OjolF.png

Kisah Kesurupan Massal: Ada yang Berbeda dengan Yuni

8 November 2019 18:32 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi
ADVERTISEMENT
Yuni dan satu temanku yang lain sudah tampak tertidur pulas kelelahan. Aku memutar badanku berkali-kali ke kanan dan ke kiri dengan gelisah.
ADVERTISEMENT
“Lin, kok belum tidur?” Teriak Yuni. Suaranya sukses membuat jantungku hampir copot.
“Yun, aku takut. Aku pengen pulang,” kataku, menjawab Yuni dengan jujur sambil menggigit bibir pelan.
“Ih, kamu takut apa? Setan? Oalah Lin, makanya kamu jangan kebanyakan nonton film horor. Setan itu gak ada Lin. Itu cuma sugesti kamu aja. Sekarang kamu tidur ya,” jelas Yuni sambil membenarkan lagi posisi bantalnya. Ia lalu kembali menutup matanya.
Ucapan Yuni tidak membuat rasa takutku terobati sedikitpun. Tapi, mungkin ada benarnya juga. Mungkin hanya perasaaanku saja. Aku pun berusaha menutup mata berkali-kali, tapi gagal terlelap.
Aku melihat Yuni. Ia tidur berhadapan denganku. Namun, tiba-tiba matanya terbuka lebar. Matanya yang terbelalak memandangiku lekat-lekat.
ADVERTISEMENT
“Yun!” ucapku. Namun, Yuni tidak menyahut. Ia masih memandangiku. Itu membuat rasa takut kian menjadi.
“Yun! Jngan bercanda dong". Aku merengek sambil menggoyangkan tubuhnya pelan. Badannya dingin dan keras. Sesaat kemudian Yuni menyeringai lebar dan itu cukup membuatku ngeri.
Bola matanya kini berwarna putih seutuhnya. Yuni tertawa terbahak-bahak. Itu seperti suara lengkingan perempuan yang sukses membuatku berteriak histeris. Aku semakin ngeri saat temanku satunya yang juga tidur bersebelahan dengan Yuni tertawa cekikikan seperti halnya Yuni.
Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka berdua. Aku hanya bisa ketakutan di ujung kasur melihat Yuni menggeliat dari posisi tidurnya dan melakukan gerakan seperti menyisir pelan rambutnya sambil bersenandung. Sementara itu, temanku satu lagi juga tertawa sambil melotot dan menunjuk-nunjuk galak ke arahku.
ADVERTISEMENT
Tidak lama, segerombolan senior dan teman-teman menghampiri kamar kami. Mereka menghampiri Yuni dan temanku satunya lagi. Tampak bapak pemandu yang dari kemarin menemani kami berusaha menenangkan kedua temanku itu yang akhirnya kuketahui kesurupan.
Tubuhku gemetaran tidak karuan. Aku mematung tidak bergeming melihat Yuni kesakitan sambil berteriak kepanasan ketika mendengar doa-doa yang dilantunkan oleh si Bapak itu.
Ketika prosesi itu berlangsung, justru kesurupan itu seperti menular. Setidaknya mungkin ada lebih dari sepuluh orang. Mereka semua lalu dibawa ke aula dan di doakan secara bersamaan dengan bantuan para senior laki-laki.
Untungnya, aku tidak ikut kesurupan. Namun, tidak beruntungnya, aku tidak sadarkan diri ketika melihat sosok seperti pocong. Kain kafannya kusam, panjang menjuntai, dan berantakan. Pocong itu melayang dari atap aula panggung ke arah hutan belakang pondok.
ilustrasi
Keesokan harinya, kami mempercepat jadwal dan agenda agar bisa pulang siang itu juga tanpa harus bermalam lagi. Kejadian semalam benar-benar sangat menyeramkan. Empat belas mahasiswi kesurupan massal.
ADVERTISEMENT
Menurut orang pintar yang dipercayai sebagai kuncen daerah itu, penyebabnya yaitu karena salah satu dari kami sedang dalam masa haid dan membuang pembalutnya sembarangan.
Yuni meminta maaf atas kejadian itu. Ternyata dia lah yang ternyata lupa untuk membersihkan dan hanya menaruh pembalut dalam kantong plastik hitam. Ditambah lagi pengakuan dari mahasiwi lain yang bilang bahwa ia juga menyemprotkan minyak wangi secara tidak sengaja saat sore hari ketika kegiatan kemahasiswaan masih berlangsung.
Ternyata, sang kuncen sempat bercerita bahwa tepat di bukit belakang pondok ini adalah jalur ghaib dari kaki Gunung Gede langsung tembus ke Gunung Papandayan. Konon, tempat ini jadi lalu-lalang para mahluk ghaib yang ingin pergi beraktivitas ke pasar setan di Gunung Gede.
ADVERTISEMENT
Maka setiap hari Selasa dan Jumat malam, diadakan acara musik kecil-kecilan dengan gamelan dan angklung. Acara tersebut digelar di aula panggung kayu, lengkap dengan satu sinden yang nembang. Ada juga sesajen yang nantinya akan disimpan di balik punggung bukit ini dengan harapan mereka tidak akan mengganggu masyarakat daerah sini dan dapat mendatangkan keberkahan.
Keberkahan yang seperti apa yang dimaksud, aku juga tidak terlalu paham. Sepertinya, lain kali aku memang harus benar-benar menerima dengan lapang dada jika mamaku tidak mengizinkanku mengikuti kegiatan bermalam seperti ini lagi.
___
Senang membaca kisah horor seperti ini, klik tombol subscribe di bawah untuk mendapat notifikasi setiap ada cerita horor terbaru dari Mbah Ngesot.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten