Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
ADVERTISEMENT
Bobi kesulitan mencari lokasi tendanya. Dia benar-benar disesatkan jin yang menyerupai Eldi. Sampai esok pagi, Bobi tidak mampu menemukan tendanya itu. Dia terus berteriak memanggil nama Ajeng. Namun, tidak ada tanda-tanda keberadaan Ajeng.
ADVERTISEMENT
Bobi jelas saja kebingungan karena semua peralatan campingnya ada di dalam ransel itu. Yang ia punya sekarang hanya senapan angin yang sudah kehabisan peluru.
“Ajeng! Ajeng!” teriaknya, memanggil nama Ajeng. Ia berteriak sambil mendongak ke langit agar suaranya menggema.
Keringat mulai membasahi wajahnya. Kondisi Bobi semakin lemah. Dari kemarin dia belum makan apa pun. Bobi terus berjalan tanpa arah, dia tidak tahu mau ke mana.
Baginya pendakian ini malah semakin rumit. Belum lagi nasib istrinya di rumah. Bobi tidak tahu apa yang terjadi dengan istrinya yang sedang hamil.
“Ampun, Nyai…,” tiba-tiba Bobi mendengar lirih suara perempuan.
Ia langsung waspada. Senapan angin yang ujungnya sudah diberi pisau ia arahkan ke depan. Bobi siap menusuk siapa pun yang mengganggunya lagi.
ADVERTISEMENT
“Ampun, Nyai!”
Bobi meruncingkan daun telinganya dengan telapak tangan kanan untuk mencari sumber suara itu. Ia pun melangkah pelan ke arah sumber suara. Semakin Bobi melangkah ke arah Barat, suara itu semakin terdengar jelas.
Ia menyibakkan semak belukar yang menghalangi pandangannya. Dari balik semak itu, Bobi melihat seorang nenek tua sedang sujud di atas tanah.
Penampilan nenek itu kacau sekali. Rambutnya yang penuh uban sangat acak-acakan. Ia mengenakan kain jarik dan berbaju kebaya yang sudah usang. Warnanya juga pudar.
Nenek itu menyadari kalau ada seseorang yang datang. Ia bangun dari sujudnya, lalu menoleh ke arah Bobi. Seketika saja Bobi mengarahkan moncong senapan ke wajah nenek itu.
“Jangan mendekat!” ancam Bobi.
ADVERTISEMENT
Namun, tatapan nenek itu kosong. Seolah tak memedulikan Bobi, dia justru terus meminta ampun kepada seseorang yang disebutnya 'Nyai'.
Bobi mundur beberapa langkah. Sebab, nenek itu terus mendekat ke arahnya.
“Semua orang di gunung ini kualat!” kata nenek itu.
Dia adalah Nyi Amah, wanita tua yang dulu pernah mengingatkan rombongan Mira agar tidak mendaki gunung Pulosari. Nyi Amah memang terkenal sebagai orang gila yang berkeliaran di kaki gunung Pulosari.
Bobi menurunkan senapannya. Ia merasa nenek yang sedang berdiri di hadapannya itu tidaklah berbahaya.
“Kualat? Kualat kenapa?” Bobi mengerutkan dahi.
“Ada yang buang darah haid sembarangan di Curug Puteri,” bentak Nyi Amah dengan ekspresi wajah mengancam. Tapi, Bobi tidak menimpali apa pun.
ADVERTISEMENT
“Nyai ratu gunung ini marah,” lanjut Nyi Amah.
“Nenek tahu di mana Mira? Keponakan saya hilang di gunung ini,” tanya Bobi.
Nenek itu malah tersenyum sambil tertawa cekikikan.
“Mira…, dia ada di alam gaib,”
“Kalau gitu saya mau masuk ke alam gaib. Bagaimana caranya?” tanya Bobi.
Seketika raut wajah Nyi Amah menjadi muram. Dia menggelengkan kepala sambil balik badan. Ia lalu pergi dari hadapan Bobi.
Bobi mengejar Nyi Amah. Tapi wanita tua itu tak peduli. Dia terus jalan sambil tertawa sendiri. Sesekali Nyi Amah memohon ampun kepada Nyai penguasa gunung Pulosari.
Setelah cukup jauh mengikuti nenek itu, akhirnya Bobi menyerah. Dia pun membiarkan Nyi Amah pergi begitu saja.
ADVERTISEMENT
Bobi mendongak ke atas pohon. Di dahan-dahan itu ada koloni monyet yang sedang bergelantungan. Bobi lalu mengembuskan napas berat dan menunduk. Perutnya semakin lapar, tenggorokannya juga kering.
Namun, saat itu juga terlintas di benaknya sebuah cara agar dia bisa masuk ke alam gaib. Ya sebuah cara yang sebenarnya cukup gila.
“Aku harus kualat,” gumam Bobi. “Ya aku harus kualat. Dengan begitu penghuni gunung ini akan membawaku ke alam gaib.”
Yang menjadi pertanyaan di benak Bobi adalah bagaimana dia bisa kualat. Ia ingin membuat makhluk halus penghuni gunung ini marah.
“Curug Puteri,” gumam Bobi, teringat sebuah tempat yang sempat disebutkan Nyai Amah.
Dia harus mencari lokasi curug itu. Tapi bagaimana dia bisa menemukan lokasi Curug Puteri? Pertanyaan bermunculan di benak Bobi.
ADVERTISEMENT
Dia pun mendongak ke langit. Di atas sana Bobi melihat kawanan burung cekakak melintas ke arah barat. Setahu Bobi, kalau burung terbang berkoloni seperti itu pasti mereka sedang menuju sumber air.
Dengan sisa tenaga yang ada, Bobi pun mengikuti arah burung itu. Ternyata cara Bobi berhasil. Tepat sebelum matahari terbenam, Bobi tiba di Curug Puteri. Dia pun mandi dan minum di curug itu. Tanpa ragu-ragu lagi Bobi sengaja buang hajat di sana.
Anehnya, setelah dia buang hajat tidak ada apa pun yang terjadi dengan dirinya. Bahkan, dia sampai berteriak menantang semua demit yang ada di curug itu. Namun, usaha Bobi nihil. Tak ada demit yang mendatanginya.
Di dekat Curug Puteri ada sebuah saung kecil. Bobi berbaring di saung itu sambil menunggu demit yang mau membawanya ke alam gaib. Tak terasa Bobi ketiduran di saung itu.
ADVERTISEMENT
Namun, saat bangun… Bobi mendapati dirinya berada di sebuah perkampungan gaib. Dia melihat orang-orang berwajah pucat sedang berlalu-lalang. Suasananya seperti di zaman kerajaan. Di sana, Bobi juga melihat kereta kuda mondar-mandir membawa penumpang.
Ia meraba lehernya. Ada tali yang melingkar di sana. Tak lama kemudian, tali itu ditarik paksa oleh seseorang. Ia memegangi ikatan tali di lehernya.
Bobi tidak dapat melihat siapa yang menyeretnya dengan paksa. Ia juga tidak tahu mau di bawa ke mana. Ia diseret melewati kerumunan orang. Dan, saat itulah mata Bobi melihat Mira sedang berdiri di pinggir jalan bersama sosok genderuwo.
***
Lain halnya yang terjadi dengan Ajeng. Pagi-pagi sekali dia sudah bangun, sedangkan sosok yang menyerupai Bobi masih tertidur pulas. Tidurnya aneh lantaran liurnya banyak sekali sampai-sampai pakaian Ajeng basah. Ajeng pun mengguncangkan punggung lelaki itu.
ADVERTISEMENT
“Mas, bangun udah siang,” kata Ajeng.
Lelaki itu bangun. Kedua matanya merah sekali.
“Kamu sakit mata, Mas?” tanya Ajeng.
“Nggak, kok,” sosok itu malah tersenyum.
“Ayo kita harus cari keponakanmu lagi, Mas. Dan, kita harus keluar dari gunung ini.”
Sosok lelaki itu bangkit. Layaknya Bobi, dia pun dengan apik membereskan kembali tenda dome, lalu memasukkannya ke dalam ransel.
Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan, tapi bukan untuk mencari Mira. Demit yang menyerupai Bobi itu punya maksud tersendiri. Malangnya Ajeng, dia diikuti demit berotak mesum.
****
Nantikan cerita horor Kualat Gunung Pulosari 2 selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: