Ilustrasi Cerita Horor

Jaran Goyang 2: Mila Masih Hidup (Part 5)

25 Maret 2020 18:55 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cerita horor 'Jaran Goyang 2: Mila Masih Hidu (Foto: Masayu Antarnusa)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerita horor 'Jaran Goyang 2: Mila Masih Hidu (Foto: Masayu Antarnusa)
ADVERTISEMENT
Di depan mobil ada tiga bola api yang tiba-tiba menyambar ke arah kaca mereka. Mereka berteriak, Mufti langsung tancap gas. Ia semakin mempercepat laju mobilnya.
ADVERTISEMENT
Selang beberapa menit, akhirnya mereka tiba di gunung Kawi. Mufti dan Wildan langsung membawa Parman ke Mbah Karyo, seorang dukun sakti.
Mereka disambut dengan ramah oleh Mbah Karyo. Rumahnya sangat sederhana. Dindingnya terbuat dari kayu dan lantainya disemen. Tidak ada sofa di rumah itu. Mbah Karyo menggelar tikar dan mempersilakan mereka duduk di atasnya.
Dari pintu dapur, Muncul Mbok Ibah, istri Mbah Karyo yang sudah bungkuk. Langkahnya pelan dan patah-patah. Ia membawa teko kecil berisi air putih dan beberapa gelas bermotif bunga di atas nampan.
“Mari diminum dulu airnya,” kata Mbok Ibah degan logat Jawa yang kental. Ketiga lelaki itu mengangguk ramah.
“Jadi maksud kedatangan kami kemari untuk meminta bantuan Mbah Karyo. Ini teman saya namanya Mas Parman, Mbah. Anaknya korban ilmu pelet. Dan, sekarang menghilang,” jelas Mufti.
ADVERTISEMENT
Mbah Karyo menghisap rokok kreteknya. Asap mengepul memenuhi wajahnya yang sudah keriput.
“Hmm... anakmu masih hidup,” kata Mbah Karyo, singkat.
“Iya, Mbah. Kata orang yang pelet anak saya, sekarang anak saya ada di gunung Kawi.”
“Sebentar!” Mbah Karyo memejamkan mata. Telunjuknya ditempelkan di kening.
“Dia ada di alam gaib. Ada dukun yang menumbalkannya.”
“Lalu saya harus bagaimana, Mbah?”
“Kau harus menjemputnya ke alam gaib."
***
Tepat jam 02.00 dini hari, Parman melakukan ritual mandi kembang untuk masuk ke alam gaib. Ia bertelanjang badan dan hanya mengenakan celana panjang berwarna hitam saja. Kedua temannya menyaksikan ritual itu. Mbah Karyo membaca tembang berbahasa Jawa yang tidak mereka pahami.
Sesekali ia mengambil rokoknya, lalu menghisapnya. Asap rokok ditiupkan ke kepala Parman.
ADVERTISEMENT
“Ingat Parman. Saat kau masuk ke alam gaib dan melihat anakmu di sana. Lekas tarik lengannya dan jangan menoleh ke belakang.”
“Baik, Mbah.”
Dalam sekejap mata, Parman menghilang. Kedua temannya terkejut melihat kejadian itu.
“Apa Mas Parman akan baik-baik saja, Mbah?”
“Tenang saja! Dia pasti kembali. Aku akan bantu dari sini."
Di alam gaib, Parman mendapati dirinya sedang berdiri di sebuah pasar. Pasar tersebut dijejali orang-orang yang berpakaian seperti pada zaman kerajaan. Perempuannya mengenakan kain batik yang dijadikan tapeh (semacam rok). Mereka juga mengenakan baju kebaya jadul.
Sementara itu, para lelaki menggunakan blangkon dan celana cingkrang warna hitam. Sebagian dari mereka mengenakan baju. Tapi, ada juga yang bertelanjang badan dan hanya mengenakan celana saja. Mereka semua nyeker alias tanpa alas kaki.
ADVERTISEMENT
Parman celingukan. Apakah ini alam gaib? Kenapa ramai sekali? Hatinya bertanya-tanya. Parman melangkah menuju kerumunan orang. Di sekelilingnya, orang-orang sibuk bertransaksi. Ada yang membeli buah-buahan juga sayuran. Tapi Parman tidak melihat ada anak-anak di sana.
Tak lama kemudian, terdengar suara gamelan ditabuh. Ada iring-iringan manusia muncul di tengah keramaian pasar. Mereka menggotong sebuah saung kecil. Di saung itu ada seorang gadis cantik sedang duduk dengan tenang menyaksikan suasana pasar.
Parman terkejut. Sebab, apa yang dia lihat tidak lain adalah Mila, anaknya sendiri. Mila didandani seperti pengantin Jawa. Tapi, tatapannya kosong dengan senyum tipis di bibir. Sesekali ia mengangguk saat orang melemparinya dengan bunga.
“Mila...!” Parman berlari mendekati iring-iringan itu.
___
ADVERTISEMENT
Nantikan cerita Jaran Goyang 2 selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten