Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Mereka setuju. Sarminah akan diracun menggunakan sianida. Rizal segera pergi untuk mencari obat tidur dan sianida. Setelah hampir satu jam, akhirnya ia kembali. Obat tidur bubuk dicampurkan ke dalam sesendok air kemudian diminumkan kepada Sarminah yang masih dalam posisi duduk.
ADVERTISEMENT
Anehnya, ia masih tetap melotot sambil berkali-kali minta dibunuh. Mereka bingung kenapa obat tidur tidak mempan terhadap tubuh Sarminah. Rizal pun kembali meminumkan sianida. Setelah beberapa menit, tetap saja Sarminah tidak tewas. Dia masih tegak dalam posisi duduk.
“Kau lihat Farah!” Gion menunjuk mboknya, “Mbok, kita udah nggak wajar. Sianida aja nggak mempan.”
“Lalu bagaimana ini?” tanya Ningsih.
“Tidak ada cara lain, kita cekik saja,” jawab Rizal.
“Tidak!” Farah menolak.
Tapi sekarang tidak ada yang peduli dengan penolakan Farah. Mereka tetap akan membunuh Sarminah demi menghentikan penderitaannya.
“Siapa yang berani melakukannya?” tanya Rizal.
Semua terdiam.
“Ya sudah, kita gantung saja,” Rizal memutuskan.
“Kalian sudah gila!” teriak Farah, hal itu terlalu sadis baginya.
ADVERTISEMENT
“Kau tunggu saja di luar, Farah,” suruh Rizal.
Gion hendak memaksa Farah keluar dari kamar. Tapi, Farah menepis lengannya lalu keluar kamar. Mereka tidak memedulikan kerabatnya itu. Terpenting, sekarang bagaimana caranya mengakhiri penderitaan Sarminah.
Rizal mengikatkan sebuah tali tampar pada plafon kamar. Ia membuat simpul melingkar. Gion menyiapkan tiga buah kursi untuk menaikkan tubuh Sarminah. Setelah semua siap, Rizal dan Gion menggotong tubuh Mbok mereka. Sementara itu, Ningsih menahan kursinya.
“Sialan!” delik Rizal.
“Kenapa?” Gion mengerutkan dahi.
“Pampersnya bocor.”
Perlahan tubuh Sarminah dinaikkan ke atas kursi. Sebuah tali dikalungkan di lehernya. Rizal masih menahan tubuh Sarminah dari bawah. Setelah semua sempurna, ia melepas pegangannya. Sarminah digantung, tangannya tidak meronta, kakinya tenang melayang di atas lantai, dan kedua matanya melotot.
ADVERTISEMENT
Ia tidak lagi berucap apa-apa. Setelah satu jam digantung, Rizal dan Gion menurunkan tubuh Sarminah. Mereka memeriksa detak jantung dan denyut nadi, sudah tidak ada. Sarminah mati, itu membuat mereka tersenyum bahagia. Akhirnya upaya mereka untuk mengakhiri penderitaan Sarminah berhasil.
“Sekarang bagaimana?” tanya Gion.
“Kita makamkan lah.”
“Aku ingin ada pengajian dulu,” sergah Farah. Walau bagaimana pun, ia tetap sayang sama Mboknya.
“Ya sudah terserah mau kau.”
Farah beranjak ke kediaman Pak Sudarjo, ketua RT untuk mengumumkan kepada warga kalau Mbok Sarminah sudah meninggal. Pak Sudarjo sempat kaget mendengar berita tersebut. Sudah sekian lama Sarminah sekarat. Ia bergegas ke musala untuk mengumumkan kematian Sarminah.
Malam itu juga warga berkumpul di rumah Sarminah. Surat Yasin dibaca bersama-sama dilanjut tahlil. Pak Sudarjo kemudian membacakan doa untuk Sarminah.
ADVERTISEMENT
Namun, ketika sedang dibacakan doa, lengan Sarminah yang sudah ditata untuk sedekaptiba-tiba jatuh ke lantai. Semua terkejut dan mengucap istighfar. Farah lalu membetulkan kembali.
“Tenang, Bapak-bapak. Ini hal biasa. Mungkin urat syarafnya masih bereaksi,” ujar Farah.
Pak Sudarjo kembali melanjutkan lantunan doa. Lagi-lagi lengan Sarminah jatuh. Farah membetulkannya lagi. Warga mulai ketakutan. Mereka tidak berani menatap jenazah Sarminah.
Tak lama berselang, terdengar suara gong dipukul dari kamar. Itu membuat semua orang yang hadir di sana berteriak kaget. Dan... saat itu juga, jenazah Sarminah melesat, terbang begitu saja sambil tertawa terbahak-bahak. Kain yang menutupi tubuhnya berhambur ke mana-mana.
Tubuhnya seperti menguap menembus langit-langit rumah. Ia menghilang. Itu membuat semua orang lari terbirit-birit ketakutan. Mereka pasti akan mengingat suara tawa Sarminah yang terbahak dan besar itu.
ADVERTISEMENT
Jenazahnya tidak pernah ditemukan lagi. Rumah itu menjadi sangat angker. Setiap malam suara tawa Sarminah selalu terdengar di langit-langit rumah itu dan membuat warga ketakutan. Farah sudah memasang plang kalau rumah itu dijual. Namun sampai sekarang belum juga laku.
___
Nantikan cerita Susuk Mayat selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: