alex-iby-763960-unsplash.jpg

Hantu Banyu: Hampir Saja Aku Teperdaya

5 November 2019 19:38 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi
ADVERTISEMENT
Seorang pria menahanku saat aku hendak berlari ke dalam air.
ADVERTISEMENT
“Pak, itu barusan saya lihat ada yang mengambang di sana seperti orang tenggelam. Coba tolong dibantu dulu!” kataku sedikit khawatir.
Semua mata wisatawan yang ada di sana tertuju kepadaku. Mereka tampak kebingungan, termasuk Indra. Dan, hal itu justru membuatku lebih kebingungan dari mereka semua.
“Kakak ini pendatang ya?” tanya seorang pria paruh baya yang sebagian besar rambutnya sudah memutih.
Iyo, Pak. Dio adalah sepupuku dari Jakarta,” jawab Indra.
Sementara itu, aku masih bingung dengan apa yang terjadi. Di depanku tidak ada lagi sosok seperti mayat yang mengambang, atau apa pun yang baru saja aku lihat. Atau jangan-jangan memang aku yang salah lihat? Tapi aku yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa penglihatanku normal.
ADVERTISEMENT
“Baiklah, mari kak kito duduk dulu sambil ngobrol yo,” ajak pria paruh baya itu.
Pria itu menjelaskan semuanya. Ia bercerita tentang apa yang aku lihat bukanlah yang sebenarnya terjadi. Warga setempat biasa menyebutnya hantu banyu. Sosok hantu tersebut dipercaya sering membuat orang tergelincir hingga tenggelam pengunjung yang hampir setiap tahun memakan korban.
Menurutku, hal itu sangat berbahaya. Dan, aku hampir jadi salah satu target korbannya. Untung pria paruh baya itu mencegahku.
Di pulau itu memang, konon kalau terlalu sering melamun atau tidak menjaga adab dengan baik --apalagi pendatang yang baru menginjakkan kaki di sini-- pasti ada saja kejadian yang menimpa. Pria paruh baya itu juga menceritakan bahwa beberapa hari lalu ada rombongan wisatawan yang tiba-tiba kesurupan.
ADVERTISEMENT
Sejujurnya aku tidak mengerti mengapa aku yang menjadi calon target hantu yang dipercaya sebagai hantu banyu itu. Padahal aku tidak melamun. Aku juga tidak melakukan hal aneh yang sekiranya melanggar adab di sini. Namun, dengan kejadian itu membuatku lebih berhati-hati saat pulang dengan perahu kayu kecil yang sebelumnya aku tumpangi.
Sepanjang jalan, Indra memaksaku untuk terus berbincang dengannya. Ia juga memintaku terus berdoa sepanjang perjalanan agar selamat. Sampai akhirnya kami kembali lagi ke daratan, di Benteng Kuto Besak.
Waktu menunjukan pukul 18.30 WIB. Kami bergegas mencari musala terdekat, mengingat kami belum salat magrib. Setelah selesai salat, kami memutuskan untuk menenangkan pikiran dengan mencari penjual kopi gerobak. Secangkir kopi beberapa tekwan mungkin akan sedikit menenangkan pikiran sebelum pulang ke rumah Uwak.
ADVERTISEMENT
Aku meminta Indra merahasiakan kejadian yang baru saja ku alami dari keluargaku. Bisa-bisa, aku tidak boleh lagi ke mana-mana jika mereka mengetahuinya.
Kami menghabiskan waktu hingga benar-benar larut malam. Suasana masih sedikit ramai, tapi tidak lagi seramai sebelumnya. Jalanan sudah mulai agak lengang. Indra mencari tukang rokok. Sementara aku 'dihukum' Indra untuk tetap di tempat sampai ia kembali.
Dinginnya angin malam menerpa wajahku. Tiba-tiba, semilir angin itu membawa sayup suara tangis perempuan. Suara itu berasal dari pinggiran dinding pembatas sungai.
Aku melihatnya. Seorang perempuan yang ku taksir berusia sekitar dua puluh tahunan. Ia memakai gaun putih yang sedikit kusam. Gaun itu panjang menjuntai. Namun, aku tidak bisa melihat dengan jelas wajah perempuan itu. Rambutnya yang tergerai membuat wajahnya tertutup.
ilustrasi
Aku berjalan mendekat. Saat itulah aku bisa melihatnya sedikit lebih jelas. Kulitnya wajahnya pucat, berkeriput, serta urat-urat biru halus besar tampak jelas di wajahnya.
ADVERTISEMENT
Ia terlihat kurus sekali. Bahkan tulang-tulang di wajahnya terlihat jelas, seperti tidak ada daging yang menempel.
Aku tidak bisa berjalan lebih jauh. Aku harus tetap berada di tempat seperti pesan Indra. Namun, di sisi lain aku merasa seolah perempuan berbisik memanggilku.
Aku kembali perlahan, semakin mendekat. Namun, setelah tina alangkah ku berjalan, tangisan perempuan itu berhenti. Ia masih menelungkupkan kepalanya ke lipatan tangan yang basah. Ia membenamkan wajahnya di telungkupan kedua lutut.
Viko! Benar-benar budak (anak) ini yo!"
Tepukan telapak tangan Indra di punggungku berhasil mengagetkanku. Aku menoleh ke arahnya dan mendapati mukanya yang masam.
Aku kemudian memutar leher dan melihat ke arah perempuan misterius tadi. Nihil, tak ada siapa-siapa di sana. Saat ini yang ada di depanku hanya tembok yang terbuat dari bata tanpa dilapis semen yang disinari cahaya redup lampu jalan.
ADVERTISEMENT
Hari demi hari berlalu setelah kejadian misterius itu. Bahkan, sampai detik ini perempuan itu masih terus hadir dalam mimpi atau setengah sadarku. Aku merasa ada yang ingin ia sampaikan kepadaku, tapi apa?
Namun, Indra beberapa waktu lalu melanggar janjinya. Ia menceritakan kejadian aneh yang kualami itu kepada keluarganya. Sampai akhirnya, rombongan besar ustaz dari masjid yang berada dekat dari rumah Uwak Mukhti datang ke rumah untuk melakukan pengajian bersama.
___
Senang membaca kisah horor seperti ini, klik tombol subscribe di bawah untuk mendapat notifikasi setiap ada cerita horor terbaru dari Mbah Ngesot.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten