Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Grup ronggeng Sadiman semakin lama semakin terkenal. Mereka bukan saja berkeliling di kampung Ci Ijau, tapi juga ke kampung-kampung lain seperti Parakan Beusi, Cirinten, dan kampung Babakan Haur. Wajah Sarminah yang buruk rupa malah menjadi daya tarik sendiri di kampung-kampung tetangga, mereka juga terkagum-kagum dengan tarian Sarminah yang indah gerakannya. Bukan hanya anak-anak kecil saja yang menonton, orang-orang dewasa pun ikut berkrumun dan sesekali menyawer Sarminah.
ADVERTISEMENT
Namun, tidak semua orang senang pada grup ronggeng Sadiman. Salah satunya, Acih seorang penari ronggeng yang sangat benci grup mereka. Apalagi pada Sarminah, menurutnya dia tidak pantas menjadi seorang penari ronggeng.
Maka malam itu sepulang menari, Sarminah didatangi Acih dan dua orang lelaki berbadan kurus yang tak lain adalah pesuruh Acih. Mereka menyeret Sarminah lalu memukuli wanita malang tersebut. Berkali-kali Acih melontarkan sumpah serapah. Sarminah berteriak minta tolong, tapi tidak ada yang bisa mendengarnya karena rumah peninggalan Mbok Ibah itu terpisah dari pemukiman warga.
Acih tahu kalau Sarminah yang menjadi daya tarik grup ronggeng Sadiman. Maka dari itu dialah yang harus diberi pelajaran. Acih mengancam akan membunuhnya kalau dia berani menari lagi. Sarminah ditinggalkan sendiri di bawah pohon bambu, mukanya bonyok, lengannya berdarah, pergelangan kaki kirinya patah.
ADVERTISEMENT
Acih sengaja mencederakannya agar dia tidak bisa menari lagi. Di tengah kegelapan, Sarminah berteriak kesakitan sambil menangis meminta tolong. Tubuhnya mulai melemah, matanya perlahan terkatup. Ia tidak sadarkan diri.
Keesokan paginya, saat Sarminah tersadar, ia sudah ada di atas tempat tidur di rumahnya. Melati mengambilkannya minum, sementara Sadiman duduk di samping Sarminah. Wajahnya terlihat khawatir, ia membasuhkan kain basah pada luka di lengannya Sarminah. Sesekali wanita itu meringis kesakitan saat kain menyentuh lukanya.
“Siapa yang berbuat ini padamu, Sarminah?”
“Acih, Bah. Dia membawa dua orang lelaki untuk memukuliku,” seketika Sarminah ber-aduh kesakitan saat hendak menggerakkan kaki kirinya.
“Kurang ajar! Biar kuberi pelajaran dia!” delik Sadiman.
“Jangan Bah. Dia banyak pesuruhnya. Sangat berbahaya, Bah.”
ADVERTISEMENT
Sadiman tertunduk. Ada benarnya juga perkataan Sarminah. Acih itu orang kaya, dia bisa membayar orang untuk melakukan apa pun yang dia mau. Dan sekarang terbukti, kemauan Acih terkabul. Sarminah tidak akan bisa menari lagi, kakinya cedera. Lagi pula Acih juga mengancam akan membunuh Sarminah jadi walau pun sembuh ia tidak berani menari lagi.
“Aku tidak bisa menari lagi, Bah.”
“Aku akan menyembuhkanmu,” kata abah Sadiman.
“Kakiku patah, Bah.”
Sadiman terdiam. Ia melihat tulang kaki Sarminah yang menonjol ke luar, sangat parah dan sulit disembuhkan.
“Kakiku mungkin harus dipotong,” air mata keluar membasahi pipi Sarminah.
“Sarminah kalau kau mau abah bisa bantu kamu untuk menanamkan susuk mayat dalam tubuhmu.”
ADVERTISEMENT
“Susuk mayat?” dahi Sarminah mengkerut, ia tidak pernah mendengar susuk itu sebelumnya.
“Iya, kau akan sembuh kembali. Bukan hanya itu Sarminah, tapi wajahmu juga akan berubah jadi cantik.”
“Syaratnya apa, Bah?”
“Makan daging mayat orang yang baru meninggal.”
“Tidak Bah, aku tidak sanggup,” Sarminah menolak.
Sadiman mengembuskan napas berat.
“Kakimu akan membusuk Sarminah,” Sadiman melirik kaki Sarminah yang tulangnya menonjol.
“Potong saja Bah. Lagi pula aku sudah terbiasa cacat. Sangat pantas bagi wanita berwajah buruk sepertiku punya kaki buntung.”
Melati mendekati kakeknya, ia memandangi Sarminah dengan penuh iba.
Sadiman tidak mau memaksanya untuk menggunakan susuk mayat, ia akhirnya hanya mengobati Sarminah dengan rempah-rempah alakadarnya. Semakin lama luka Sarminah semakin parah, kakinya membusuk dan mengeluarkan bau tidak sedap. Hingga pada suatu sore, ia meminta Sadiman memotong kakinya.
ADVERTISEMENT
Wanita itu menjerit kesakitan sambil menggigit kain saat sebuah golok yang sudah diasah tajam menebas kakinya. Seketika, kakinya yang busuk tersebut putus. Ia mengerang-erang sambil menangis, suaranya membuat sekawanan burung pipit di dahan pohon kecapi terbang berhamburan.
Nantikan cerita Susuk Mayat selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: