Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Malam terang disinari cahaya bulan. Arya berjalan tergesa menerjang rerumputan. Ia tidak membawa pencahayaan apa pun, namun penglihatannya masih tajam. Berhari-hari Arya memburu Jesika. Dengan ilmu kanuragan yang dimiliki, ia dapat melihat ke mana pun Jesika pergi.
ADVERTISEMENT
Sekarang, Arya ada di tengah pendakian gunung Karang. Bagaimanapun caranya, ia harus mendapatkan wanita itu. Tias harus kembali padanya. Sebab, ia tidak mampu hidup tanpa Tias.
Sementara itu, Rini kebingungan harus melanjutkan perjalanan ke makam kramat atau berbalik arah. Abah Sarnaji dan Ombi hilang begitu saja, entah ke mana. Ia menopang tubuh Jesika yang semakin lama semakin melemah.
Wajah temannya itu terlihat pucat, tangannya dingin. Rini menyorotkan cahaya senter pada dedaunan, matanya terpicing. Di sana ia melihat sebuah kuburan yang batu nisannya dibungkus dengan kain putih, mungkin itu kain kafan.
Rini memapah temannya menuju kuburan. Pikirnya, mungkin saja itu kuburan kramat yang dikatakan Abah Sarnaji. Semakin mendekat, Rini melihat sosok lelaki sedang duduk bersila di depan makam itu. Tidak salah lagi, ia adalah lelaki yang dilihatnya di halaman rumah Abah Sarnaji. Dengan hati-hati, Rini mendekat kemudian duduk berhadapan dengan lelaki tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kita di mana, Rin?" tanya Jesika dengan suara parau. Matanya sayup.
"Kita ziarah dulu, Jes. Setelah ini kita langsung pulang. Gua yakin lu pasti sembuh."
"Gua nggak sakit, Rin. Gua baik-baik aja."
"Iya gua tahu, tapi kita ziarah dulu ya sebentar."
Rini berdoa di depan keburan keramat itu menggunakan bahasa Indonesia. Ia tidak memedulikan lelaki yang duduk bersila di hadapannya. Lelaki itu terlihat sedang bertapa. Ia memejamkan matanya, bibirnya bergetar merapalkan mantra. Kedua tangannya diletakkan di atas dengkul. Ia bertelanjang kaki, wajanya terlihat tenang. Siapa sebenarnya lelaki itu?
Setelah dirasa selesai, Rini berdiri sambil mengangkat lengan temannya. Ia membantu Jesika untuk bangkti. Baru beberapa langkah menjauh dari kuburan itu, tiba-tiba angin berembus kencang dari arah barat. Angin itu menerbangkan dedaunan kering, ranting, juga butiran debu.
ADVERTISEMENT
Rini dan Jesika menutup wajah mereka dengan telapak tangan. Semakin lama tiupan angin semakin kencang. Dahan-dahan pohon terlihat melengkung, dan pohon-pohon bergoyang. Rini memapah Jesika mendekati batang bohon besar untuk berlindung.
Angin itu bergumpal dan berputar-putar membentuk pusaran. Di balik batang pohon besar, Rini dan Jesika mencengkram erat akar pohon. Mereka berusaha agar tidak terbawa angin. Tapi, usaha mereka sia-sia. Rini lebih dulu terpental oleh hantaman angin, sedangkan Jesika bertahan beberapa saat sebelum akhirnya ikut terpental juga. Mereka akhirnya terpisah.
***
Sementara itu, Arya ternyata semakin mendekat. Ia bahkan terkena embusan angin misterius. Beberapa saat kemudian, angin mereda. Arya kembali melanjutkan langkahnya dan tidak butuh waktu lama. Ia berhasil menemukan Jesika yang terbaring di semak belukar.
ADVERTISEMENT
Jesika tidak sadarkan diri. Arya menyeringai, senang pencariannya selama ini akhirnya membuahkan hasil. Tanpa pikir panjang lagi, tubuh Jesika langsung ia bopong. Ia akan memasukkan kembali wanita itu ke dalam sumur tua.
Namun anehnya, semakin lama tubuh Jesika semakin memberat. Arya terhuyung membawa tubuh Jesika. Hingga akhirnya, ia tesungkur ke tanah. Beberapa kali, tubuh Jesika ia angkat lagi. Tapi tidak berhasil. Walau Jesika dalam keadaan tidak sadarkan diri, tubuhnya menjadi sangat berat.
Arya pun mencari cara lain untuk membawanya. Dikeluarkannya sebuah kain sarung dari dalam tas. Lalu kain itu disobek hingga membentuk tali, kemudian dibelah menjadi dua bagian. Setiap ujung tali ia ikatkan pada kaki Jesika. Arya akan menyeretnya.
ADVERTISEMENT
Dengan seluruh kekuatannya, ia seret tubuh Jesika. Namun, lagi-lagi tubuh itu bahkan tidak bergerak sama sekali. Wajah Arya berkeringat. Ia menyeka keringat itu dengan bajunya sendiri.
Sesaat kemudian, Jesika tiba-tiba berdiri dengan perlahan. Kepalanya menunduk. Aura mengerikan tepancar dari wajahnya. Arya menyadari itu. Ia kemudian mengeluarkan pisau. Sesaat sebelum Arya akan menikam Jesika, Rini muncul dari balik semak-semak sambil menyorotkan cahaya senter ke tubuh Jesika. Ia berteriak setengah menangis.
"Jesika, lari!"
___
Nantikan cerita Lingsir Wengi Tembang 3 selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: