Telepon Tengah Malam

Telepon Tengah Malam

23 September 2019 18:26 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi. Foto: Unsplash/MontyLov
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Foto: Unsplash/MontyLov
ADVERTISEMENT
Sore itu, Jumat (2/8), aku tiba di Stasiun Bandung. Dari sana aku memutuskan jalan kaki menuju sebuah hotel yang sudah aku pesan sebelumnya. Itung-itung, sekalian jalan-jalan sore sembari menikmati lanskap langit senja Kota Bandung. Lagi pula, jarak hotel dengan stasiun tidak terlalu jauh. Kira-kira 600 meter.
ADVERTISEMENT
Sekitar 20 menit jalan kaki, notifikasi dari Google Map memberitahukan jika aku sudah sampai tujuan. Hotel S. Dari luar, hotel itu terlihat klasik dengan pencahayaan yang sedikit redup. Entah kenapa begitu melihat hotel itu, nyaliku agak ciut.
Sekitar dua minggu lalu, aku sempat ke Bandung dalam rangka business trip. Tidak lama, hanya sehari. Tapi aku merasa itu adalah satu hari terlama yang pernah kurasakan. Jujur, aku saja merinding ketika menuliskan ini.
Sebelum memulai bercerita, aku meminta kebijaksanaan para pembaca yang kebetulan tahu atau familiar dengan tempat dalam cerita ini agar merahasiakannya. Sebab tempat ini berupa hotel yang notabene menyangkut bisnis pihak lain. Harapannya, tidak ada yang dirugikan karena cerita ini.
ADVERTISEMENT
Baik aku mulai.
Aku terkejut ketika seseorang tiba-tiba merangkul kakiku. Aku nyaris loncat. Muka dan rambutnya tampak kusut. Namun, pakaiannya tidak seperti gelandangan. Yang membuat aku heran adalah, aku tak menyadari kehadirannya.
Pria yang kutaksir berumur 40-an tahun itu lalu menengadahkan kedua telapak tangannya. Aku tidak merespons. Hingga akhirnya pria itu bangkit lalu berteriak melontarkan kalimat seolah marah menggunakan bahasa Sunda.
Laki-laki itu berdiri lalu mengomel tepat di depan wajahku. Namun, aku tidak mengerti sama sekali apa yang dikatakannya. Sebab, aku bukan orang Sunda dan tidak mengerti bahasa Sunda.
Aku beranjak dan meninggalkan laki-laki itu. Hanya saja pikiranku masih terngiang dengan kata 'awas' yang dilontarkan seolah-olah sedang mengancamku.
Beberapa orang sempat menyaksikan drama sore itu di depan hotel. Mereka tampak biasa-biasa saja. Aku pun bergegas masuk ke dalam hotel untuk check in dan istirahat di kamar.
ADVERTISEMENT
Kamarku berada di lantai dua dan paling pojok. Gak terlalu besar ukurannya, berkisar 6x6 meter mungkin. Tak ada yang ganjil dari kamar itu.
Lepas salat magrib aku video call istri untuk memberi kabar bahwa sudah di hotel dengan selamat. Sekalian biar ada teman ngobrol. Sebab, aku menginap seorang diri.
Sekitar pukul 19.00, telepon kamar hotel berdering. Aku bergegas mengambil gagang telepon yang berada di atas meja - tidak jauh dari tempat tidur.
Suara perempuan. Rupanya dari petugas hotel yang menawarkan pijat. Aku sih nggak pernah, ya, di hotel ada yang nawarin pijat. Jadi, bagiku itu cukup horor, hahaha...
"Maaf, Mbak. Enggak, deh. Terima kasih," kataku menolak tawarannya.
Selepas itu, kuambil laptop untuk menyiapkan materi presentasi buat keesokan harinya. Setelah semua beres, aku mandi. Tidak ada sesuatu yang ganjil di kamar mandi. Dan, aku juga mencoba tidak berpikir aneh-aneh. Selesai mandi, kurebahkan tubuh di kasur hingga akhirnya aku tertidur.
ADVERTISEMENT
Rasanya baru saja terlelap, aku harus terbangun dengan suara keriuhan di luar kamar. Aku segera beranjak dari tempat tidur dan keluar. Suasana cukup ramai. Rupanya, malam itu baru saja terjadi gempa di Banten dan sempat dikabarkan berpotensi tsunami.
Dari dalam kamar, ponselku berdering. Bergegas aku kembali ke kamar. Telepon dari istriku. Mendengar kabar telah terjadi gempa, ia berusaha memastikan aku di hotel baik-baik saja. Dari cara bicaranya, aku tahu dia sangat mengkhawatirkanku.
"Aku nggak apa-apa, kok. Di sini aman," tuturku, memastikan agar istriku tenang.
Kami pun ngobrol banyak. Hingga aku pun tertidur lagi.
Entah kenapa, malam itu aku merasa tidak begitu menikmati waktu istirahat. Padahal luar biasa lelah. Beberapa kali aku terbangun, membetulkan posisi tidur dan mencoba tidur lagi. Tapi rasanya tidak nyaman, aku tidak tahu kenapa.
ADVERTISEMENT
Aku merasa, ada satu sosok lain di kamar ini. Tapi entah siapa. Aku mengamati setiap sudut ruangan. Kulihat sebuah meja kecil lengkap dengan kursi di pojok kanan. Di samping meja itu tirai berwarna cokelat menutup jendela. Tidak kutemukan siapa pun.
Tepat di depan tempat tidur, tv 32 inch bertengger di atas rak kayu. Di atasnya, sebuah lukisan bergambar dua bunga matahari. Kuning kelopaknya melingkar seolah sepasang mata yang terus mengawasiku di tengah nuansa gelap kamar.
Ya, hampir seluruh kamar yang kutempati berwarna gelap. Dinding, tirai, hingga permadani yang menutupi lantai. Ini membuat suasana kamarku malam itu semakin terasa mencekam.
Tepat ketika membalikkan badan, aku melihat gumpalan rambut yang sangat kusut. Ia berada di atas atas bantal yang juga tengah kugunakan. Beberapa bagiannya terasa bersentuhan dengan ujung hidungku. Aneh, perasaan dari tadi tidak ada.
ADVERTISEMENT
Sontak, bulu kudukku berdiri. Rambut siapa ini? Mungkinkah milik tamu sebelumnya, apa petugas hotel tidak membersihkannya? Pikiranku berkecamuk. Kamar terasa sangat gerah. Pendingin ruangan yang terpancang di dinding seolah tidak terasa. Jantungku berdegup kencang. Rambut itu aku singkirakn ke bawah ranjang.
Dalam situasi semacam itu, aku tiba-tiba teringat perkataan teman, konon, ketika seseorang tiba-tiba menemukan rambut secara misterius, bisa jadi itu adalah pertanda buruk, kalau tidak sedang diikuti makhluk halus ya bisa jadi berkaitan dengan santet. Astagfirullah.
Tak henti-hentinya kulafalkan kalimat itu dalam hati. Mulutku tercekat. Suaraku rasanya terhenti di pangkal tenggorokan. Sementara itu, pandanganku berputar ke setiap sudut ruangan untuk memastikan tidak ada sesuatu yang muncul setelah rambut itu.
ADVERTISEMENT
Ketakutan ini makin menjadi. Tanganku gemetar, ketika kuputuskan meraih rambut itu. Dengan tetap melafalkan istighfar dalam hati, kulempar rambut itu ke sisi ranjang.
Aku sempat berpikir rambut itu milik kuntilanak, wewe gombel, atau hantu sejenisnya yang berambut panjang. Sebab, rambutku pendek. Jadi, tidak mungkin itu rambutku. Atau rambut istriku yang turut kebawa? Ah, rasanya tidak mungkin juga. Rambut istriku diwarnai dan tidak sepanjang itu.
Berbagai pikiran negatif hinggap di kepala. Tapi aku berusaha mengusirnya. Hanya saja aku tetap gagal mengusir perasaan merinding malam itu.

Suara Tawa Perempuan

Kejadian itu membuatku susah tidur kembali. Aku putuskan untuk menonton tv. Di antara suara speaker tv dan deru angin dari pendingin ruangan, suara tawa perempuan turut memecah keheningan malam. Sumber suara seperti berasal dari luar, namun terdengar jelas cukup lama. Begitu melengking dan berhasil membuat bulu kudukku kembali berdiri.
ADVERTISEMENT
Merinding sekaligus penasaran. Kupaksa tubuhku beranjak dan melangkah ke arah jendela. Perlahan kubuka tirai dan jendela itu.
Dari balik jendela, kulihat pemandangan luar hanya tanah kosong. Dalam kegelapan, beberapa pohon terlihat samar-samar. Namun, aku yakin betul tidak ada siapa pun di sana.
Sekitar pukul 01.00, telepon berdering. Aku mengangkatnya dengan ragu. Tidak terdengar suara siapapun di seberang telepon. Yang ada hanya suara tawa yang melengking. Suara yang sama seperti yang kudengar tadi. Aku mengulangi kata 'Halo' sedikit lebih keras, mungkin yang bersangkutan tidak mendengar, namun tidak ada jawaban.
Suara ketawa itu malah makin menjadi. Gagang telepon kuletakkan kembali. Pikirku, petugas hotel sedang salah sambung. Tapi rupanya suara tertawa itu masih terdengar. Kali ini cekikikan. Dan jelas itu bukan dari telepon.
ADVERTISEMENT
Nyaliku benar-benar ciut. Kakiku terasa lemas. Aku melompat ke ranjang. Merebahkan badan dan menutup kepalaku dengan bantal. Detik demi detik waktu rasanya berjalan sangat lama. Aku berusaha kembali tidur dan merapal segala doa.
Pagi hari usai mandi dan salat subuh, aku bergegas check out. Aku tidak ingin berlama-lama di tempat seperti itu. Pikiranku masih dihantui kejadian semalam. Bahkan, usai terbangun dari tidur, mataku selalu bergidik ke setiap sudut kamar. Takut ada sesuatu yang menakutkan tiba-tiba muncul.
Saat keluar kamar hotel. Aku merasa ada yang aneh dengan kamar yang berada tepat di samping kamarku. Kamar tersebut menjadi satu-satunya yang tidak ada nomornya. Padahal kamar yang lain ada dan berurutan. Kamar itu sepertinya tidak berpenghuni.
ADVERTISEMENT
Tiba-tiba bulu kudukku kembali berdiri. Aku tidak ingin berlama-lama di sana. Segera kulangkahkan kaki keluar.
Aku sempat bertanya kepada resepsionis hotel saat check out. Katanya, kamar itu memang tidak pernah digunakan. Namun, ia memilih bungkam terkait alasan mengapa kamar tersebut tidak digunakan.
Yang ada dalam pikiranku saat itu adalah, dari mana suara perempuan cekikikan semalam itu? Kamarku berada paling pojok. Di samping kanan kamar hanya tanah kosong, sementara di sisi kiri adalah kamar kosong.
Bulu kudukku kembali berdiri. Dan, aku bergegas meninggalkan hotel itu. Persetan!
(zhd)
Senang membaca kisah horor seperti ini, klik tombol subscribe di bawah untuk mendapatkan notifikasi setiap ada kisah horor terbaru dari Mbah Ngesot.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten