part 8_square.jpg

Pocong Tetangga: Ketukan Pintu (Part 8)

31 Mei 2020 18:05 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cerita horor pocong tetangga. Foto: Masayu Antarnusa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerita horor pocong tetangga. Foto: Masayu Antarnusa/kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah berhasil menelan tali kain kafan tersebut, ia menutup kembali liang lahat itu dan bergegas pulang. Dua hari berlalu, tidak ada pocong yang mengganggu keluarga Amprung. Ia kira saran Mbah Goto itu berhasil mengusir pocong.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, ketenangan keluarga Amprung hanya bertahan dua hari. Di malam berikutnya pocong itu kembali muncul. Ia mengetuk-ngetuk pintu rumah membuat Amprung dan keluarga susah untuk tidur.
Entah apa yang terjadi, Amprung tidak mengerti. Padahal dia sudah melakukan semua yang dikatakan Mbah Goto. Pelan-pelan Amprung dan istrinya keluar dari dalam kamar, mereka mengintip dari balik tirai jendela.
Benar saja, pocong itu berdiri di depan rumah sambil menggedor-gedorkan pintu dengan kepalanya. Di bagian pergelangan kaki, kain kafannya terbuka karena talinya sudah dicuri oleh Amprung. Kini pocong itu hanya bergumam dengan suara tidak jelas.
“Pak, kamu benar-benar udah melakukan apa yang disarankan Mbah Goto?” tanya Tika.
“Udah, Tik. Aku udah menelan tali kain kafannya.”
ADVERTISEMENT
Tika berpikir sejenak, “Pak...,” ia lalu menyentuh pundak suaminya.
“Tadi siang kamu buang air besar, ya?” lanjutnya.
Amprung mengangguk.
“Aduh...!” ia memukul jidatnya.
“Iya, jangan-jangan tali itu ikut keluar, Pak,” ujar Tika.
“Kayaknya memang seperti itu. Tapi, aku harus bagaimana? Tali itu pasti ikut keluar kalau aku buang air besar,” Amprung menggaruk kepalanya sendiri.
“Terus sekarang gimana?” tanya Tika.
Amprung menggelengkan kepala, “Tutup pintu kamar, nanti Amila dan Zahra bangun,” suruh Amprung.
Tika mengangguk lalu menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Suara ketukan itu perlahan hilang. Amprung dan Tika bisa tidur kembali dengan tenang malam itu. Sampai pagi tiba, pocong tidak lagi mengganggu mereka.
ADVERTISEMENT
Keesokan harinnya Amprung tidak ada di rumah. Tika mengira kalau suaminya itu sudah berangkat ke pasar Kliwon atau ke tempat lain untuk mencari penangkal pocong. Tapi, sampai malam tiba Amprung tidak kunjung pulang.
Tika panik, dia yakin kalau pocong itulah yang menjadi penyebab suaminya hilang. Akhir-akhir ini juga pocong itu tidak lagi muncul. Dengan sisa uang yang ada, akhirnya Tika memutuskan untuk mengembalikan uang yang pernah dicuri oleh suaminya.
Sore itu, Tika mengetuk pintu rumah Jubaidah. Wanita itu mempersilakan Tika untuk masuk. Ruangan rumah tampak hening, terkesan hanya Jubaidah yang tinggal sendirian di rumah itu.
“Jubaidah, aku mau ngomong sesuatu sama kamu.”
“Tuben sekali. Ada apa ya Mbak Tika?” Jubaidah tersenyum, ia tidak bisa menebak apa yang akan dibicarakan tetangganya itu.
ADVERTISEMENT
“Tapi, aku mohon kamu jangan marah,” Tika menyentuh lengan Jubaidah.
"Ada apa, ya?" Jubaidah mengerutkan kening.
Ragu-ragu, Tika mengeluarkan amplop cokelat berisi uang, “Dulu suamiku yang mencuri uang sedekah bapakmu. Sekarang aku mau kembalikan uang itu.”
Jubaidah terkejut sekaligus tidak percaya dengan apa yang dikatakan Tika.
“Jadi suamimu yang mencuri uang sedekahnya?” ia menyingkirkan lengan Tika.
Tika mengangguk.
“Tega sekali keluarga kalian! Makan uang haram! Sementara aku malu karena nggak bisa ngasih sedekah buat bapak! Asal Mbak tahu itu uang tabunganku, Mbak!”
“Aku mohon maafkan keluarga kami, Jubaidah,” Tika tertunduk.
“Ini bukan masalah uangnya. Ini soal harga diri dan tanggung jawab aku sebagai anak. Aku nggak bisa memaafkan kalian.”
ADVERTISEMENT
Jubaidah malah mengusir Tika, ia tidak sudi menerima uang dari Tika. Bahkan, Jubaidah mengancam akan membawa kasus ini ke pengadilan. Tika pun putus asa, tidak ada cara lagi untuk mengembalikan suaminya. Setiap kali anak-anaknya menanyakan Amprung, Tika selalu bilang kalau bapak mereka sedang bekerja di luar kota.
***
Sore itu, hujan turun dengan deras. Tika sedang memasak telur dadar. Sudah seminggu Amprung hilang dan Tika belum melaporkannya ke polisi, lagi pula ini bukan urusan polisi. Tika merasa tidak ada gunanya melibatkan polisi karena ini adalah urusan gaib. Satu-satunya cara adalah mencari dukun sesakti Mbah Goto yang bisa menerawang keberadaan suaminya itu.
“Tika...,” tiba-tiba ada yang memanggilnya dari belakang, itu jelas sekali suara Amprung.
ADVERTISEMENT
Tika menoleh ke belakang. Ia berjalan ke ruang tamu, tangannya masih memegang spatula.
“Tika tolong aku, Tik!” suara itu sekarang ada di dapur.
“Pak?!”
“Kamu di mana, Pak?” panggil Tika, ia panik mencari ke seluruh ruangan rumah.
Nantikan cerita Pocong Tetangga selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten