part 6_square.jpg

Pocong Tetangga: Botol Apa Ini? (Part 6)

29 Mei 2020 16:35 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cerita horor pocong tetangga. Foto: Masayu Antarnusa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerita horor pocong tetangga. Foto: Masayu Antarnusa/kumparan
ADVERTISEMENT
Tidak seperti biasanya pasar Kliwon sepi tengah malam begini. Tidak ada kegaduhan orang yang sedang berjudi. Kios-kios sayuran yang biasanya buka 24 jam juga tutup. Mungkin mereka mau berlibur untuk beberapa hari.
ADVERTISEMENT
Di tengah pasar yang sepi, seorang gelandangan sibuk mengorek tumpukan sampah. Mamat, si pemulung yang umurnya masih muda, itu dari pagi belum makan. Wajahnya meringis menahan perutnya yang semakin perih.
Karung butut berisi sampah plastik yang dibawanya diletakkan begitu saja. Karung itu hanya terisi sedikit, tak ada seperempatnya. Sementara isinya kalau dijual belum cukup untuk membeli sebungkus nasi.
Tengah malam seperti itu ia terbangun karena lapar. Terpaksa ia mencari sisa makanan di tong-tong sampah sepanjang pasar Kliwon. Sialnya, Mamat tidak menemukan apa pun yang bisa dimakan. Ia hanya menemukan sampah-sampah yang berbau busuk, sisa sirip ikan, potongan tulang ayam, dan sayuran busuk.
Wajah Mamat sangat lesu. Ia mengambil kembali karung butut lalu menyeretnya. Perlahan ia melangkah menyusuri pasar Kliwon dan berharap ada sisa makanan yang bisa ia temukan.
ADVERTISEMENT
Wajahnya berbinar saat dari kejauhan melihat sesuatu yang sepertinya bisa dimakan. Itu sebuah pepaya yang sebagian matang, namun sebagian lagi busuk. Mungkin si penjual sengaja tidak memasukkan buah itu ke keranjang dan meninggalkannya.
Segera Mamat mempercepat langkahnya. Ia memotong buah itu dengan kedua jempolnya. Ia terlihat sangat lahap saat memakan buah pepaya. Belum juga selesai, tiba-tiba ia mendengar sesuatu yang aneh dari arah barat. Sambil memakan pepaya, Mamat melangkah mencari sumber suara tersebut. Itu seperti suara kaca yang beradu.
Langkah Mamat terhenti di depan kios. Di bagian depan kios itu bertuliskan 'Warteg Berkah Sugih'. Itu warung milik Amprung. Kios itu dikunci rapat, tidak mungkin bisa dibobol maling.
Mamat pergi ke belakang kios. Ia melihat ada sebuah kaca ventilasi udara yang cukup tinggi. Ia menoleh ke sekeliling dan menemukan tumpukan bekas keranjang buah. Disusunnya keranjang-keranjang itu sampai tinggi. Ia lalu naik ke atas keranjang. Dengan sekuat tenaga Mamat memecahkan kaca pentilasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Serpihan beling sempat mengenai pipinya. Ia mengaduh kesakitan lalu membersihkan sisa kaca pada pentilasi udara. Setelah bersih, ia lalu masuk ke dalam warteg tersebut. Mamat melompat, ia berada di dapur. Suara itu masih terdengar jelas.
Pelan-pelan ia mengikuti sumber suara. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah botol yang aneh. Botol itu berisi gumpalan asap di dalamnya dan juga mengeluarkan suara ketukan. Mamat mengocok botol itu. Tidak ada yang berubah. Suara masih saja terdengar dari dalam botol.
“Botol apa ini?” gumam Mamat.
Ia malah mencabut tutup botol itu. Seketika asap pekat keluar dari dalam botol memenuhi ruangan dapur. Mamat terbatuk-batuk. Ia mengibas-kibaskan kedua tangannya untuk menyingkirkan asap. Dan... tampaklah sesosok pocong di hadapannya. Pocong itu merintih minta uangnya dikembalikan. Mamat terkejut lalu jatuh pingsan.
ADVERTISEMENT
***
Keesokan harinya, pasar Kliwon geger karena kios Amprung dibobol pencuri. Mamat dibawa ke kantor polisi. Ia ditahan. Sementara Amprung dan Tika mulai panik karena botol itu dibuka oleh si Mamat. Hari itu, Tika menutup kiosnya untuk sementara. Amprung akan mendatangi Mbah Goto untuk berkonsultasi.
Sayangnya, saat Amprung mendatangi rumah Mbah Goto. dukun itu sudah meninggal dunia. Rumahnya ramai didatangi warga yang hendak melayat. Amprung kebingungan. Ia buru-buru pulang.
“Bagaimana ini, Pak?” tanya Tika sambil menyuguhkan kopi pahit ke hadapan suaminya.
“Gini, kita buka saja wartegnya. Lagipula pelanggannya kan udah banyak. Mungkin tanpa botol itu pun warteg kita akan tetap ramai,” katanya mencoba menenangkan.
“Kita kembalikan saja uang yang pernah kamu curi, Pak.”
ADVERTISEMENT
“Jangan! Nanti aku malu. Biarkan saja. Lagipula pocong itu tidak akan menyakiti kita,” ujar Amprung.
Hari berikutnya, setelah mengantarkan anaknya ke sekolah, Tika membuka kembali warteg itu. Pengunjung tetap ramai. Semua terlihat baik-baik saja. Namun, saat para pengunjung itu sedang makan dengan lahap, tiba-tiba perut mereka terasa mual lalu muntah darah. Semua hidangan berubah menjadi tumpukan cacing yang menjijikkan.
Para pelanggan terkapar kesakitan sambil memegangi perut. Mereka berteriak seperti orang yang kena santet. Warteg Tika dipenuhi muntahan darah. Satu pasar heboh, orang-orang berkerumun ingin melihat kejadian aneh itu.
Bangsat! Kau pakai pesugihan, ya?” teriak salah seorang pengunjung pasar.
___
Nantikan cerita Pocong Tetangga selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten