

ADVERTISEMENT
Kami tiba di pos parkiran Gunung Pulosari. Ada beberapa motor dan mobil yang juga terparkir di sana. Penjaga pos meminta data diri kami. Ia mencatat dengan teliti. Mereka juga memeriksa tas kami. Mungkin mereka khawatir ada pendaki yang membawa narkoba atau barang-barang lain yang tak diperkenankan.
ADVERTISEMENT
“Kalian tahu larangannya?”
“Tidak boleh bawa minuman keras dan narkoba?” jawab Riki.
“Bukan hanya itu,” si penjaga pos berhenti menulis. Ia melihat ke arah kami dari balik loket kaca.
“Pastikan yang sedang menstruasi jangan mandi di Curug Putri. Jangan ada yang mesum. Dan, jangan bicara sembarangan!” ucapan lelaki penjaga loket sangat tegas.
“Mir, lo enggak lagi datang bulan, kan?” tanyaku, berbisik.
“Enggak Ri. Aman.”
“Baik. Kami pasti tidak akan melanggarnya,” jawab Riki.
Kami membayar biaya parkir sebesar lima ribu rupiah per motor. Setelah semuanya siap, Riki meminta kami untuk membuat lingkaran.
“Sebelum melakukan pendakian, ada baiknya kita sama-sama berdoa,” Riki membetulkan kaca matanya.
“Berdoa, mulai!”
ADVERTISEMENT
Kami semua menunduk dan larut dalam doa.
“Selesai.”
Kami mulai mendaki melewati perkebunan warga. Riki sebagai pemimpin berada di barisan paling belakang untuk memastikan anggotanya baik-baik saja. Masing-masing dari kami membawa tas gunung lengkap dengan semua peralatan yang dibutuhkan.
Aku berada di barisan ketiga. Kulihat Mira tampak kelelahan karena medan yang kami tempuh terus menanjak semakin curam.
“Lu capek, Mir? Istirahat dululah,” kataku.
“Baru juga mulai,” Eldi menyela.
“Enggak kok. Kita lanjut aja. Gua enggak sabar mau lihat Curug Putri,” Mira menoleh ke arahku.
Kami memasuki perkebunan pisang. Kulihat ada beberapa batang pohonnya yang rusak bekas gigitan hewan. Aku yakin itu bekas gigitan hama babi hutan. Dari beberapa artikel yang pernah kubaca, penduduk Pulosari memang diresahkan oleh hama babi hutan.
ADVERTISEMENT
Dulu katanya ada kepala desa yang biasa dipanggil Pak Arsad membuat perjanjian dengan raja babi Gunung Pulosari sehingga para babi tidak menyerang perkebunan warga. Semenjak kepala desa itu meninggal, koloni babi mulai menyerang perkebunan warga kembali.
Di tengah perjalanan, aku melihat seorang nenek sedang berdiri di antara pepohonan pisang. Wajahnya kusut dan rambutnya sudah penuh uban. Dia memperhatikan kami yang sedang melintas di hadapannya.
“Rik, itu siapa?” tanyaku.
“Nyi Amah. Dia Orang gila. Dia memang suka berkeliaran di sekitaran sini,” jawab Riki.
Saat barisan kami melintasi Nyi Amah, aku menoleh ke belakang. Ternyata dia mengikuti kami. Aku pun menghentikan langkah.
“Lihat, dia ngikutin kita,” aku menunjuk ke arah nenek itu.
ADVERTISEMENT
Riki menghampirinya. Ia tersenyum ramah.
“Nyi... punten jangan ganggu kami, ya!” Riki berbicara padanya.
Tiba-tiba Nyi Amah terlihat panik. Matanya melotot ke arah kami. Dia malah menunjuk-nunjuk, lalu tergesa-gesa berjalan ke arahku.
“Kasihan kamu, Nak,” Nyi Amah menyentuh pipiku sambil merintih.
Aku menepis lengannya yang kotor.
“Udah, Ri, ayo jalan lagi,” Eldi menarik lenganku.
Riki kembali ke barisan. Kami meninggalkan Nyi Amah. Kulihat wajahnya tampak sedih.
“Daria kebahan paeh!” teriak Nyi Amah dari belakang.
"Dia bilang kita semua akan mati? Duh... gue jadi kepikiran dan takut," kataku.
“Udah jangan dipercaya. Sudah kubilang dia itu orang gila,” kata Riki sambil tersenyum.
Kami pun melanjutkan perjalanan. Aku melirik jam tangan, baru jam sepuluh siang. Tapi semakin masuk ke dalam hutan malah semakin temaram. Aku mendongak ke langit. Cuaca memang sedang mendung.
ADVERTISEMENT
Rombonganku mulai masuk ke dalam hutan. Jalan semakin terjal berbatu, juga licin. Suara kawanan monyet terdengar sangat mengganggu. Mereka bergelayutan di dahan-dahan pohon sambil melihat ke arah kami.
“Kenapa, Mir?” tanyaku.
Mira berhenti. Ia membetulkan kaca matanya lalu melihat ke arah semak-semak.
“Ayah?” kata Mira. Yang kutahu ayahnya Mira sudah lama meninggal.
Riki panik. Dia lari dari arah belakang menghampiri Mira.
“Mira! Jangan lihat ke sana!” teriak Riki sambil menghalangi pandangannya.
Perasaanku mulai tidak enak.
___
Nantikan cerita Kualat Gunung Pulosari selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: