Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
***
Tengah malam sekitar jam dua belas, seorang wanita berparas cantik bersama dua orang lelaki berbadan besar masuk ke dalam lobi hotel, langkah mereka tampak tergesa-gesa dan langsung menghampiri dua orang resepsionis yang sedang berjaga.
ADVERTISEMENT
Dari penampilan wanita yang mereka bawa, orang pasti bisa menilai kalau wanita itu adalah pelacur. Dandannya menor, ginju merah tebal menempel di bibirnya, bedak murahan melapisi wajahnya, baju yang ia pakai menampakkan pusar atau udel perut, celananya juga pendek sepaha dan hampir seselangkangan.
“Kamar nomor 111,” tanpa menyapa lagi, lelaki itu menjulurkan tangan untuk meminta kunci.
“Sudah booking ya, Pak?” tanya Heri, si resepsionis.
“Iya jangan banyak tanya, cepat!” lelaki botak yang satu lagi malah membentak.
"Maaf Pak bisa tunjukkan KTP-nya," Pinta Heri.
Salah satu dari mereka menyerahkan KTP dengan wajah kesal. Heri dibantu rekan kerjanya langsung memeriksa data diri lelaki itu di komputer.
“Baik, Pak. Mari saya antar,” setelah ketemu, Heri langsung mengantar pria itu.
ADVERTISEMENT
Mereka naik ke lantai dua, melintasi koridor kamar hotel.
“Ini kamarnya, Pak,” Heri membukakan pintu kamar sambil tersenyum ramah.
Tanpa berterima kasih, mereka langsung masuk ke dalam kamar itu. Heri seperti sudah biasa menerima perlakuan seperti itu dari tamu, dia pun beranjak pergi. Ia kembali berjaga bersama di meja resepsionis bersama Tiara, rekan kerjanya. Sesaat kemudian, ia melihat sesuatu tergeletak di lantai; itu jelas dompet.
“Tiara, ada dompet tuh,” tunjuk Heri sambil menyenggol Tiara yang sedang mengantuk.
“Wah, itu pasti punya tamu barusan,” Tiara bangkit dari tempat duduknya lalu mengambil dompet tersebut. Ia membuka dompet itu lalu mencomot sebuah KTP dari dalamnya. Tiara memperhatikan foto KTP tersebut, wajahnya sama persis dengan tamu yang datang barusan.
ADVERTISEMENT
“Ini punya si bapak yang barusan check in. Sana antarkan,” suruh Tiara pada Heri.
Heri berdecak kesal, “Kenapa nggak lu aja sih,” kata Heri.
“Malas gua. Lu aja sana sekalian, tadi kan elu yang antar mereka ke kamar.”
“Biar gua panggil room service aja,” kata Heri sambil meraih telepon, tapi tidak ada satu orang pun yang menjawab teleponnya.
“Sialan pada ke mana sih,” ia menutup telepon itu.
“Udah lu aja sana, cuman nganterin dompet doang. Siapa tahu lu dapat uang tip,” Tiara memaksa.
Akhirnya Heri mengalah, dia meraih dompet itu lalu beranjak dari meja resepsionis. Setibanya di depan kamar nomor 111, ia heran kenapa pintu kamarnya tidak dikunci, pintu itu terbuka sedikit, mungkin sejengkal tangan. Dari dala kamar, Heri mendengar suara erangan seorang wanita dan desah dua orang lelaki.
ADVERTISEMENT
“Bangsat,” gumam Heri sambil menggelengkan kepala.
Ia urung mengetuk pintu itu lalu melangkah lagi menuju lift. Heri akan tunggu dua jam lagi setelah mereka selesai bermain. Saat Heri menunggu lift, tiba-tiba ia mendengar jeritan wanita seperti dipukuli dari dalam kamar nomor 111. Beberapa kali wanita itu menjerit, suaranya terdengar sangat keras.
Heri tidak punya nyali untuk melihat apa yang sedang terjadi. Dalam satu jeritan terakhir, terdengar suara berdebam seperti benda tumpul yang dihantamkan ke tubuh. Setelah itu, jeritan tidak lagi terdengar. Buru-buru Heri masuk ke dalam lift.
Di lobi, lelaki itu heboh menceritakan apa yang didengarnya barusan. Tiara tampak tidak peduli, kedua matanya mengantuk. Tiara bilang, jangan terlalu mencampuri urusan orang. Wanita itu tahu kalau hotel ini memang sering digunakan sebagai tempat prostitusi.
ADVERTISEMENT
“Ra, kita harus lapor. Itu cewek tadi kayak dianiaya.”
“Udah jangan pusing-pusing. Kita di sini hanya resepsionis,” Tiara kembali tidur di atas meja.
Selang beberapa saat, dua lekaki muncul dari lift dan langsung menghampiri resepsionis.
“Teman kami masih di kamar. Besok dia baru check out,” ujar salah satu dari mereka lalu pergi begitu saja.
“Oh..., ia Pak. Ini dompet bapak tadi jatuh di lantai,” ragu-ragu Heri menyerahkan dompet itu, lelaki berkepala botak plontos mengambilnya dan lagi-lagi tanpa ucapan terima kasih. Mereka pun pergi dari hotel.
“Itu mereka orangnya, Ra,” Heri menunjuk ke arah dua lelaki itu.
“Hus! udah jangan tunjuk-tunjuk.”
“Tiara, bagaimana kalau cewek tadi udah mati?” Heri ketakutan, ia menyentuh bahu Tiara.
ADVERTISEMENT
“Kan dua cowok tadi udah bilang kalau si cewek masih di dalam kamar.”
“Periksa yuk?” ajak Heri.
“Nggak ah. Udah jangan parnoan gitu,” Tiara semakin kesal, ia menggibaskan tangan Heri dari bahunya.
Tiba-tiba telepon berdering, Heri segera mengangkatnya.
“Dengan Resepsionis, ada yang dapat kami bantu?”
“Hai, aku pesan nasi goreng dong,” terdengar suara imut dari seberang telepon.
“Baik, antar ke kamar nomor berapa, ya?” tanya Heri sambil mencatat pesanan.
“Nomor 111,” saat mendengarnya, hati Heri lega. Ternyata benar kata Tiara kalau wanita itu masih hidup.
“Ada lagi yang mau dipesan?”
“Sama jus jeruk.”
“Baik,” Heri kembali mencatat pesanan.
Setelah telepon ditutup, Heri langsung menghubungi room service untuk memproses makanan yang dipesan wanita itu. Beberapa saat kemudian, nasi goreng berhasil diantarkan oleh petugas, tapi Heri masih penasaran dengan kondisi wanita itu.
ADVERTISEMENT
“Eh, Ndre. Lu tadi antar makanan ke kamar nomor 111, ya? Gimana keadaan cewek itu?”
“Dia baik-baik aja, kok. Katanya dia juga mau renang,” jelas Andre, petugas room service.
“Berenang? Malam-malam begini?” Heri mengerutkan dahi.
“Iya,” Andre mengangguk.
“Bisa antar aku ke kolam ranang, nggak?” sebelum mereka selesai bercakap, seorang wanita muncul dari lift. Ia sudah mengenakan bikini yang diselimuti handuk kimono.
“Oh, baik Bu.” Andre dengan sigap menghampiri wanita itu lalu mengantarnya ke kolam renang.
Heri mengikuti dari belakang, diperhatikannya wanita yang sedang berenang itu. Jarang sekali ada tamu yang mau berenang tengah malam seperti ini. Entah kenapa, Heri masih penasaran. Ia naik ke lantai dua lalu buru-buru menghampiri kamar nomor 111.
ADVERTISEMENT
Kali ini, pintunya terbuka lebar. Dan... betapa terkejutnya Heri saat melihat mayat wanita terkapar di atas kasur. Mayat itu melotot, kepalanya retak seperti habis dihantam benda tumpul, darah membasahi tempat tidur.
Buru-buru Heri lari ke ujung koridor, ia menyibakkan tirai jendela kaca yang mengarah langsung ke kolam renang di belakang hotel. Dilihatnya wanita itu masih asyik main air di kolam renang. Padahal, jelas-jelas wanita itu sudah mati.
Saat Heri masih tercengang dengan apa yang dilihatnya, tiba-tiba pintu kamar nomor 111 tertutup sendiri dengan keras, seperti ada yang membantingnya. Sontak saja, Heri lari kocar-kacir sambil berteriak minta tolong.
Nantikan cerita horor Hotel Bekas Pembunuhan selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
ADVERTISEMENT