

ADVERTISEMENT
Kalau kebetulan kalian melintas di jalan Kabayan, kalian akan melihat sebuah gedung yang terbengkalai di sana. Sudah bukan rahasia umum kalau gedung itu dulunya adalah sebuah rumah sakit yang sekarang tidak diperbolehkan beroperasi lagi.
ADVERTISEMENT
Temboknya sangat usang bahkan sebagian sudah mengelupas semennya. Kaca jendelanya buram dan berdebu, di bagian depan terlihat jelas ada dua jendela yang bingkainya copot. Menurut cerita warga sekitar, setiap malam Jumat sering terlihat seorang wanita berpakaian medis berdiri di jendela itu sambil menatap jalanan yang lengang.
Di bagian gerbangnya ada banyak coretan menggunakan cat pilok yang tidak senonoh. Di halaman rumah sakit, rumput liar tumbuh dengan subur sampai menjalar masuk ke dalam pos security.
Ada dua buah kursi roda di depan pintu rumah sakit. Tidak ada yang berani memindahkan atau mencuri kursi roda itu. Katanya, kedua kursi itu milik penunggu rumah sakit. Tidak jarang ada orang yang melihat kursi-kursi itu berjalan sendiri di depan gerbang.
ADVERTISEMENT
Di loby utama, ada meja resepsionis, kursi tamu, beberapa poster kampanye gerakan hidup sehat, dan sebuah televisi yang penuh dengan debu. Tidak jauh dari loby utama, ada barisan kursi tempat menunggu panggilan untuk mengambil obat. Di depan barisan kursi, ada loket kasir dan juga loket pengambilan obat.
Sekitar sepuluh langkah dari tempat pengambilan obat, di koridor sebelah kanan terdapat beberapa ruangan khusus untuk para dokter. Papan nama dokter masih terpasang di setiap pintu ruangan itu. Dari mulai dokter umum sampai spesialis bedah. Rumah sakit itu seperti ditutup begitu saja tanpa dibereskan terlebih dahulu.
Di ruang rawat inap, ranjang pasien masih tertata rapi walau penuh debu. Kantung infus bergelantungan di setiap ranjang, cairan dalam kantung itu sudah tidak ada. Mungkin mentes terbuang begitu saja. Di dalam lemari, alat-alat kesehatan masih terbungkus rapi. Begitu juga di ruang operasi, alat-alatnya masih lengkap.
ADVERTISEMENT
Walau rumah sakit ini sudah terbengkalai, tapi cerita-cerita tentang masa lalunya masih jadi pembicaraan masyarakat. Yang paling banyak dikenal adalah tentang dokter Arwani, makhluk gaib yang sering muncul dari kamar mayat. Waktu rumah sakit masih beroperasi, ada seorang pasian kanker paru stadium empat yang dirawat di rumah sakit itu.
Tidak ada harapan baginya untuk sembuh. Dia bahkan sudah minta dibelikan kain kafan pada keluarganya. Namun, tanpa disangka-sangka pada suatu malam seorang dokter mendatanginya, dokter itu muncul dari arah kamar mayat. Ia memeriksa si pasien kanker dengan sangat ramah. Ajaib! Besoknya pasien tersebut dinyatakan sembuh total.
Si pasien ingin sekali berterima kasih pada dokter itu, namun saat ia menanyakannya ke pihak rumah sakit ternyata tidak ada dokter yang bernama Arwani. Cerita tentang dokter Arwani menyebar dengan cepat. Banyak orang yang bergidik ngeri, tapi tidak sedikit juga yang ingin bertemu dengannya untuk meminta kesembuhan. Entah apa yang terjadi, rumah sakit itu kemudian ditutup begitu saja tanpa kejelasan.
ADVERTISEMENT
Walau pun begitu, masih ada saja orang yang mendatangi rumah sakit ini dengan harapan bisa bertemu dengan dokter Arwani. Seperti malam ini, di saat semua orang sudah terlelap tidur, Tono seorang penderita hepatitis B berjalan terhuyung-huyung dipapah istrinya, masuk ke halaman rumah sakit.
“Mas, kamu yakin mau melakukan ini?” tanya Liana, ia mengenakan masker, jaket kulit, dan sarung tangan agar tidak tertular oleh penyakit suaminya itu.
“Nggak ada cara lain lagi. Aku masih mau hidup,” wajah Tono pucat, keringat dingin membasahi dahinya.
Mereka masuk ke dalam rumah sakit melalui pintu utama yang tidak pernah di kunci lalu mencari ruang rawat inap. Tidak butuh waktu lama, mereka berhasil menemukan ruangan itu. Liana membersihkan debu yang memenuhi permukaan ranjang pasien. Ia lalu membantu suaminya agar bisa berbaring di atas ranjang.
ADVERTISEMENT
“Kayaknya rumah sakit ini udah lama terbengkalai, ya,” Liana mengerahkan cahaya senter ke sembarang arah untuk memeriksa sekelilingnya.
Banyak sarang laba-laba menjuntai di sudut ruangan. Langit-langitnya sebagian sudah bolong.
“Iya karena angker. Nggak ada yang berani ke sini,” timpal suaminya. Liana mengangguk-angguk.
“Mas gimana cara kita memanggil dokter Arwani?”
“Kata orang sih. Nanti dia datang sendiri dari arah kamar mayat,” Tono menunjuk ke luar jendela.
"Oh, begitu," Liana lalu menyelimuti tubuh suaminya.
Sayangnya sampai larut malam, dokter Arwani tidak juga muncul. Liana tertidur di tepi ranjang suaminya, sementara Tono masih terjaga. Ia yakin dokter gaib itu pasti akan datang mengobati penyakitnya.
“Dok? Doker Arwani….”
“Doker. Tolong aku, Dok,” sambil mengarahkan senter ke luar jendela, ia memanggil-manggil dokter Arwani, berharap dokter itu muncul.
ADVERTISEMENT
Tidak lama kemudian, terdengar suara langkah sepatu mendekat. Wajah Tono menyeringai bahagia, ia buru-buru membangunkan istrinya. Langkah itu semakin mendekat, tapi yang terdengar bukan hanya satu orang. Seperti suara langkah segerombolan orang, langkah mereka tergesa. Segerombolan orang berpakaian medis berdiri di mulut pintu, wajah mereka pucat. Tono tidak tahu, siapa di antara mereka yang bernama dokter Arwani.
“Ada yang dapat saya bantu?”
Tanpa Tono dan Liana sadari, dokter Arwani berdiri di belakang mereka.
"To... tolong sembuhkan saya, Dok."
Dokter Arwani tersenyum. Ia menyentuh lengan Tono.
“Penyakitmu sudah parah. Mari ikut saya, kamu harus di rawat di ruangan khusus.”
“Ba… baik, Dok,” Tono perlahan turun dari ranjangnya, dibantu oleh istrinya.
ADVERTISEMENT
Dokter Arwani menuntun mereka masuk ke kamar mayat. Gerombolan orang berpakaian medis mengikuti dari belakang, mereka juga ikut masuk ke kamar mayat. Setelah semuanya masuk, pintu seketika tertutup sendiri dengan sangat keras, seperti dibanting.