Part 9 Square(1).jpg

Bekas Rumah Sakit: Buku Catatan (Part 9)

7 Mei 2020 17:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cerita horor Bekas Rumah Sakit. (Foto: Masayu Antarnusa/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerita horor Bekas Rumah Sakit. (Foto: Masayu Antarnusa/kumparan)
ADVERTISEMENT
“I... ibu kok bisa ada di sini?” tanya Aini sambil ketakutan.
ADVERTISEMENT
“Anak saya, Mbak. Tolong anak saya,” tanpa menjawab pertanyaan Aini, ibu itu terus meminta tolong.
“Anak ibu kenapa?”
“Mati.”
Aini terkejut mendengar jawaban wanita itu. Ia menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ia seolah hampir tak bisa berkata-kata.
“Sebentar! Saya panggilkan seseorang dulu buat bantu ibu keluar dari lubang ini, ya,” ragu-ragu Aini melangkah hendak keluar dari ruangan itu.
Namun, tiba-tiba lengan wanita yang berada di dalam lubang tersebutmenjulur panjang. Tangan itu menggenggam pergelangan kaki Aini. Sontak saja Aini menjerit minta tolong. Ia tersungkur ke lantai lalu ditarik dengan sangat kuat ke dalam lubang.
Tangan Aini masih bisa berpegangan pada tepi lubang. Ia menangis sambil minta tolong. Anehnya, tidak ada satu pun yang datang untuk menolongnya. Bahkan si penjaga kamar mayat juga tidak kunjung muncul. Entah ke mana lelaki tua itu.
ADVERTISEMENT
“Ikutlah dengan kami!” bisik wanita di dalam lubang.
Aini masih bisa bertahan. Namun, entah berapa lama lagi dia mampu berpegangan. Keringat membasahi wajahnya. Berkali-kali lengannya meringsut ke depan mencoba untuk keluar dari lubang.
Aini melongok ke dasar lubang. Ia semakin berteriak ketakutan saat melihat ada puluhan orang yang menjejali lubang tersebut. Mereka semua menatap Aini dengan tatapan dingin serta menyeramkan.
Aini rasanya sudah tidak sanggup lagi bertahan. Satu cengkeramannya lepas. Beberapa detik kemudian, tangan yang satunya lagi ikut lepas. Sebelum Aini jatuh ke dalam lubang, seseorang menggenggam tangan kanannya. Itu dokter Arwani. Ia tersenyum pada Aini.
“Tenang, Nak,” perlahan dokter Arwani mengeluarkannya dari dalam lubang.
Baju Aini basah oleh keringat. Ia tidak mengucapkan terima kasih kepada dokter Arwani melainkan langsung pergi begitu saja sambil menangis ketakutan. Saat sedang berlari di lorong koridor, ia bertemu dengan Pak Lukman, si penjaga kamar mayat.
ADVERTISEMENT
“Pak, di kamar mayat...,” Aini mengatur pernapasannya.
“Kenapa?” Pak Lukman tampak kebingungan.
“Ada setan, Pak. Bapak jangan ke sana dulu.”
“Setan di mana?”
“Kamar mayat, Pak. Di kamar mayat,” napas Aini masih terengah-engah.
“Tenang, Mbak. Di rumah sakit ini enggak ada setan, kok.”
Tanpa memedulikan penjelasan Pak Lukman, Aini lari begitu saja. Ia hendak memberi tahu para petugas di rumah sakit. Di perjalanan, Aini kembali berpapasan dengan seseorang. Kali ini dengan seorang security.
“Pak Ruslan, tolong Pak! Ada setan di kamar mayat.”
Pak Ruslan tidak terlihat kaget atau panik. Ia malah santai saja.
“Jangan heran, Mbak. Di rumah sakit ini memang banyak setannya,” jawab Pak Ruslan.
ADVERTISEMENT
“Yang penting Mbak harus hati-hati saja. Yang sopan dan enggak bicara macam-macam.”
“Ah, bapak ini gimana, sih? Malah nakut-nakutin,” Aini meninggalkan Pak Ruslan dan berlari ke ruang IGD.
Ada pasien yang sedang berobat. Kali ini Aini sebisa mungkin tidak membuat kepanikan. Ia mengatur napasnya lalu membantu dokter untuk menangani pasien. Setelah pasien itu pulang, barulah Aini menceritakan apa yang dialaminya kepada dokter.
Dengan didampingi para perawat lainnya, mereka mendatangi kamar mayat. Anehnya, lubang itu menghilang. Tidak ada apa-apa di kamar mayat itu.
***
Di lain waktu, sebuah petunjuk tentang teka-teki yang dialami Aini mulai menemukan titik terang. Saat sedang membersihkan kamar ibunya, secara tidak sengaja Aini menemukan sebuah buku catatan di kolong tempat tidur.
ADVERTISEMENT
Perlahan Aini membukanya. Itu semacam buku diari. Aini kenal gaya tulisan itu. Jelas sekali kalau itu tulisan ibunya sendiri. Ia membaca halaman awal diari tersebut.
Dear Diary
Sudah empat hari aku melihat orang gila itu mondar-mandir di depan rumahku. Aku takut kalau dia berbuat macam-macam. Beberapa kali sudah kuusir, tapi dia selalu datang lagi.
“Aini!” belum selesai Aini baca, ibunya datang lalu merebut paksa buku catatan itu.
“Jangan sembarangan baca buku Ibu. Enggak sopan!”
Ibu Aini marah. Ia lalu membakar buku catatan itu dan memarahi Aini habis-habisan. Beberapa kali Aini minta maaf. Tidak pernah Aini melihat ibunya semarah itu.
Aini heran, kenapa ibunya terlihat panik seperti itu? Kalau memang hanya sekadar catatan harian biasa, seharusnya tidak perlu sampai marah besar seperti itu.
ADVERTISEMENT
___
Nantikan cerita Bekas Rumah Sakit selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten