Mbah Ngesot

Ilmu Begal: Kematian di Lampung (Part 1)

14 Mei 2020 14:08 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilmu Begal. Foto: Masayu Antarnusa
zoom-in-whitePerbesar
Ilmu Begal. Foto: Masayu Antarnusa
ADVERTISEMENT
Di tengah kebun karet, berdiri sebuah rumah panggung yang atapnya terbuat dari rumbia, dindingnya bilik bambu, dan lantainya papan kayu. Tidak ada listrik yang dialirkan ke rumah tersebut. Setiap malam penghuninya menggunakan lampu canting sebagai penerang. Hanya ada satu rumah di sana yang dihuni oleh seorang pekerja perkebunan karet beserta istrinya.
ADVERTISEMENT
Malam itu seekor anjing hitam sedang tidur nyenyak di kolong rumah panggung. Namun, tidurnya terusik saat mendengar suara jeritan Nurimah, wanita yang sedang hamil besar. Jamal sang suami panik, ia tahu kalau istrinya akan melahirkan. Terlalu berisiko kalau ia membawa istrinya menuju perkampungan, satu-satunya cara adalah menjemput bidan dan membawanya ke rumah Jamal.
"Bertahanlah Nurimah, aku mau cari bidan dulu," Jamal membaringkan istrinya di atas kasur butut yang sudah banyak tambalan.
Nurimah tidak bisa berkata apa pun. Perutnya merasa perih seperti ditusuk puluhan pedang hingga menembus ulu hati. Air mata hangat menetes sedikit demi sedikit membasahi pipinya. Ia memandangi Jamal yang pergi meninggalkannya.
Lengan Nurimah perlahan terangkat, menggapai-gapai ke arah pintu, meminta agar Jamal tidak pergi. Nurimah ditinggalkan sendirian, hanya ditemani lampu cantik dan suara jangkrik yang bersahutan dengan erangan Nurimah.
ADVERTISEMENT
Jamal menyalakan mesin motor bebeknya. Dia tancap gas, menerobos jalan setapak yang licin karena tadi sore hujan turun dengan sangat lebat. Motor keluaran tahun 2002 itu menerjang semak yang menjuntai di sisi jalan setapak. Kedua kaki Jamal harus menahan motor itu kalau sesekali ban belakangnya tergelincir.
Akhirnya motor Jamal tiba di jalan aspal menuju perkampungan. Jalanan sepi, membentang pohon-pohon karet di pinggir jalan. Tidak ada satu pun rumah warga yang dapat dijumpai di sana. Jangan harap ada lampu jalan, hanya ada cahaya lampu motor Jamal dan cahaya bulan yang temaram.
Jamal ngebut. Tubuhnya menggigil karena hanya mengenakan kaus tipis dan celana pendek selutut. Rambutnya yang ikal berayun-ayun diterpa angin, sesekali ia mengusap kumis tebalnya, matanya memicing, ia fokus memperhatikan jalanan.
ADVERTISEMENT
Dari kejauhan cahaya motornya menyinari sesosok wanita yang berbaring di tengah jalan. Jamal mengerutkan dahi, ia heran kenapa ada wanita tiduran di tengah jalan. Motor yang Jamal kendarai perlahan melambat dan akhirnya berhenti di depan wanita itu.
Jamal turun dari motor. Perlahan mendekati wanita tersebut dengan hati-hati, namun tanpa Jamal duga dari balik pepohonan muncul tiga orang lelaki berbadan besar, mereka semua membawa parang dan menghampiri Jamal.
"Kunci motornya?" Abe mengacungkan parang ke arah Jamal.
"Jangan. Saya mohon, saya juga orang Lampung, jangan begal saya. istri saya mau melahirkan dan saya harus segera jemput bidan," Jamal mengangkat tangannya, enggan menyerahkan kunci motor. Abe lalu melirik ke temannya, memberi sebuah isyarat.
ADVERTISEMENT
Dua orang dari mereka memegangi tubuh Jamal. Jelas saja Jamal berontak, ia menendang salah satu dari mereka dengan keras. Wanita yang tadi terbaring di jalanan, kini merampas kunci motor dari kantong celana Jamal.
Karena jengkel melihat tingkah Jamal, Abe menusukkan parang tepat ke perut lelaki itu. Darah keluar dari mulut Jamal, matanya melotot. Ia tersungkur, kepalanya membentur aspal, kedua tangannya memegangi parang yang menancap di perutnya hingga menembus punggung.
Darah mengalir perlahan dari perutnya, membasahi aspal yang dingin. Abe berboncengan dengan wanita tadi, membawa motor Jamal, sedangkan dua orang lainnya mengeluarkan motor milik mereka yang disembunyikan di semak-semak pinggir jalan.
Sekarang nyawa Jamal ada di tenggorokan, napasnya satu-satu. Hingga akhirnya, ia tewas dengan menyedihkan. Tidak ada satu kendaraan pun yang melintas. Jamal seperti hewan yang dibunuh dan dibiarkan begitu saja di tengah jalan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu di rumah panggung, Nurimah tidak berhenti mengerang. Ia berusaha untuk mengeluarkan jabang bayi dari dalam perutnya, tapi usahanya sia-sia. Bayi itu tetap tidak mau keluar. Nurimah menangis, ia hampir kehabisan tenaga.
Saat Nurimah sedang berjuang, tiba-tiba terdengar suara lantai papan berderit. Ada langkah kaki yang mendekat, Nurimah yang sudah kewalahan menahan rasa sakit berusaha melirik ke arah pintu kamar. Di sana muncul Jamal, suaminya yang ia tunggu-tunggu. Anehnya, Nuurimah tidak mendengar suara motor yang datang, tapi suaminya itu sudah ada di kamar dan tanpa membawa ibu bidan.
Tanpa berkata apa pun, Jamal membantu istrinya melahirkan. Dipijatnya perut Nurimah perlahan. Nurimah mengeluarkan semua sisa tenaganya, mendorong jabang bayi agar cepat keluar. Selang beberapa saat, terdengar suara tangisan bayi.
ADVERTISEMENT
Bayi itu lahir dengan sehat. Wajah Nurimah penuh keringat, matanya sayup, ia menatap langit-langit kamar. Bayi yang baru lahir digendong oleh Jamal, tali ari-arinya menjuntai belum dipotong. Jamal mendekat ke jendela kamar sambil menimang-nimang bayi yang terus menangis.
Jendela kamarnya dibuka. Nurimah menoleh ke suaminya yang sedari tadi tidak berkata apa pun. Lelaki itu mendongak ke langit malam, dalam sekejap tubuhnya berubah menjadi sosok wanita berambut panjang dan mengenakan baju putih. Ia terbang, melesat melalui jendela kamar sambil tertawa cekikikan membawa si jabang bayi.
"Anakku!" teriak Nurimah, lengannya menggapai ke arah jendela.
Nantikan cerita Ilmu Begal selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten