4 square.jpg

Sekolah Angker: Pembunuhan (Part 4)

15 Februari 2020 19:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cerita horor sekolah angker. (Foto: Masayu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerita horor sekolah angker. (Foto: Masayu/kumparan)
ADVERTISEMENT
"Anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru, ya," kata Bu Yati, guru matematika.
ADVERTISEMENT
Veli dengan percaya diri masuk ke dalam kelas 3A didampingi kepala sekolah. Di kantong tasnya ada buah rambutan pemberian Pak Cokro.
"Hai semua, kenalin namaku Velicia Tjhia. Atau biasa dipanggil Veli. Aku pindahan dari SMA Darma Bakti Yogyakarta. Salam kenal semua," ujar Veli sambil tersenyum.
"Hai Veli," serentak semua murid di kelas itu menyapanya.
"Veli, kamu bisa duduk di samping Sinta ya," Kata Bu Yati.
Veli mengangguk dan langsung menuju tempat duduknya.
"Baik, anak-anak. Tolong temani Veli dan terima dia dengan baik, ya." ucap Pak kepala sekolah.
"Iya, Pak," jawab semua murid serentak.
Walau Veli siswa pindahan, tidak butuh waktu lama untuk bisa beradaptasi dengan teman-temannya juga dengan setiap mata pelajaran. Veli terbilang siswi yang pintar. Ia kini menjadi pesaing beratnya Mona yang setiap tahun meraih juara satu di kelas itu.
ADVERTISEMENT
Semenjak kedatangan Veli, Mona jadi lebih rajin belajar. Walau Veli mengancam posisi Mona sebagai juara kelas, namun tetap tidak ada permusuhan di antara mereka. Keduanya malah akrab. Setiap hari menghabiskan jam istirahat di kantin bersama teman-teman lainnya.
Ada hal yang menjijikan tentang Asep, si satpam muda yang sangat mengagumi Veli. Setiap jam istirahat dia selalu memata-matai Veli berharap saputangan wanita itu jatuh lagi dan Asep bisa menciumi sepuasnya. Tapi ternyata Veli tidak pernah menjatuhkan saputangannya lagi, tidak pula ada benda miliknya yang jatuh.
Rupanya Asep tidak mau menyerah, ia mengintai Veli saat ke kamar mandi siswa. Setelah Veli keluar, Asep mengendap-endap masuk tanpa diketahui siswa lain. Ia membongkar tong sampah dengan harapan ada benda apa pun yang Veli buang. Sayangnya, Veli tidak membuang barang apa pun miliknya.
ADVERTISEMENT
Tapi Asep menemukan pembalut bekas yang masih ada bercak darah di permukaannya. Ia mengangkat pembalut bekas itu dan memasukkannya ke dalam kantong plastik. Walau sebenarnya ia tidak tahu apakah pembalut itu milik Veli atau bukan. Namun, yang terpenting baginya adalah Veli baru saja masuk ke toilet itu. Dan, dengan bekas pembalut, ia bisa membayangkan Veli.
Hari demi hari berlalu, Asep tidak lagi bisa menahan rasa cinta dalam hatinya, ia pun memutuskan untuk menyatakan perasaannya pada Veli. Asep tahu kalau Veli sering pulang belakangan karena becak langganan antar-jemputnya sering telat. Sambil menunggu becaknya tiba, ia sering terlihat duduk di kursi kayu depan pos satpam sambil membaca komik.
"Veli, saya mau ngomong sesuatu sama kamu."
ADVERTISEMENT
"Ada apa ya, Sep?"
Veli menghampiri Asep yang sedang berdiri di depan pintu pos. Asep melirik sekelilingnya, sudah sepi. Hanya ada motor kepala sekolah yang terparkir di halaman gedung, Asep tahu kalau Pak Gimin pasti sedang sibuk di ruangannya.
"Aku mau ngomong kalau aku udah lama...."
"Iya, Sep?" Veli penasaran karena kalimat Asep terpotong.
"Aku udah lama cinta sama kamu, Veli."
Kaget! Veli mundur selangkah. Pikirannya bergerak cepat untuk mendapatkan sebuah kalimat penolakan secara sopan. Jelas Veli tidak mungkin menerima Asep, bukan soal pekerjaan Asep yang hanya satpam sekolah, tapi Veli sudah punya pacar.
"Aku senang kalau ada yang cinta sama aku. Tapi, aku kan udah punya pacar, Sep. Kamu jangan khawatir kita masih bisa berteman akrab, kok," Veli melayangkan senyum.
ADVERTISEMENT
"Oh, begitu," hati Asep berantakan, ia tidak terima cintanya ditolak.
"Iya Sep, kita berteman aja, ya. Oya, kamu mau biskuit cokelat? Masih ada dua nih. Kita makan bareng yuk," Veli mengeluarkan kotak makanan dan menyodorkan biskuit cokelat pada Asep.
Entah kenapa, hati Asep seketika terasa dibakar. Rasa cintanya berubah menjadi amarah yang meluap-luap. Ia menolak biskuit pemberian Veli. Lalu masuk ke dalam posnya sambil membanting pintu.
"Sep, maafin aku ya. Kamu jangan marah, Sep?" Veli merasa bersalah.
Beberapa kali ia memanggil Asep. Tapi, tetap tidak ada jawaban. Ia menyerah dan balik badan hendak kembali ke kursi kayu. Namun tanpa Veli sadari, pintu pos terbuka. Kepalanya dihantam menggunakan martil oleh Asep. Darah mengucur, Veli ambruk.
ADVERTISEMENT
Tidak ada yang melihat aksi kejam Asep tersebut. Buru-buru ia memasukkan tubuh Veli ke dalam posnya. Pintu dikunci dari dalam. Ia memperhatikan tubuh Veli yang sintal. Wanita itu masih hidup. Matanya sayup, darah mengalir dari hidungnya.
"Tolong...." suara Veli sangat pelan dan parau, terkesan berbisik. Ia terkapar lemas. Sementara itu, Asep mulai melakukan aksi bejatnya.
___
Nantikan cerita Sekolah Angker selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten