gabriel-h73jxsQwecc-unsplash.jpg

Dinas Bidan: Didatangi Orang yang Sudah Meninggal (Part 7)

14 September 2020 13:26 WIB
comment
35
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasiun Dinas Bidan bagian 7. Didatangi Orang yang Sudah Meninggal. Foto: Unsplash.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasiun Dinas Bidan bagian 7. Didatangi Orang yang Sudah Meninggal. Foto: Unsplash.
ADVERTISEMENT
Dinda dikurung di dalam kamar, tubuhnya diikat di atas ranjang. Dia sangat agresif dan membahayakan. Dinda sempat menggigit tangan kananku sampai berdarah. Dinda juga melukai tangannya sendiri dengan pisau. Kata Pak Rahmat, Dinda kerasukan roh jahat yang mencoba melukainya.
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi Pak Rahmat membacakan ayat suci, kali ini dia meninggikan intonasi bacaanya sambil menunjuk wajah Dinda. Kedua mata Dinda melotot saat dibacakan ayat kursi. Anehnya dia malah tertawa sambil menirukan bacaan Pak Rahmat.
“Aku lebih pintar dari kamu!” bentak Dinda sambil mendelik ke wajah Pak Rahmat.
“Siapa kamu? Keluar sekarang juga dari tubuh anak ini! Atau kumusnahkan kau dengan dengan ayat-ayat Allah.”
“Aku Mbok Ibah!” bentak Dinda.
“Halah! Kau jin memang suka memfitnah orang yang sudah meninggal!” Pak Rahmat kembali membaca ayat suci.
Tampak Dinda tertawa-tawa sambil menceracau tidak jelas.
“Aku akan menyesatkan kalian semua agar kalian jauh dari Tuhan!” kata Dinda dengan wajah menengadah ke langit-langit. Urat lehernya terlihat jelas, ia mengerang seperti kesakitan.
ADVERTISEMENT
“Keluar kau!” bentak Pak Rahmat sambil mengusap wajah Dinda.
Tubuh Dinda yang tadinya mengamuk, kini mulai lunak lalu dia pingsan begitu saja. Aku membuka tali yang mengikat tubuhnya, kasihan takutnya dia kesulitan bernapas. Aku juga membenarkan posisi bantalnya. Dan menyelimuti tubuhnya.
***
Tengah malam saat aku sedang tidur pulas, ada seseorang mengetuk pintu kamar. Masih dalam keadaan mengantuk kubuka pintu itu. Dinda berdiri di depanku dengan ekspresi wajahnya yang datar.
“Kamu udah siuman, Din?” tanyaku sambil memicingkan mata.
“Mbokku pulang Mbak.”
“Hah? Mbokmu pulang?” mendengar pernyataannya membuatku kaget setengah mati.
“Iya. Dia dia luar Mbak.”
Aku jongkok sambil mengelus rambut Dinda, “Dinda…, mbokmu sudah tenang di surga. Dia nggak akan…,”
ADVERTISEMENT
Aku belum sempat menyelesaikan ucapanku, tiba-tiba ada yang menggedor-gedor pintu rumah.
“Itu Mbok. Mukanya serem banget Mbak.”
Perlahan aku mendekat ke pintu. Semakin lama pintu itu terdegar seperti digedor dengan paksa seperti ada orang yang sedang marah-marah. Anehnya saat kuintip dari balik jendela, tidak ada siapa-siapa di luar.
“Mana nggak ada,” kataku pada Dinda.
“Di atas…,” desis Dinda.
Ada cairan hitam menetes ke kepalaku. Aku mendongak, kulihat ada sosok wanita dengan wajahnya yang hitam pekat sedang menempel di langit-langit ruangan. Dia mengenakan jubah putih, rambutnhya juga putih semua, ada cairan hitam mentes dari mulutnya.
Aku berteriak lalu lari keluar rumah sambil membawa Dinda. Kugedor pintu rumah Pak Rahmat, tapi dia tidak mau keluar. Entah ke mana perginya Pak Rahmat iitu. Aku dan Dinda pun lari ke perkampungan warga untuk meminta tolong.
ADVERTISEMENT
Sialnya mereka seperti tidak peduli pada kami. Ada beberapa rumah yang menyalakan lampunya lalu mengintip kami dari balik jendela, tapi mereka tidak mau keluar dan mematikan kembali lampu rumahnya. Aku menangis di tenggah perkampungan, Dinda berdiri di hadapanku. Wajahnya datar, tak ada kesedihan sema sekali di wajahnya itu.
“Mbak Maya jangan nangis,” kata Dinda.
Aku tidak mempedulikannya. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Semuanya terasa ganjil dan tak masuk akal. Ada yang tidak beres dengan kampung ini.
“Mbak!” dari kejauhan kudengar suara lelaki memanggilku. Aku sangat mengenali suara itu. Tidak salah lagi, itu adalah Pak Sukra.
“Kenapa Mbak Maya ada di sini?”
Aku menceritakan kejadian itu padanya. Pak Sukra pun menawarkanku untuk tinggal di rumahnya. Aku dan Dinda pun menerima tawaran itu, untuk beberapa hari ini kami akan tinggal di rumah Pak Sukra. Tidak ada salahnya menerima tawaran lelaki itu, lagi pula dia sudah punya istri. Jadi tidak akan ada warga yang berpikir macam-macam.
ADVERTISEMENT
Nantikan cerita horor Dinas Bidan selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten