Mbah Ngesot

Mall Angker Jakarta: Aku Tinggal di Sini (Part 2)

1 April 2020 14:08 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mall Angker Jakarta. Foto: Masayu Antarnusa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mall Angker Jakarta. Foto: Masayu Antarnusa/kumparan
ADVERTISEMENT
Aku tidak akan menyebutkan nama mal tempatku bekerja kepada kalian. Aku hanya akan menceritakan rangkaian kejadian janggal yang kualami selama bekerja di sana. Hari pertama di Jakarta, Bi Risma menyuruhku untuk berdandan rapi, memakai pakaian hitam putih, dan sepatu hitam. Katanya, dia akan memperkenalkanku pada atasannya.
ADVERTISEMENT
Kami berangkat dari kontrakan ke mal dengan menggunakan bajaj. Mal masih sepi karena kami datang terlalu pagi. Hanya ada beberapa toko yang baru buka. Karyawannya sibuk merapikan barang dagangan. Aku mengikuti Bi Risma dari belakang. Ia berjalan dengan terburu-buru sehingga aku harus mempercepat langkah.
Sesampainya di lantai enam, ternyata tempatnya tidak seperti yang kubayangkan. Aku kira akan bekerja di sebuah restoran yang besar dan megah. Tapi, ternyata hanya di food court. Sebuah kios kecil yang menjual nasi Padang.
"Nah, ini dia restorannya."
Aku celingukan.
"Restoran sederhana sih. Lebih tepatnya kios makan," Bi Risma nyengir.
"Iya, Bi. Bosnya mana, ya?" tanyaku.
"Belum datang. Biasanya nanti siang."
ADVERTISEMENT
Bi Risma merogoh kunci dari dalam tas kecilnya. Ia kemudian membuka kios kecil itu, mengelap etalase, dan mengepel lantai. Kata Bi Risma, nanti akan ada orang yang mengantarkan masakan padang ke mal ini. Bosnya sudah masak di rumah, jadi tinggal dijual saja.
Benar saja, tidak lama kemudian, lima orang lelaki muncul dari arah lift. Mereka membawa boks besar yang berisi masakan Padang. Ada satu orang yang terlihat sempoyongan membawa termos besar berisi nasi. Bi Risma menghampirinya, lalu membantu menggotong termos nasi tersebut.
"Kenalin, ini Inun. Dia akan kerja di sini," kata Bibi sambil menata makanan.
"Hai, Inun. Wah, Mbak Risma kalau gitu saya bakal sering mampir ke sini," goda seorang lelaki kurus berambut keriting.
ADVERTISEMENT
"Hus! Jangan macam-macam sama saudaraku ya," bentak Bi Risma.
"Oh... saudaranya Mbak Risma to," ujar lelaki bertubuh tambun.
"Ya sudah, kami pamit deh. Semangat, Inun, kerjanya!"
"Iya, terima kasih," kataku sambil malu-malu menatap mereka.
"Inun, nanti akan ada Tio. Dia kerja di sini juga," kata Bi Risma.
"Oh, iya, Bi."
Tak lama kemudian, Tio datang. Ia mengenakan jaket hitam, celana levis panjang, sepatu converse, dan tas kecil yang diselempangkan di dadanya. Dari wajahnya, aku bisa menebak umurnya kisaran dua puluh tiga tahun. Tubuhnya kurus, kulitnya sawo matang. Dia menjabat tanganku dengan ramah untuk berkenalan.
Semakin siang, mal semakin ramai. Kebetulan hari pertamaku masuk kerja adalah hari Minggu. Aku dan Tio membantu membawakan pesanan ke pelanggan, sedangkan Bi Risma sibuk menyajikan pesanan pelanggan.
ADVERTISEMENT
"Inun, bos enggak bisa datang hari ini. Mungkin besok, soalnya dia lagi sibuk."
"Oh, iya Bi. Enggak apa-apa."
Hari pertama yang sangat melelahkan. Tepat jam sembilan malam dagangan ludes. Bi Risma sibuk menghitung penghasilan hari ini. Sedangkan Tio asyik main gim di pojokan. Aku bersiap untuk pulang.
"Inun, nanti ada yang nganter makanan lagi?" kata Bi Risma.
"Besok?"
"Sekarang."
"Kan pelanggan udah sepi, Bi. Mal-nya juga mau tutup."
"Kita punya pelanggan tetap. Sebentar lagi juga datang."
Lima orang lelaki yang tadi pagi membawa makanan datang lagi. Kali ini porsinya lebih besar. Aku heran siapa pelanggan tetap yang dikatakan Bi Risma. Setelah menyerahkan makanan kepada Bi Risma, lima lelaki itu langsung pamit.
ADVERTISEMENT
"Nah, itu pelanggan kita."
Dari arah lift kulihat rombongan anak muda. Mungkin lima puluh orang atau lebih. Ah, aku tidak bisa menghitungnya. Mereka semua memesan nasi Padang. Aku, Bi Risma, dan Tio kewalahan melayaninya. Mereka berisik, tertawa, dan mengobrol hal-hal yang tidak kumengerti.
Dagangan kami ludes. Setelah makan mereka langsung pamit.
"Mereka siapa, Tio?"
"Pelanggan setia kita. Anak-anak gaul Jakarta."
Setelah membereskan piring, akhirnya Bi Risma menutup Kios. Tio pamit duluan, sedangkan aku kebelet pipis dan langsung lari ke toilet. Mal sudah sepi, kios-kios tutup. Keluar dari toilet, aku tidak melihat Bi Risma.
Kios nasi Padang tempatku kerja sudah tutup. Mungkin Bi Risma sudah turun duluan, pikirku. Aku beranjak ke lift, lalu memencet tombolnya. Pintu lift perlahan terbuka.
ADVERTISEMENT
Lift-ku melewati lantai demi lantai hingga akhirnya berhenti di lantai dua. Ada seseorang yang hendak naik lift. Pintu perlahan terbuka. Seorang perempuan berseragam hijau masuk ke dalam lift. Dia pasti pegawai mal juga, pikirku.
Sebelum sampai di tujuan, lift tiba-tiba berhenti. Aku memencet-mencet tombolnya, tapi tetap tidak mau jalan. Wanita di sampingku duduk di pojok sambil memeluk dengkul. Dia terlihat sangat ketakutan.
"Mbak bawa hp?" tanyaku.
Dia menggelengkan kepala.
"Tolong!" aku berteriak menggedor-gedor pintu lift.
Setelah berteriak cukup lama, aku akhirnya menyerah. Kemudian duduk di samping wanita itu.
"Tenang... kita pasti keluar," kataku ragu-ragu.
"Kamu tinggal di mana?" tanyaku.
"Aku tinggal di sini," jawabnya singkat.
ADVERTISEMENT
"Di sini?"
Ia mengangguk.
Tiba-tiba lift kembali bergerak. Aku bangkit sambil bersorak gembira. Setelah tiba di lantai dasar, kulihat Bi Risma dan seorang lelaki berseragam satpam berdiri di hadapan lift.
"Bi tadi aku kejebak lift sama dia," tunjukku ke arah perempuan tadi.
Tapi entah apa yang terjadi. Perempuan itu tidak ada di sana. Ia tiba-tiba menghilang. Aku tidak melihat siapa pun di dalam lift.
___
Nantikan cerita Mall Angker Jakarta selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten