5 square.jpg

Sekolah Angker: Cokro Pelakunya (Part 5)

16 Februari 2020 13:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cokro Pelakunya. (Foto: Masayu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Cokro Pelakunya. (Foto: Masayu/kumparan)
ADVERTISEMENT
"Sep, Asep?" terdengar suara Pak Gimin memanggil.
Dengan tergesa-gesa, Asep mengenakan kembali celana dan bajunya. Veli masih hidup, matanya sayup, bibirnya bergerak-gerak. Ia ingin meminta tolong tapi tidak bisa, baju sekolahnya terserak. Darah menetes dari selangkangan, Asep telah merampas keperawanan itu. Sebuah martil diambil lagi dari kolong meja, Veli perlahan menggerakkan kepalanya, menatap Asep. Air mata Veli menetes ke pipinya.
ADVERTISEMENT
"Saya cinta sama kamu Veli," Asep tersenyum, Martil siap dihantamkan lagi.
"Kita ketemu di surga ya, sayang."
Tangan kanan Veli terangkat, memberi isyarat agar Asep tidak membunuhnya. Tapi, martil itu tetap dihantamkan ke kepala Veli hingga ia tewas. Sebuah terpal menjadi pembungkus jenazahnya, dengan rapi ia masukkan jenazah Veli ke kolong meja. Bercak darah dilap termasuk darah yang menetes di tanah, ia gosok-gosokkan tanah itu menggunakan alas sepatunya agar darahnya hilang.
"Iya, Pak?"
Asep menghampiri Pak Gimin.
"Kamu lihat Veli, tidak? Bapak ini tukang becak langganan antar jemput Veli," tanya Pak Gimin, disampingnya berdiri seorang lelaki kurus berbadan hitam mengenakan topi lusuh dan handuk kecil di pundaknya.
"Iya Pak biasanya dia nunggu di depan pos satpam," kata tukang becak.
ADVERTISEMENT
"Oh, tadi aku lihat dia udah pulang, Pak."
"Kalau boleh tahu Veli pulang naik apa ya, Pak?"
"Aduh kurang tahu ya. Mungkin angkot," pintar sekali Asep berkata seolah tidak terjadi apa pun dan tidak ada yang curiga padanya.
Malamnya, Asep duduk di depan pos bersama Cokro. Ia sengaja memberi lelaki itu secangkir kopi yang sudah dicambur obat tidur. Setelah beberapa menit, Cokro tertidur dengan pulas. Ia membawa lelaki itu ke gudang tempat Cokro tinggal. Liciknya, ia juga sengaja menaruh pakaian Veli di gudang itu dengan maksud memfitnah Cokro. Orang seperti dia akan sangat mudah difitnah karena bisu.
Setelah itu, Asep membopong jenazah Veli ke halaman belakang sekolah. Di sana ada sebuah tempat pembuangan sampah yang dibangun berbentuk segi empat. Sampah terlihat menumpuk hingga terburai ke mana-mana. Asep mengeruk sampah itu, dan menggali lubang di bawahnya. Setelah dirasa cukup, ia kemudian mengubur jenazah Veli dan menimbunnya dengan tumpukan sampah.
ADVERTISEMENT
***
Pagi-pagi sekali Pak Darmawan dan Bu Meri, orang tuanya Veli, datang ke sekolah. Dari semalam Veli belum pulang. Mereka pikir Veli menginap di rumah sepupunya, tapi ternyata tidak ada. Mereka duduk dengan gelisah di depan ruangan kepala sekolah. Pak Gimin yang mengendarai motor bebek muncul dari gerbang sekolah. Kedua orang tua Veli berdiri bersamaan. Mereka bergegas menghampiri Pak Gimin.
"Pak anak kami hilang, Pak," Bu Meri meneteskan air mata.
"Iya Pak dari kemarin belum pulang. Apakah bapak lihat Veli?"
"Astaga! Yang benar, Pak?"
"Iya, Pak. Kami kira Veli menginap di rumah sepupunya, tapi ternyata nggak ada, Pak."
Kemarin, orang terakhir yang melihat Veli adalah Asep. Dia dipanggil ke ruangan Pak Gimin. Kedua orang tua Veli harap-harap cemas, mereka ingin mendengar kabar baik dari Asep. Dengan tenang dan nyaris tidak ada rasa gugup sedikit pun Asep menjelaskan kalau ia hanya melihat dari jendela kecil posnya kalau Veli pulang sendirian.
ADVERTISEMENT
"Dia naik apa?" tanya Pak Darmawan.
"Nah, itu saya tidak tahu," jawab Asep.
Kabar kalau Veli menghilang berembus ke semua siswa. Mereka terheran-heran padahal baru kemarin Veli nongkrong di kantin bersama mereka. Hingga akhirnya, sebuah teriakan seorang siswa yang tengah mengambil tongkat pramuka di gudang Cokro membuat geger satu sekolahan. Ia menemukan baju ber-nametag Velicia Tjhia. Gudang itu adalah tempat tinggal Cokro, tanpa pertimbangan lagi siswa lelaki langsung mengeroyok Cokro. Mereka yakin kalau Cokro telah membunuh teman mereka. Nyawa Cokro tidak bisa diselamatkan, ia meninggal karena ada seseorang yang menghantam kepalanya dengan batu.
___
Nantikan cerita Sekolah Angker selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten