PAMALI_PART6(3).jpg

Pamali: Pemakaman Pak Darsoni (Part 6)

5 Februari 2020 18:44 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pamali. Foto: Masayu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pamali. Foto: Masayu/kumparan
ADVERTISEMENT
Perihal pembacokan bapak, keluarga kami tidak mau memperpanjang masalahnya. Mereka malah memaafkan Bu Karsih dan tidak melaporkannya ke polisi. Aku sangat bangga pada ibu walau keluarga kami dituduh macam-macam sampai bapak dibacok, tapi ibu tetap berbaik hati pada keluarga Pak Darsoni. Bahkan, ibu ikut melayat dan menyumbang paling banyak seperti sekarung beras, satu peti telur, dan sekardus minyak goreng. Belum lagi amplop yang ibu berikan, kulihat sangat tebal.
ADVERTISEMENT
"Kenapa kita harus berbaik hati pada mereka sih Bu? Mereka kan jahat sama keluarga kita," bisikku sambil menyaksikan prosesi pemandian jenazah.
"Hus, jangan kayak gitu. Kita harus baik pada semua orang, terutama pada orang yang jahat sama kita sebab mereka itu jauh lebih membutuhkan kebaikan kita."
Aku sedikit tercengang mendengar perkataan ibu yang terdengar sangat bijaksana. Bukan hanya melayat saja, ibu juga mengajakku untuk mengantar jenazah Pak Darsoni ke pemakaman yang jaraknya jauh sekali. Dengan susah payah, akhirnya kami sampai di pemakaman. Dua orang bersiap di liang lahat, jenazah disodorkan dari atas lahat kemudian diterima oleh dua orang tadi. Saat sedang membenarkan posisi jenazah, tiba-tiba muncul kejadian aneh.
"Astaga, kau dengar itu Muhit?" Ia menoleh ke arah temannya yang sama-sama bertugas di dalam liang lahat.
ADVERTISEMENT
"Iya, dengar. Terjadi lagi, Pak!"
"Ada apa ini?" Tanya ustad Husen.
"Biasa pak. Ada suara dentuman keras di liang kubur. Kayak suara palu dibentur-benturkan ke tanah."
"Astagfirullah!" ucap ustad Husen.
Kulihat Bu Karsih kembali terisak menyaksikan keanehan itu.
Ustaz Husen mendekatkan telinganya ke liang lahat. Dia mengelus dada, benar saja terdengar suara dentuman keras seperti sebuah palu. Aku coba-coba ikut mendengarkan, suara itu mengerikan sekali.
"Ya sudah, cepat diazani lalu dikubur."
"Emoh aku Pak ustad," jawab Muhit.
Ustad Husen berdecak kesal.
"Anaknya ada?"
"Kami tidak punya anak, Pak," ujar Bu Karsih sambil menyeka air mata.
"Baiklah, biar aku saja," Ustad Husen mengalah juga. Ia turun ke dalam liang lahat.
ADVERTISEMENT
Memang sering terjadi seperti itu kalau ada jenazah baru dikubur. Pasti dari dalam liang lahat ada suara dentuman keras. Entah apa yang terjadi di bawah tanah, dulu aku sering berpikir pasti malaikat sedang menyiapkan pukulan terbaiknya untuk menyiksa jenazah. Tapi sekarang setelah aku banyak membaca ilmu alam, bisa jadi hal itu disebabkan gejala alam saja. Sayangnya, aku belum bisa membuktikan kebenarannya.
***
Setelah kematian Pak Darsoni, musibah mulai menimpa keluargaku. Beberapa pasien yang berobat ke bapak, meninggal satu per satu. Memang tidak semua, tapi sudah ada lima orang meninggal setelah mengunjungi pengobatan bapak. Aku heran kenapa hal ini bisa terjadi. Orang-orang kampung berdemo di depan rumahku, minta agar praktik pengobatan dihentikan.
ADVERTISEMENT
"Apa kita tutup saja pengobatannya, Pak?" Tanya ibu.
"Aku tidak tahu, Bu. Kalau ditutup bagaimana lagi aku menafkahi keluarga."
"Kita bisa balik lagi kayak dulu, Pak. Jualan mainan dan ibu jualan gorengan," ibu menyentuh kedua tangan bapak.
Bapak memang sudah dua hari tidak membuka praktik karena didemo habis-habisan oleh warga kampung. Mereka tidak bisa menuntut bapak karena tidak ada bukti yang kuat. Tapi, warga yakin kalau bapak adalah biang keroknya. Mereka menyebut kalau ilmu yang bapak miliki adalah ilmu setan yang minta tumbal pada pasiennya. Namun, aku yakin bukan bapak pelaku pembunuhnya.
Untungnya aku mulai menemukan titik terang. Saat seorang pasien yang masih percaya pada bapak datang ke rumah untuk berobat. Bapak sudah menolaknya, tapi dia memaksa. Kulihat banyak bisul-bisul kecil yang tumbuh di seluruh badannya. Bisul itu mengeluarkan nanah yang bau busuk. Bapak bilang kalau pasiennya ketempelan jin jahat. Lagi-lagi dengan sekali semburan sakti bapak, pasien itu sembuh. Bisul kecil di sekujur tubuhnya saat itu juga kempes. Ia berterima kasih pada bapak dan memberikan sebuah amplop berisi uang. Kemudian pamit.
ADVERTISEMENT
Sesaat sebelum ia pergi, kulihat seorang lelaki tua mendekatinya. Berjalan mereka sambil mengobrol satu sama lain. Mereka semakin menjauh, tapi lelaki tua di samping pasien bapakku terus mengajaknya bicara. Apakah mereka saling kenal? Entahlah, hatiku tiba-tiba curiga.
Nantikan cerita Pamali selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten