Mbah Ngesot

Jaran Goyang 2: Bebas dari Penjara (Part 1)

22 Maret 2020 16:44 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jaran Goyang 2. Foto: Massayu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jaran Goyang 2. Foto: Massayu/kumparan
ADVERTISEMENT
Ahmad berjalan sempoyongan di dalam pasar tradisional yang sepi, melintasi pertokoan yang sudah tutup. Suasana pasar itu remang, hanya ada beberapa lampu lima watt yang menyinari. Kawanan kucing kampung berlarian kabur karena terusik oleh langkah Ahmad yang tidak teratur. Lengan kanannya menggenggam sebotol bir, wajahnya kumal, rambunya gondrong berantakan. Kaus hijau polos yang ia pakai mengeluarkan bau apek yang pastinya membuat siapa pun akan mual kalau menciumnya.
ADVERTISEMENT
Celana yang Ahmad pakai juga tidak kalah baunya. Itu celana kolor berlambang Juventus yang sudah satu minggu tidak dicuci. Tidak ada yang baru dari pakaiannya kecuali sendal jepit yang tadi siang baru ia curi dari masjid. Ahmad baru selesai main judi, ia kalah telak bahkan berhutang satu juta pada rekannya. Uang hasil mencopet tadi siang ludes digunakan untuk berjudi dan beli bir. Pada awal permainan, Ahmad selalu menang, namun semakin lama dia malah semakin kalah.
Ahmad muntah, terlalu banyak bir yang ia minum. Dari kejauhan terdengar sayup langkah gerombolan orang tergesa mendekat ke arah Ahmad. Ia menoleh ke belakang, kemudian menggelengkan kepala. Sialan! Gumamnya dalam hati. Sebelum beranjak dari karpet judi, Ahmad sempat-sempatnya mencuri uang milik bandar.
ADVERTISEMENT
“Itu dia!” teriak salah seorang dari mereka.
Mereka berlari menghampiri Ahmad. Ada lima orang, masing-masing membawa senjata untuk menghajar si Ahmad. Mereka membawa kayu dan botol bir. Ahmad berusaha lari, tapi langkahnya sempoyongan lantas ambruk begitu saja. Lelaki yang kepalanya botak plontos dan berjaket hitam menjadi orang pertama yang memukul Ahmad dengan botol hingga pecah. Kepala Ahmad berdarah, ia terkapar tidak berdaya.
Melihat Ahmad masih sadar, mereka langsung memukulinya dengan kayu hingga berdebam-debam. Ahmad berteriak kesakitan, meminta tolong tapi tidak ada yang mendengarnya kecuali kawanan kucing yang sama sekali tidak peduli. Wajahnya bonyok, kaki dan tangannya memar, ia memuntahkan darah kental.
“Mampus kau bajingan!” kata salah seorang dari mereka.
ADVERTISEMENT
Setelah dirasa puas, mereka meninggalkan Ahmad yang tergolek tidak berdaya di depan emper toko kelontong. Napasnya terengah-engah, wajahnya tak berupa penuh benjolan dan luka memar, bibirnya berdarah. Ahmad yang malang, setelah dua tahun bebas dari penjara, ia tidak punya siapa-siapa lagi. Ibunya sudah meninggal, rumah di kampung ia jual untuk biaya hidupnya di kota. Niatnya ingin memulai hidup baru, tapi ia tak kunjung dapat pekerjaan hingga menjadi gelandangan seperti itu.
***
Keesokan paginya, seseorang mengguyur wajah Ahmad. Seorang emak-emak penjual ikan marah-marah karena banyak darah tercecer di lapaknya.
“Woi! Bangun nggak, lu?!”
"Woi!"
Ahmad membuka kelopak matanya yang terasa berat. Kepalanya sangat sakit, sekujur tubuhnya tidak dapat digerakkan. Dua orang lelaki yang juga pedagang di pasar itu menggotong paksa tubuh Ahmad, bukan untuk dibawa ke rumah sakit atau dilaporkan ke polisi.
ADVERTISEMENT
Mereka seperti membuang sampah saja, tubuh Ahmad di letakkan di halaman belakang pasar yang biasa menjadi tempat pembuangan sampah. Hal itu sudah biasa dilakukan, banyak orang yang mabuk lalu berkelahi di pasar itu saat malam, paginya para penjual di pasar itu akan membuangnya di tempat sampah. Ahmad tidak sanggup bangun, ia malah tidur pulas.
Sorenya, Ahmad kembali tersadar. Tubuhnya mulai bisa dipaksakan berdiri, tangannya perlahan meraba-raba kantong celana seakan sedang memeriksa sesuatu yang sangat berharga. Sebuah foto dikeluarkan dari kantong, itu foto Mila. Ahmad tersenyum, untungnya foto Mila masih ada. Lelaki malang itu sangat rindu pada Mila, setelah ia keluar dari penjara, hal pertama yang ia lakukan saat itu adalah pergi ke Gunung Kawi untuk mencari istrinya. Namun, Mila tidak ada di sana. Dan, Ahmad baru menyadari, kenapa ia terlalu bodoh sampai-sampai bisa percaya pada sebuah mimpi.
ADVERTISEMENT
Ahmad menarik napas, ia membersihkan serpihan sampah yang menempel di bajunya. Entah hari ini dia mau ke mana. Langkahnya masih tertatih-tatih, baru lima kali melangkah tubuhnya ambruk lagi. Tidak ada satu orang pun yang peduli pada gelandangan sepertinya, Ahmad coba bangkit lagi. Dan... saat itu juga matanya yang masih bonyok melihat sesosok wanita yang mirip dengan Mila. Wanita itu sedang membeli sayuran di pedagang kaki lima. Ahmad terkejut, dari pandangan Ahmad, jelas sekali wanita itu adalah Mila.
"Istriku...," desis Ahmad.
Nantikan cerita Jaran Goyang 2 selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten