lechuza1 (1).jpg

Kisah Dewi, sang Arwah Penasaran: Salam untuk Hanif

1 November 2019 20:11 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi
ADVERTISEMENT
Dewi mengangkat bahunya.
“Masjid dan pesantren itu bercat warna hijau. Di gapura terdapat lambing seperti pedang kecil. Pokoknya di daerah Kediri, dekat rumahku. Maaf, aku tidak bisa mengingat alamat lengkapnya," jelas Dewi.
ADVERTISEMENT
Aku menepuk jidatku pelan, lalu mengusap wajahku dengan perasaan gusar.
“Maaf, Dewi. Sepertinya aku tidak bisa membantumu. Aku bahkan tidak yakin ini nyata. Aku sepertinya harus segera pergi dari sini,” kataku kepadanya.
Dewi menatapku dengan tatapan sedih dan kecewa. Ia lalu mengungkapkan bahwa aku adalah orang ketiga yang menolak permintaannya.
"Aku berharap banyak darimu. Tolong aku, aku tidak tahu harus ke mana lagi, aku ingin tenang dan tidak seperti ini. Aku sayang hanif," katanya, memelas.
Aku tahu Dewi tengah berusaha membujukku. Aku juga tahu bahwa dia sangat ingin bicara banyak hal kepada Hanif. Ia lalu berandai apabila dirinya bisa hidup kembali. Tidak dalam waktu yang lama, bahkan satu jam saja menurutnya cukup untuk kemudian mati lagi yang kedua kalinya.
ADVERTISEMENT
Dewi terisak-isak. Aku tidak tega menyaksikannya seperti itu. Sampai pada akhirnya mataku pun ikut berlinang. Aku ingin sekali menyentuhnya, mengusap punggungnya, dan memberikan dukungan. Tapi, sepertinya jika aku menyentuhnya, aku akan merasakan kesedihan dan cerita-cerita kelam Dewi yang tidak ingin aku rasakan atau ketahui. Lagipula, memberi dukungan untuk mahluk halus menurutku merupakan hal yang sangat konyol.
“Dewi, maaf sekali. Aku bukannya tidak mau bantu. Tapi ini sulit dilakukan. Masjid dan pesantren dengan ciri-ciri yang kamu sebutkan di Kediri mungkin ada ribuan. Mungkin bisa puluhan tahun untuk menemukannya. Lagipula, Hanif udah berkeluarga," jelasku.
Aku menghentikan kalimatku. Kulihat raut wajahnya lamat-lamat. Wajahnya masih tetap sama, memelas.
Lanjutku, "Hanif sudah bahagia. Kasihan anaknya, masih balita. Jika melihat maKhluk halus bisa sakit. Jika anaknya sakit, Hanif akan sedih."
ADVERTISEMENT
Dunia Hanif dan Dewi sudah berbeda. Aku hanya ingin Dewi mengikhlaskan Hanif. Sebab, jika tidak, itu justru akan membuat jalan Dewi tertahan karena hatinya sendiri. Itu juga menyakiti dirinya sendiri. Padahal, ibu dan ayahnya rajin mengirimkan doa.
ilustrasi
Tidak ada sepatah kata pun yang terucap dari mulut Dewi. Ia menggerakkan tangannya, lalu mencengkeram pergelangan tanganku. Aku berusaha melepaskannya, namun semakin kuat ku mencoba, semakin keras pula cengkeramannya. Wajahnya kembali memucat.
“Apa ini ucapan terima kasih? Bagus sekali memang kaum jin seperti kalian ini,” kataku kemudian.
Dalam sepersekian detik, kepalaku berputar. Aku merasa seperti melihat rentetan film lama yang disetel dengan kecepatan tinggi. Melihat berbagai hal yang menenangkan hati, melihat sosok laki-laki menggunakan peci hitam dengan hidungnya yang mancung, berkulit putih, bola matanya berwarna cokelat muda, matanya teduh sekali dan dihias oleh bulu mata panjangnya, serta ia punya seperti bercak kecokelatan di kening sebelah kiri atas.
ADVERTISEMENT
“Jika kita berjodoh, kamu harus berhijab,” suaranya terdengar halus-lembut dan berputar-putar dengan campuran suara-suara dari rekaman kenangan lainnya antara Dewi dan Hanif.
Perasaanku campur aduk. Aku merasakan kebahagiaan, kesedihan, hingga rasa mual yang berkecamuk.
Kemudian Dewi melepas tanganku. Seketika itu juga aku sudah sendirian di ruangan itu. Untungnya, Dewi tidak menunjukkan sampai ke bagian dia meninggal. Ia hanya ingin memberiku informasi tentang bagaimana Hanif dan kisahnya. Yang aku tahu, dia punya darah Arab, terlihat jelas dari fisiknya.
Aku akan terus mengingat betul pesan dari Dewi. Siapa tahu suatu hari nanti aku bisa bertemu dengan Hanif, aku akan menyampaikan ini semua. Entah secara langsung ataupun melalui media sosial. Siapa pun yang membaca ini, aku serius. Sampaikan pesanku untuk Hanif: baca tulisan ini hingga habis.
ADVERTISEMENT
***
Senang membaca kisah horor seperti ini, klik tombol subscribe untuk mendapat notifikasi setiap ada cerita horor terbaru dari Mbah Ngesot.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten