Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
ADVERTISEMENT
Bobi masih sibuk mencari sinyal. Dia berusaha menghubungi istrinya di rumah. Sayangnya smartphone Bobi mulai kehabisan daya baterai dan mati seketika. Bobi berdecak kesal. Dia merogoh power bank dari dalam ranselnya dan ternyata power bank itu juga sudah kehabisan daya.
ADVERTISEMENT
“Kamu bawa hp?” Bobi menghentikan langkahnya. Dia menoleh kepada Ajeng.
“Bawa, tapi baterainya habis,” Ajeng mengeluarkan hp dari dalam saku celananya.
Bobi menggelengkan kepala. Tak ada cara untuk mengubungi istrinya. Dia pun kembali melanjutkan perjalanan.
“Kita mau ke mana?” tanya Ajeng.
“Sudah aku bilang kalau aku mau cari keponakanku.”
“Mas yakin dia masih hidup? Bertahan hidup di hutan nggak mudah,” timpal Ajeng.
“Lalu kenapa kau masih hidup?” tanya Bobi sambil terus jalan.
“Aku bisa berburu. Selama tersesat di gunung ini, aku makan hewan apa pun yang kujumpai, termasuk monyet,” kata Ajeng.
“Jorok kau, makan monyet,” kata Bobi tanpa menoleh pada Ajeng.
“Daripada mati kelaparan,” timpal Ajeng.
ADVERTISEMENT
Bobi menghentikan langkahnya, “Ssstt…, berhenti!” pinta Bobi.
“Ada apa?” Ajeng penasaran.
Bobi melihat ada bekas telapak kaki di atas lumpur. Tapak itu mengarah ke sebelah kanan. Dengan hati-hati Bobi dan Ajeng mengikuti tapak itu. Dari ukurannya, bekas telapak kaki itu pasti milik orang dewasa.
“Ada orang ya?” Ajeng memang banyak tanya.
“Jangan banyak tanya!” desis Bobi sambil menoleh dengan kesal pada Ajeng.
Semakin mereka mengikuti bekas telapak kaki itu, semakin terdengar sayup-sayup suara keramaian.
“Kau dengar itu?” Bobi berhenti dan menoleh pada ajeng.
“Iya, itu pasti petugas tim SAR. Asyik kita selamat!” Ajeng sumringah. Dia tak sabar ingin cepat keluar dari gunung ini.
ADVERTISEMENT
“Jangan gegabah, kita cek dulu!” saran Bobi.
Dengan sangat hati-hati mereka kembali mengikuti tapak kaki itu. Saat Bobi menyibakkan sebuah daun besar, dari sana ia melihat ada pasar yang ramai pengunjung.
“Ada pasar,” kata Bobi tanpa menoleh pada Ajeng.
“Hah!? Di tengah hutan seperti ini ada pasar?” Ajeng terheran-heran sambil mengerutkan dahi.
Kemudian Ajeng ikut mengintip dari balik daun besar, seketika Ajeng terkejut. Di pasar itu dia melihat ada tiga orang temannya yang sudah mati. Mereka sedang bertransaksi di pasar misterius itu. Dengan raut wajah ketakutan Ajeng bersembunyi lagi di belakang Bobi.
“Kenapa?” tanya Bobi.
“Ada teman saya yang udah mati, Mas. Itu pasti pasar setan.”
ADVERTISEMENT
Dan saat Bobi mengintip kembali, pandangannya terhalang oleh sebuah kaki. Ternyata ada seseorang yang berdiri di hadapan Bobi, tapi anehnya kaki itu hanya ada satu.
“Mas! Lihat, Mas!” Ajeng menepuk pundak Bobi sambil menunjuk ke atas.
Saat Bobi mendongak, dilihatnya ada sebuah kaki yang menjulang tinggi. Entah berapa meter, kaki itu hanya satu dan tanpa tubuh. Ukurannya seperti kaki orang dewasa, tapi tingginya tak wajar.
“Lari!” teriak Bobi.
Ajeng pun lari sekuat tenaga, sedangkan Bobi mengikutinya dari belakang. Bobi merasa mereka sudah jauh dari pasar setan itu. Tapi, anehnya mereka malah balik lagi ke tempat semula.
Bobi kesal. Dia sudah bosan dipermainkan seperti ini. Dia malah sengaja lari ke tengah-tengah keramaian pasar sambil menenteng senapannya.
ADVERTISEMENT
“Mas, jangan, Mas!” teriak Ajeng dari kejauhan.
Bobi sekarang berada di tengah kerumunan orang yang sedang melakukan transaksi jual-beli. Napas Bobi terengah-engah, keringat membasahi wajahnya. Bobi heran kenapa siang bolong seperti ini ada pasar setan.
“Kalian dengarkan ini! Aku tidak takut sama kalian!” Bobi menceracau, tapi orang-orang di pasar itu tidak ada yang peduli sama sekali.
Bobi menyentuh salah seorang lelaki yang sedang berdiri di dekatnya. Dan, ternyata Bobi tidak dapat menyentuh lelaki itu. Tubuh lelaki itu membias seperti embun. Bobi lalu menyentuh setiap orang yang ada di sana. Ternyata orang-orang itu juga tidak dapat Bobi sentuh.
Bobi menyerah. Dia malah menangis sambil mendongak ke langit. Wajahnya kumal dan penuh bercak lumpur.
ADVERTISEMENT
“Aku mohon tolong kembalikan Mira dan jangan ganggu keluargaku.”
Bobi merengek di tengah keramaian pasar setan. Dan, saat itu juga dari kejauhan, Bobi melihat sosok wanita yang berpakaian layaknya ratu kerjaan. Bobi ingat kalau wanita itu yang pernah ia jumpai beberapa hari lalu.
Tepat di samping wanita itu ada Mira yang sedang berdiri menatap Bobi. Mira tersenyum. Tapi, wajahnya pucat seperti orang yang sudah mati.
“Mira…,” desis Bobi.
=====
Nantikan cerita horor Kualat Gunung Pulosari 2 selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: