Reformasi Birokrasi Solusi Penjaga Iklim Usaha Sehat

Media Center Kementerian Hukum dan HAM
Kanal Resmi Pemberitaan Unit Kerja di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dikelola oleh tim Media Center Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Konten dari Pengguna
13 November 2017 16:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Media Center Kementerian Hukum dan HAM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Reformasi birokrasi terdiiri atas penataan regulasi, pembenahan pemerataan, dan pembangunan budaya hukum. Sebagai bentuk sikap optimis dalam membangun iklim usaha yang sehat di Indonesia.
Seminar Nasional dan Talkshow Pekan Hukum Nasional 2017 di Solo.
ADVERTISEMENT
Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan I Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Ditjen PP) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Karjono mengatakan, era pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla selalu mengedepankan tiga pilar reformasi birokrasi dalam membangun iklim usaha yang sehat di Indonesia.
“Tiga pilar reformasi birokrasi yakni penataan regulasi, pembenahan pemerataan dan pembangunan budaya hukum. Hal ini sebagai bentuk sikap optimis bangsa Indonesia untuk menghadapi tantangan baik dari dalam negeri maupun luar negeri,” ujarnya saat Seminar Nasional dan Talkshow Pekan Hukum Nasional 2017 di Solo, Sabtu kemarin, pada 11 November 2017.
Karjono menambahkan, bahwa ketiga pilar tersebut dapat menghasilkan reformasi hukum yang berkeadilan dan memberikan kepastian hukum kepada segenap rakyat Indonesia. Bahkan tiga pilar reformasi birokrasi sendiri sudah diterapkan di seluruh Eselon I Kemenkumham.
ADVERTISEMENT
“Terutama berbagai pelayanan hukum yang langsung bersentuhan dengan masyarakat,” tuturnya melanjutkan.
Sedangkan terkait mengenai reformasi birokrasi dalam hal menghadapi persaingan usaha. Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf memandang hal yang menjadi prioritas para pengusaha Indonesia tidak hanya bersaing dengan sesama pengusaha lokal. Melainkan juga dengan pengusaha dari luar negeri.
Menurutnya, persaingan usaha saat ini lebih ketat karena berkembangnya teknologi informasi. Walhasil para pengusaha lokal saat ini, harus lebih pintar dalam memanfaatkan teknologi informasi. Walaupun usaha mereka masih bersifat konvensional.
Rauf pun berpendapat, perlu ada penyelarasan antara usaha konvensional dengan usaha yang sudah memanfaatkan secara penuh teknologi informasi. Sehingga para pengusaha yang masih bersifat konvensional bisa bersaing.
“Namun pada prakteknya banyak persaingan usaha menjadi tidak sehat terutama adanya para kartel,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan persaingan usaha yang tidak sehat dikarenakan adanya kartel, menurut Dosen Universitas Sebelas Maret Hartiwiningsih, merupakan suatu bentuk kejahatan ekonomi. Dan para kartel itu merupakan sekelompok orang yang hanya bertujuan mencari keuntungan besar dengan cara ilegal. Namun tidak menggunakan dengan cara kekerasan.
“Kejahatan tersebut berdampak kerugian yang sangat besar bagi negara. Karena itu, perlu adanya ketegasan dari aparat penegak hukum untuk dapat menindak tegas kejahatan ekonomi tersebut,” ungkapnya menjelaskan.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun memberikan berpandangan bahwa negara sudah saatnya mengatur cabang-cabang penting milik negara terutama dalam bidang ekonomi agar tidak dikuasai oleh para kartel.
“Negara tidak hanya berbicara tentang mempertahankan kedaulatan ekonomi, tetapi juga mempertahankan kedaulatan hukum Indonesia,” ucapnya tegas.
ADVERTISEMENT