Nova sudah menginjak 15 tahun, ia malu terus-terusan jadi bahan obrolan tetangga dan keluarga karena dituduh mandul.
Mengenai pohon kemenyan di hutan Buyut, ia tahu dari salah satu rekan kerjanya yang juga mengalami masalah yang sama, ajaibnya setelah istrinya memakan getah pohon kemenyan, bulan berikutnya langsung hamil. Kata temannya itu, hanya ada satu pohon kemenyan di hutan buyut dan jarang sekali ada orang yang berani datang ke sana.
ADVERTISEMENT
Rian menghentikan langkahnya. Ada sebuah rumah tua yang di sana, ia tersenyum. Kata rekannya, pohon kemenyan itu tumbuh di depan rumah tua, entah siapa yang dulu membangun rumah tersebut di tengah hutan seperti itu. Segera Rian menghampiri rumah tersebut dan benar saja, ada sebatang pohon kemenyan di depan rumah itu.
Tas gendongnya dilepas, ia juga membuka sepatunya. Kemudian memanjat pohon itu dengan perlahan, awalnya ia kesulitan karena batang pohon tersebut licin dan berair. Rian harus menebas beberapa dahan terlebih dahulu sebelum mengiris batang pohon. Getah tersebut tidak akan langsung keluar melainkan harus menunggu terlebih dahulu.
Rian mengusap dahinya yang basah oleh keringat. Dengan golok kecil yang ia gunakan, batang pohon tersebut dilukai sayat demi sayat. Setelah dirasa cukup, ia memasukkan kembali goloknya ke dalam rangka. Ia harus tetap di hutan sampai getahnya muncul, dan tidak ada pilihan lain bagi Rian selain menginap di dalam rumah tua itu.
ADVERTISEMENT
Dinding rumahnya sudah dirambati tumbuhan, lantainya kotor sekali, dan pintunya menganga tidak ada daun pintu terpasang di sana. Ia memperhatikan sekeliling, sudah sangat acak-acakan, banyak kayu-kayu bekas furnitur berserak. Rian juga menemukan sumur yang masih berair di halaman bagian belakang rumah. Katrol, alat untuk menimba sumur masih berfungsi, terlihat seperti baru diperbaiki oleh seseorang, mungkin saja rekannya Rian yang tempo hari mencari getah kemenyan untuk istrinya.
Ia kembali ke ruang tengah, ada dua kamar di rumah itu. Semuanya sudah tidak berpintu, jendelanya melompong tidak ada kacanya. Banyak daun-daun kering berserak di lantai, Rian menyingkirkan daun tersebut menggunakan sepatunya. Setelah lumayan bersih, ia duduk sambil mendongak, menarik napas lega. Ia memeriksa smartphone-nya, dan tersenyum. Ternyata masih ada sinyal di tengah hutan seperti ini. Ia ingin berkabar pada Nova.
ADVERTISEMENT
“Halo Nov.”
“Sayang kok belum pulang?”
“Aku lagi ada tugas mendadak di luar kota. Kemungkinan besok aku baru akan pulang.”
“Oh begitu, tugas di mana sayang?”
“Bandung.”
“Hm... ya sudah hati-hati ya. Kamu bahkan nggak bawa salin.”
“Aku bisa beli kok Nov di sini.”
“Ini kamu lagi di mana kok sepi banget?”
“Ini lagi di toilet,” Rian berbohong, ia tidak mau istrinya tahu kalau ia sedang berada di hutan Buyut.
“Ya sudah kalau begitu. Aku lagi masak mie, nih.”
“Oh, oke. Bye sayang.”
Rian menutup telepon. Di dalam tasnya ada sebuah tikar kecil yang sengaja ia bawa untuk alas tidur. Tikar itu digelar, ia membaringkan badan berbantal tas gendong. Hari yang sangat melelahkan bagi Rian, ia berharap besok getah itu bisa dia ambil.
ADVERTISEMENT
***
Entah jam berapa, Rian terbangun. Bukan karena nyamuk atau gangguan binatang melata melainkan karena suara katrol berdenyit seperti ada seseorang yang sedang menimba air. Rian tergeragap bangun dan langsung berdiri, ia merogoh senter dari dalam tasnya. Apakah ada seseorang yang menghuni rumah ini? Tanya Rian dalam hati.
Nantikan cerita Anak Kemenyan selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten