Mbah Ngesot

Bekas Rumah Sakit: Jaga Malam (Part 7)

5 Mei 2020 14:11 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bekas Rumah Sakit. Foto: Masayu Antarnusa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bekas Rumah Sakit. Foto: Masayu Antarnusa/kumparan
ADVERTISEMENT
Aini masih bingung dengan apa yang ia alami kemarin malam. Ia jelas-jelas bertemu dan membantu dokter Arwani menangani pasien. Tapi, kenapa tiba-tiba ruangan itu berubah menjadi gudang kosong. Ia lalu menceritakan kejadian itu pada ibunya.
ADVERTISEMENT
“Nama dokternya siapa tadi kamu bilang?”
“Dokter Arwani, Bu.”
Bu Hani terdiam sejenak.
“Kenapa, Bu?”
“Nggak apa-apa. Kamu bisa minta dipindahkan tempat praktiknya?” tanya Bu Hani.
“Kayaknya udah nggak bisa, Bu. Emangnya ibu kenal sama dokter Arwani itu?”
“Iya. Ibu kenal,” wajah Bu Hani terlihat cemas.
“Dia siapa, Bu?”
“Setan jahat, Nak. Dulu teman Ibu juga pernah diganggu dokter Arwani. Ibu nggak tahu kalau kamu praktik di rumah sakit itu.”
“Terus bagaimana, Bu?” Aini juga tampak ketakutan.
“Jangan khawatir.”
Bu Hani beranjak dari kamar anaknya, ia mengambil sebuah jimat dari dalam lemari. Jimat itu dibungkus dengan plastik transparan, di dalam plastik terdapat secarik kertas yang dilipat hingga berbentuk segi empat.
ADVERTISEMENT
“Mana dompet kamu?” Bu Hani menyodorkan lengannya.
Aini mengeluarkan dompetnya dari dalam tas lalu menyerahkannya pada Bu Hani.
“Nak, ini Ibu selipkan jimat ampuh di dompetmu. Ingat, jangan sampai jimat ini hilang, ya.”
Aini mengangguk saja, tanpa bertanya macam-macam.
***
Sementara itu di rumah sakit, Angga sedang duduk sambil memeriksa kembali lembaran data pengunjung IGD. Di ruangan itu ada dua orang yang sedang menjalani rawat inap, keduanya terkena demam berdarah. Catatan trombosit mereka memprihatinkan sehingga harus dirawat.
Di samping Angga, ada dokter Diong yang sedang sibuk menulis resep obat untuk pasien. Di rumah sakit itu memang kalau malam tidak ada dokter umum yang berjaga, jadinya setiap pasien yang berobat tengah malam dirujuk langsung ke dokter yang berjaga di IGD.
ADVERTISEMENT
Tidak lama berselang, pintu IGD ditabrak paksa hingga menimbulkan bunyi berdebam. Dua orang lelaki menggotong seorang wanita yang sedang kritis. Mereka berdua panik dan langsung membaringkan wanita itu di atas ranjang pasien.
“Korban tabrakan, Dok! Tolong segera dibantu!” pinta salah satu lelaki itu.
Umur wanita yang sedang kritis berkisar dua puluh tahunan, masih terlihat sangat muda.
“Pendarahan parah, Dok,” kata Angga, ini baru pertama kalinya ia menangani pasien yang kritis.
Belum sempat dilakukan tindakan apa pun, wanita itu mengembuskan napas terakhir. Tubuhnya tidak kuat menahan pendarahan yang sangat parah.
“Dia sudah meninggal. Apa bapak-bapak ini keluarganya?” tanya Dokter Diong. Mereka berdua menggelengkan kepala.
“Bukan Dok. Jadi tadi wanita ini ikutan balap liar dan sebelum sampai di garis finis, dia mengalami kecelakaan tunggal, Dok.”
ADVERTISEMENT
“Lalu kalian siapanya?”
“Kami penonton, Dok. Di sana tadi nggak ada yang mau bawa wanita ini ke rumah sakit. Pada takut mereka.”
“Kalian tahu siapa wanita ini?” tanya dokter.
Mereka lagi-lagi menggelengkan kepala.
“Apakah kalian menemukan KTP wanita ini?”
“Nggak Dok, lihat saja. Dia bahkan nggak bawa dompet.”
“Angga, tolong bawa dulu ke kamar mayat, ya.”
“Baik, Dok."
Mayat perempuan tanpa identitas itu dibaringkan di atas brankas lalu Angga mendorongnya menuju kamar mayat, sementara dokter Diong masih berbincang dengan kedua lelaki tadi. Sesampainya di kamar mayat, Angga disambut oleh seorang lelaki yang sedang berjaga.
“Ya, masuk,” sambut lelaki penjaga kamar mayat. Dia sudah tua, rambutnya hitam berselang putih. Badanya kurus kering sampai-sampai urat di lengannya terlihat menonjol.
ADVERTISEMENT
“Sebentar ya. Saya kasih penanda dulu mayatnya,” lelaki tua tampak sibuk mencari sesuatu di saku baju dan celananya.
“Aduh! Kunci lemarinya ilang. Di mana ya?” dia menepuk jidat.
“Serius, Pak?” timpal Angga.
“Iya. Oh, kayaknya ketinggalan di toilet. Kamu tunggu di sini dulu, ya. Saya mau ambil kunci dulu.”
“Oke, Pak. Jangan lama-lama, ya.”
Akhirnya Angga ditinggal sendirian di kamar mayat itu. Selang beberapa menit, lelaki tua itu tidak kunjung muncul. Angga mulai gelisah, ia mondar-mandir di mulut pintu. Sesekali mengecek jam tangannya, ia harus segera ke IGD lagi.
“Mas....”
Tanpa Angga duga, terdengar suara seorang wanita menyapanya. Ia menoleh ke belakang, betapa terkejutnya Angga saat melihat mayat wanita itu duduk sambil tersenyum padanya. Kedua mata wanita itu masih terpejam.
ADVERTISEMENT
Nantikan cerita Bekas Rumah Sakit selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten