Scary-Woods-Desktop-Background.jpg

Kisah Kesurupan Massal: Villa di Tengah Hutan

6 November 2019 19:48 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi
ADVERTISEMENT
Hari itu menjadi yang pertama kali aku mendapat izin dari mama untuk pergi keluar rumah lebih lama, lebih tepatnya menginap. Hal itu berhasil ku dapatkan dengan segala bujuk-rayu. Selain itu aku juga melakukan jurus ampuh dari papaku untuk membuat mama memberikan izin kepadaku ikut pelatihan himpunan mahasiswa di kampus tahun ini, di daerah dekat Kebun Raya Cipanas.
ADVERTISEMENT
Aku memang bukan orang yang aktif berorganisasi atau bergaul. Sebaliknya, aku cenderung tertutup dan berbicara sebutuhnya saja. Namun, bukan berarti aku orang yang tidak menyenangkan dan tidak punya teman.
Aku punya teman dekat yang sudah akrab sejak masih SMA hingga masuk ke kampus baru ini. Namanya Yuni. Dia punya reputasi yang cukup baik sebagai mahasiswi baru.
Rambutnya panjang dan sedikit ikal di bagian ujung. Warnanya yang cokelat natural dan senyumnya yang manis, sukses menggaet banyak kaum adam sejak pertama kali masuk sebagai peserta didik baru, terutama para senior. Selain itu, Yuni juga cerdas dan sangat kritis terhadap suatu hal yang tidak sesuai dengan yang seharusnya.
Pernah suatu kali ia melawan senior karena ia diminta melakukan hal memalukan: joget bodoh di depan kelas. Namun, akhirnya hal itu berbuntut panjang dan justru senior tersebutlah yang minta maaf.
ADVERTISEMENT
Kalau aku? Mungkin aku adalah orang yang paling tidak peduli akan semua hal yang terjadi. Berbeda dengan Yuni, aku terkadang tidak mau setiap urusan jadi repot dan panjang. Ya, salah satunya saat minta izin ke orang tua untuk pergi malam ini.
Bahkan, Yuni lah yang juga turut berperan penting terkait izin mama kepadaku. Ia telah mangajukan diri sebagai jaminan agar mama memberi izin kepadaku mengikuti kegiatan pelatihan himpunan mahasiswa untuk beberapa hari.
Sebelum izin tersebut ku kantongi, aku sudah menyiapkan perlengkapan apa saja yang harus dibawa. Baju ganti, alat mandi, peralatan tulis, dan lain sebagainya. Maklum, karena ini kali pertama dalam hidupku pergi bermalam keluar selama tiga hari. Itu otomatis membuatku sangat bersemangat menyambutnya.
ADVERTISEMENT
“Linda, aku sepertinya 'dapet', nih, pada hari pertama ini” kata Yuni sambil memegangi perutnya. Lanjutnya, "Kamu bawa pembalut enggak?”
Aku merogoh ke dalam tas. Kuberikan sebungkus pembalut kepada Yuni.
“Nih! Minta izin berhenti dulu aja mobilnya ke rest area, Yun, buat ganti sekalian beli pembalut,” sahutku.
Yuni lalu berjalan menghampiri salah satu senior perempuan yang duduk di samping supir. Ia lalu mendekatkan mulutnya ke salah satu senior tersebut yang entah siapa namanya. Sesaat kemudian, mobil berbelok ke sebuah rest area lalu berhenti.
ilustrasi
Perjalanan kami belum ada setengahnya. Namun, aku sudah tidak sabar untuk bermalam di tempat yang kubayangkan akan sangat luar biasa, bersama teman-teman satu jurusan kampusku.
Aku melirik ke jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku saat tiba di lokas. Waktu menunjukkan pukul 15:32 WIB. Udara di sana masih sangat segar dan asri. Pepohonan hijau dan rindang berada di sejauh mata memandang, begitu menyejukkan mata.
ADVERTISEMENT
Itu cukup mengobati rasa mual setelah bus kami diguncang oleh kontur jalanan yang tidak rata dan berkelak-kelok tidak karuan. Ditambah lagi dengan cara menyebalkan sang sopir yang menyalip kanan-kiri yang membuat jantung serasa ingin copot.
Sumpah, aku tidak menyesal sama sekali. Aku disambut oleh pemandangan yang sangat indah dan sepoi angin yang sejuk. Kami semua lalu dibariskan di sebuah lapangan berumput dengan pemandangan danau kecil di seberang. Tidak jauh dari danau itu terdapat sebuah villa besar. Meski bangunannya sedikit tua, namun itu tidak mengurangi kesan mewah villa tersebut.
Salah satu senior berjalan maju di hadapan kami. Ia lalu mulai membacakan peraturan selama berada di sana, jadwal kegiatan, dan juga lokasi kamar tidur kami.
ADVERTISEMENT
Untuk perempuan, satu kamar di tempati maksimal tiga orang. Sementara untuk laki-laki satu kamar ditempati maksimal empat orang. Padahal, sebelumnya aku menyangka kami akan tinggal di sebuah villa megah di pojok danau indah ini.
Namun, aku dibuat heran ketika para senior menggiring kami ke jalan setapak yang sangat sempit melewati villa itu. Kami lalu masuk ke dalam sebuah hutan dengan pepohonan yang rantingnya sangat rendah, menjulur ke jalan, hingga kami harus masuk secara hati-hati. Itu membuat kami harus sedikit menunduk dan berjalan pelan.
***
Senang membaca kisah horor seperti ini, klik tombol subscribe di bawah untuk mendapat notifikasi setiap ada cerita horor terbaru dari Mbah Ngesot.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten