Mbah Ngesot

Jaran Goyang: Patah Hati (Part 3)

27 Januari 2020 11:40 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jaran Goyang Foto: Masayu Antarnusa
zoom-in-whitePerbesar
Jaran Goyang Foto: Masayu Antarnusa
ADVERTISEMENT
Ahmad kehilangan pekerjaannya. Ia dipecat lantaran tidak masuk kerja selama seminggu berturut-turut tanpa kabar. Ia mengurung diri di dalam kamar kosnya. Badannya semakin kurus, garis tulang rusuknya terlihat jelas. Setiap malam, ia begadang dan menangis sendiri di kamar mandi. Kamarnya berantakan, foto-foto Mila masih menempel pada dinding kamarnya. Seprai kasur bergambarkan wajah Mila sudah tidak ia cuci selama seminggu sehingga menimbulkan bau apek yang menjijikan. Sarung bantal yang juga bergambar wajah Mila sudah penuh dengan garis-garis bekas ilernya. Kamarnya pengap, bau, dan remang.
ADVERTISEMENT
Bukan satu atau dua kali, Ahmad mencoba untuk bunuh diri, tapi nyalinya belum sanggup melakukan itu. Selalu gagal dan selalu takut. Ia teringat hal-hal indah selama berjuang mendekati Mila. Ia juga teringat wajah cantiknya Mila. Kemudian, ia menangis lagi. Ahmad duduk di tepi tempat tidurnya, ia hanya mengenakan celana kolor. Badannya tidak terurus, kukunya hitam, rambutnya acak-acakan, bau keringat, entah sudah berapa hari dia tidak mandi.
Tiba-tiba handphone-nya berbunyi, sebuah telepon dari Tatang, sahabatnya.
"Boi! Masih galau, lu?"
"Iya, Tang."
"Yaelah, udah sih cari yang lain masih banyak, Mad."
"Nggak tahu nih. Perasaan gua ke dia dalem banget."
"Lu mendingan pulang dulu. Kita cari solusinya," saran Tatang.
ADVERTISEMENT
"Gua mau mati aja, Tang."
"Kalau lu mati. Terus elu gentayangan di rumah si Mila. Tiap hari lu bakal liat kemesraan Mila sama suaminya. Terus galau lagi, lu mau jadi setan galau? Udah jadi setan mana bisa bunuh diri lagi coba. Pasti lu bakal kesiksa, Bro."
"Iya juga sih," timpal Ahmad dengan lesu.
"Mendingan lu balik dulu aja. Udah lama juga lu nggak pulang kampung."
"Iya deh, besok gua balik. Lagian, gua udah nggak punya kerjaan lagi di Jakarta."
"Lu resign?"
"Dipecat, Tang."
"Kenapa?"
"Gua bolos seminggu."
"Yaelah bego banget sih lu. Pasti gara-gara galau lu ini nih."
"Iya."
***
Besoknya, Ahmad berkemas. Mungkin saja ia tidak akan pernah datang lagi ke Jakarta. Ahmad harus menempuh perjalanan lima jam menuju kampung halamannya. Secara tidak sengaja di dalam bus, ia bersebelahan dengan seorang lelaki paruh baya yang mengenakan jaket hitam. Ia berdeham lalu berbasa-basi kepada Ahmad.
ADVERTISEMENT
"Kamu kelihatannya sedang sedih sekali, Nak."
Tiba-tiba lelaki itu membuka obrolan.
Ahmad menoleh sesaat. Ia tidak menjawab, hanya tersenyum tipis.
"Biasanya kalau anak muda sepertimu sedih kayak gini. Ya, pasti urusan cinta."
Ahmad tetap terdiam.
"Memang Mila itu wanita yang cantik," lanjut lelaki paruh baya di sampingnya.
Ahmad seketika terkejut bukan kepalang. Dari mana lelaki itu tahu tentang Mila?
"Bapak tahu Mila dari mana?"
Bus yang mereka tumpangi melintasi jalan rusak, sehingga bergoyang-goyang. Ahmad berpegangan ke kursi di depannya sambil terus menatap lelaki misterius di sampingnya.
"Begini, Abah punya pelet jitu dan kalau kamu mau silakan datang saja ke kampung Situ Gede. Abah tinggal di sana."
Ahmad mengerutkan keningnya.
ADVERTISEMENT
"Panggil saja aku Abah Quir."
Abah Quir memberhentikan laju bus. Ia sudah tiba di tujuannya.
"Aku turun di sini."
"Abah belum jawab. Dari mana Abah tahu tentang Mila?"
"Bukan hanya sekadar tahu, tapi aku bisa membuatnya jatuh cinta kepadamu, Ahmad."
Belum terjawab satu pertanyaan. Kini Ahmad semakin dibuat kebingungan. Dari mana Abah Quir tahu kalau namanya adalah Ahmad?
Nantikan cerita Jaran Goyang selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten