hotel bekas pembunuhan(1).jpg

Hotel Bekas Pembunuhan: Kamar Nomor 111 (Part 2)

19 Juni 2020 16:24 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cerita horor hotel bekas pembunuhan. Foto: Piqsels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerita horor hotel bekas pembunuhan. Foto: Piqsels
ADVERTISEMENT
Hotel yang mengarah langsung ke pantai itu memang tidak pernah sepi pengunjung. Mungkin karena merupakan hotel paling mewah di kawasan itu. Sehingga bukan hanya digunakan sebagai tempat menginap saja, tapi juga sering digunakan untuk berbagai kegiatan.
ADVERTISEMENT
Walau beberapa minggu lalu pernah terjadi pembunuhan terhadap seorang pelacur, hotel ini tak lantas dihindari pengunjung. Kamar nomor 111 yang bekas pembunuhan itu hanya ditutup selama lima hari.
Pihak hotel membuka kembali pemesanan untuk kamar nomor 111 setelah kasusnya selesai. Pelaku berhasil diindentifikasi melalui CCTV. Mereka pun ditangkap dan diadili.
Belum ada yang menempati kamar itu semenjak terjadi pembunuhan. Namun, akhirnya tepat pada bulan Oktober pemerintah pusat mengadakan sebuah acara untuk memperingati Bulan Bahasa. Acara tahunan itu dinamakan pemilihan duta Bahasa seprovinsi. Kebetulan sekali hotel bekas pembunuhan terpilih sebagai tempat perhelatannya.
“Wah, bagus banget hotelnya, ya,” Fadil sumringah saat tiba di halaman hotel. Dia adalah salah satu mahasiswa yang menjadi perwakilan kampusnya.
ADVERTISEMENT
“Iya, Dil. Makan enak nih kita,” timpal Zainal. Dia satu kampus dengan Fadil.
Mereka berdua tiba di hotel tersebut setelah menempuh perjalanan selama satu jam. Halaman hotel mulai ramai. Para peserta dari berbagai kampus seprovinsi mulai berdatangan. Satu persatu mereka melakukan check in di lobi hotel.
“Lu kamar nomor berapa?” tanya Zainal sambil memegang kunci kamar Fadil.
“111 nih,” jawab Fadil.
“Wah nomor cantik. Tukeran mau enggak?” tawar Zainal.
“Emang lu nomor berapa?” Fadil meraih kunci di tangan Zainal.
“Nomor 80. Tukeran ya. Kamar lu pasti di lantai atas. Jadi pemandangannya pasti indah banget,” Zainal memaksa.
“Ya udah, terserah lu aja.”
Bagi Fadil tidak masalah mau tidur di kamar nomor berapa pun. Yang penting bisa istirahat. Perjalanan dari kampus ke hotel lumayan membuatnya lelah. Dia ingin segera membaringkan diri di kasur hotel yang empuk.
ADVERTISEMENT
Zainal diantarkan ke lantai dua oleh Heri si resepsionis yang pernah melihat mayat di kamar itu. Wajah Heri terlihat gugup. Sebenarnya dia khawatir pada tamu yang sedang diantarnya.
Heri yakin kalau wanita yang pernah mati di kamar itu masih bergentayangan. Sebab, Heri sering mendengar suara gaduh di dalam kamar nomor 111. Kadang ada suara tawa perempuan, kadang menangis, kadang seperti ada yang sedang menonton televisi. Padahal jelas-jelas kamar itu kosong. Tidak berpenghuni.
“Ini kamarnya, Mas,” Heri membuka pintu sambil tersenyum ramah.
Kamar itu rapi. Ada spring bed warna putih dan dua bantal. Di dindingnya menempel tv led 40 inch. Ada kulkas kecil di samping tempat tidur. Juga ada meja dan kursi kasual di dekat jendela.
ADVERTISEMENT
Kamar itu juga dilengkapi sebuah kamar mandi yang terbilang cukup mewah. Di atas meja sudah disiapkan sepasang sendal selop tipis ala hotel.
“Wow!” Zainal terkagum-kagum. Ini memang baru pertama kalinya ia menginap di hotel.
“Ada apa ya, Mas?” tanya Heri.
“Bagus banget kamarnya,” Zainal membuka sepatu, dia lalu membaringkan badan di atas spring bed yang empuk.
“Ini kan hotel, Mas,” kata Heri.
Zainal nyengir. “Mantap, Pak!” ia lalu mengacungkan jempol ke arah Heri.
Entah dari mana asalnya, tiba-tiba terngiang di telinga Heri suara tawa seorang wanita.
“Kenapa, Pak?” tanya Zainal yang heran melihat ekspresi si resepsionis.
“Enggak apa-apa. Kalau butuh apa-apa, telepon aja ya. Itu nomornya sudah tertera.”
ADVERTISEMENT
“Sip!” Zainal nyengir lagi.
Heri kemudian menutup pintu kamar tersebut.
***
Setelah mengikuti pembekalan di ballroom selama berjam-jam, Zainal pulang ke kamarnya. Dia sangat lelah. Lampu ia matikan dan hanya menyalakan lampu tidur saja. Televisi dibiarkan menyala menayangkan channel khusus olahraga. Tidak lama kemudian, dia tertidur. Sementara televisi masih menyala.
Entah pada jam berapa, Zainal terbangun. Ia mendengar tawa seorang wanita seperti sedang asyik menonton televisi. Dalam keadaan mengantuk, ia meraba-raba remote televisi. Matanya memicing ke arah layar.
Zainal heran kenapa tayangannya berganti ke serial drama Korea. Tanpa berpikir macam-macam, ia langsung mematikannya. Ia pun kembali tidur.
Sebelum terlelap kembali, tiba-tiba dia mencium bau parfum wanita yang sangat menyengat. Ia mengendus-enduskan hidungnya lalu mengernyitkan dahi. Zainal pun bangun dan melangkah ke kamar mandi karena bau parfum itu berasal dari sana.
ADVERTISEMENT
Sesaat sebelum ia membuka pintu kamar mandi, seseorang menekan bel pintu kamarnya. Berkali-kali bel itu ditekan, terkesan memaksa.
***
Nantikan cerita horor Hotel Bekas Pembunuhan selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten