lingsirwengitembang2 kehamilan ngartiasih(1).jpg

Lingsir Wengi Tembang 2: Kehamilan Ngartasih (Part 7)

15 Januari 2020 12:14 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kehamilan Ngartasih. Foto: Argy Pradypta/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kehamilan Ngartasih. Foto: Argy Pradypta/kumparan
ADVERTISEMENT
Ki Bamantara masih terbaring di atas ranjangnya. Setelah kejadian beberapa hari lalu, penyakit Ki Bamantara semakin parah. Kedua kakinya berubah kebiruan seperti hendak membusuk. Kedua lengannya tumbuh benjolan-benjolan sebesar biji kelereng. Sementara bagian perut dan dada ada bekas luka sayat entah dari mana asal luka itu. Sudah tiga hari Ki Bamantara tidak bangun dari tidurnya. Dan Ngartasih dengan setia merawat suaminya itu. Ia yakin suaminya pasti akan bangun lagi. Entah kapan.
ADVERTISEMENT
Sore itu, Ngartasih sedang memasak nasi di dapur. Ia menyodorkan kayu bakar ke dalam tungku agar api terus menyala. Rumah Ngartasih adalah satu-satunya rumah gedung di Desa Balangandang, tapi bagian dapurnya tetap dibiarkan tradisional. Dapurnya itu berlantaikan tanah, di sudut dekat jendela ada tumpukan kayu bakar. Peralatan masak digantungkan pada dinding. Asap mengepul memenuhi ruangan setiap kali Ngartasih menyalakan tungku.
Terbatuk-batuk Ngartasih memasak nasi karena asap memenuhi ruangan dan saat itu pula dari balik jendela dapurnya ia melihat seorang perempuan tua yang tidak asing baginya, itu adalah Mbah Rumi. Dia bukan penduduk asli Balangandang.
Wanita tua itu berkelana ke mana pun yang ia suka. Dan paling sering datang ke rumah Ngartasih, tepatnya lewat dapur. Ngartasih senang dengan kehadiran Mbah Rumi walau tidak pernah tentu, kadang sebulan sekali, kadang enam bulan, bahkan setahun sekali. Dan setiap kali ada Mbah Rumi, Ngartasih senang bukan main lantaran hanya Mbah Rumi yang ia percayai untuk mencurahkan keluh kesah.
ADVERTISEMENT
Tidak ada yang tahu pasti berapa umur Mbah Rumi, yang jelas rambutnya sudah putih semua, wajahnya keriput, di kedua lengannya timbul urat-urat berwarna hijau sebagai penanda ia sudah sangat renta.
Penduduk Balangandang suka risih kalau melihat Mbah Rumi lewat di halaman rumah. Penampilannya sangat mudah dikenali, ia suka menggunakan kain batik coklat yang warnanya sudah pudar, kain itu ia sarungkan di pinggangnya. Berbaju kebaya yang sudah sangat usang kadang Ngartasih berbaik hati memberinya baju, tapi anehnya dia tidak mau memakainya walau baju itu diterimanya dengan senang hati.
Mbah Rumi berdiri sambil tersenyum dari balik jendela dapur Ngartasih. Sontak Ngartasih tersenyum melihat kedatangan wanita tua itu. Kemudian ia membukakan pintu dapur dan mempersilakan Mbah Rumi masuk.
ADVERTISEMENT
“Dari mana saja, Mbah? Lama sekali tidak kelihatan.”
“Aku sudah lama sekali ingin bertemu sama kamu Ngartasih, tapi baru bisa hari ini.”
Ngartasih mengangkat panci yang berisi nasi. Ia menuangkan dua centong nasi ke atas daun lalu mengambil potongan ikan tongkol dari lemari dan menghidangkannya. Ngartasih tahu, pasti Mbah Rumi belum makan. Wanita tua itu duduk di kursi bambu, meja kecil yang terbuat dari kayu diseret oleh Ngartasih ke hadapat Mbah Rumi.
“Makan yang banyak ya, Mbah. Aku lagi sedih sebab suamiku sudah beberpa hari tidak bisa bangun dari tidurnya.’
“Jangan khawatir. Dia baik-baik saja,” timpal Mbah Rumi sambil mengunyah nasi.
“Ada hal yang mau aku sampaikan padamu Ngartasih.”
ADVERTISEMENT
“Apa Mbah?”
Mbah Rumi menelan nasi yang ia kunyah, “Kau akan segera hamil.”
Nantikan cerita Lingsir Wengi Tembang 2 selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten