8d11fbb24b81a368bf136b2d9f5d557a.jpg

Menikah dengan Lelembut: Melawan Nyai Diah

11 Oktober 2019 18:28 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ilustrasi
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi
ADVERTISEMENT
Wa Ujang baru kembali selepas magrib, dan Siti masih belum terbangun juga. Aku takut, apalagi suara Nyai Diah terus menerus terdengar dari kamar belakang. Memanggil namaku dan mengajak ke peraduan.
ADVERTISEMENT
Sebagian diriku ingin menurutinya, namun aku berhasil mengontrolnya dan tetap menjaga Siti, takut terjadi apa-apa kepadanya. Tanpa mengetuk pintu, Wa Ujang masuk ke dalam kamar, ia tidak datang sendiri tapi bersama seseorang yang ia sebut guru. Aku termangu-mangu begitu melihat sosok guru Wa Ujang.
Sosok ini jauh dari perkiraanku sebelumnya, aku kira sosok guru Wa Ujang merupakan sosok sepuh dengan uban di kepala, tapi justru seorang pria berusia sekitar 40 tahunan. Lebih muda dari Wa Ujang.
Ia memperkenalkan diri dengan nama Funta. Tingginya sekitar 2 meter, berbadan kurus, dan rambut lurus bergelombang. Funta berkata kepadaku kalau ia salut kepadaku karena aku berani mengambil keputusan untuk lepas dari Nyai Diah di saat yang tepat, karena kalau terlambat maka nyawaku dan Siti jadi taruhannya.
ADVERTISEMENT
Funta menyisir seluruh rumah termasuk kamar belakang. Saat ia ada di kamar belakang terdengar suara gaduh yang keras, kadang seperti barang jatuh kadang seperti orang terbanting ke dinding. Aku dan Wa Ujang menunggu di kamar depan sampai Funta kembali. “Anak buahnya sudah kabur tapi pemimpinnya masih ada,” kata Funta kepada kami.
Funta pergi ke dapur dan kembali dengan dua butir telur, ia menyuruhku berbaring di sebelah Siti sementara ia berdoa dan mengusapkan telur ke seluruh tubuhku. Funta meminta Wa Ujang untuk mengambil piring kecil, di depan mataku ia memecahkan telur yang tadi diusapkan ke tubuhku dan di dalam telur tersebut terdapat jarum jait berkarat dan segumpal rambut hitam. Saat itu juga rasa tidak enak yang menjangkiti tubuhku hilang, dan aku merasa lebih segar.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, Funta melakukan hal yang sama, namun telur yang dipakai untuk Siti berisi darah berbau busuk. Kata Funta susuk ghaib di tubuhku dan Siti sudah luntur, dan kini kami sudah tidak lagi berada di bawah kendalinya.
Sekarang tinggal menghadapi langsung Nyai Diah. Untuk itu Funta memintaku untuk bersila di ruang tamu, tepat di sebelahnya. Lalu ia memintaku untuk menutup mata sementara Funta berdoa. Tidak lama dari situ aku seperti terlempar dan mendarat tepat di depan rumah Nyai Diah. Funta mengajakku masuk ke dalam bersamanya.
ilustrasi
Ketika kami masuk rumah itu kosong dan terasa kelam. Tapi tak lama kemudian muncul dua sosok makhluk berbulu dan berbadan besar, salah satu dari mereka memanggil namaku.
ADVERTISEMENT
Aku mengenali suaranya, dia adalah Nyai Diah dan anak ghaib kami. Bulu romaku meremang begitu melihat wujud asli Nyai Diah yang menyerupai babi hutan bermata merah. Aku mengenalinya, mata itu adalah yang mengintip dari pintu kamarku tempo hari.
Nyai Diah membujukku untuk membantunya, dia bilang anak hasil pernikahan kami membutuhkanku. Funta menepis semuanya, dia bilang sosok itu bukanlah anakku melainkan dedemit yang digunakan untuk memancingku.
“Manusia dan dedemit tidak akan pernah bersatu, apalagi memiliki anak. Kalian itu lebih rendah dari manusia,” kata Funta. Mendengar itu Nyai Diah menggeram hendak menyerang kami.
Funta menyuruhku berdiri di belakangnya tepat sebelum Nyai Diah benar-benar menyerang kami. Aku menutup mata. Nyali langsung ciut saat itu juga. Entah apa yang terjadi tapi aku merasa di sekelilingku ada angin beliung. Aku sampai berpegangan ke Funta karena angin kencang itu mulai menyapu tubuhku.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu Funta tidak berhenti merapalkan doa dengan suara kencang. Suara raungan sahut menyahut dan keadaan semakin kacau. Aku takut membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
...
Senang membaca kisah horor seperti ini, klik tombol subscribe di bawah untuk mendapat notifikasi setiap ada kisah horor terbaru dari Mbah Ngesot.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten