Mengenal Energi Geotermal

Konten dari Pengguna
4 Februari 2020 15:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NewQuest Geotechnology tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berada di antara sisi timur Mediterranean Volcanic Belt dan sisi barat Circum-Pacific Volcanic Belt menjadikan Indonesia negara yang dikelilingi active margins yang merupakan lokasi munculnya aktivitas tektonik dan vulkanik. Lebih dari 200 gunung berapi membentuk “The Ring of Fire” di sepanjang Sumatera, Jawa, Bali dan kepulauan timur Indonesia yang berperan sebagai hot spot dan sekaligus menyimpan energi panas, sehingga Indonesia menjadi negeri yang teranugerahi sumber daya geotermal yang melimpah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI menyatakan bahwa potensi energi geotermal Indonesia diperkirakan sebesar 40% dari total potensi di seluruh dunia atau sekitar 28.617 MW.
ADVERTISEMENT
Kata “geotermal” berasal dari bahasa Yunani, “geo” yang berarti bumi dan “thermal” yang berarti panas, sehingga secara bahasa, geotermal memiliki arti panas bumi. Aliran panas dan distribusi temperatur yang diamati di seluruh permukaan bumi disebabkan oleh pelepasan panas akibat pendinginan bumi itu sendiri serta panas yang dihasilkan oleh radioaktivitas di bawah permukaan. Kondisi tersebut kemudian didukung dengan tatanan geologi tertentu yang mendukung terbentuknya suatu sistem geotermal. Istilah ‘sistem geotermal’ digunakan untuk menjelaskan transfer panas alami pada volume tertutup di kerak bumi yang berpindah dari “heat source” menuju “heat sink”, biasanya permukaan bebas. Mayoritas sistem geotermal di Indonesia muncul di area gunung muda bertipe strato-volacanoes yang berasosiasi dengan sistem vulkanisme kuarter dan intrusi magmatik. Manifestasi termal yang muncul di permukaan seringkali berupa aliran fluida secara advektif di punggungan bukit dan lereng pegunungan.
ADVERTISEMENT
Secara umum, suatu sistem geotermal terdiri atas tiga elemen dasar, yaitu: batuan reservoir yang permeabel, air sebagai medium panas dari reservoir menuju permukaan, dan sumber panas. Secara praktis, setiap jenis batuan dapat berperan sebagai reservoir geotermal, begitu pula dengan air yang meresap ke bawah permukaan. Dalam prosesnya, air tersebut bersirkulasi ke kedalaman beberapa kilometer di dalam kerak bumi. Dengan demikian, batuan dan air yang lebih panas dari area di sekitarnya pada kedalaman yang relatif dangkal merupakan karakteristik utama yang membedakan sistem geotermal dengan sistem air tanah (ground water system) lainnya. Sedangkan sumber panas (heat source) biasanya berupa intrusi magma ataupun batuan pluton. Selain tiga komponen utama tersebut, terdapat lapisan clay cap yang merupakan produk dari proses alterasi hidrotermal dan bersifat impermeabel sehingga menjaga aliran panas pada sistem geotermal agar tidak keluar ke permukaan. Sistem geotermal dapat dinalagoikan seperti memanaskan air menggunakan ketel. Kompor sebagai heat source, ketel sebagai reservoir, dan tutup ketel sebagai clay cap yang mencegah keluarnya uap panas.
Ilustrasi Sistem Geotermal
Para ahli geosains menggunakan beberapa parameter dalam mengklasifikasikan sistem geotermal, seperti temperatur reservoir, tipe fluida, batuan reservoir, dan jenis heat source. Namun, klasifikasi sistem geotermal yang sering digunakan sebagaimana pendapat Manfred P. Hochstein (Geothermal Institute, University of Auckland, Selandia Baru) adalah berdasarkan temperatur reservoir dan tipe fluida. Berdasarkan temperatur reservoir, sistem geotermal dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:
ADVERTISEMENT
a. Sistem Geotermal Temperatur Tinggi (High Temperature System)
Sistem geotermal yang memiliki temperatur di reservoir lebih dari 225 °C.
b. Sistem Geotermal Temperatur Sedang (Intermediate Temperature System)
Sistem geotermal yang memiliki temperatur di reservoir antara 125 - 225 °C.
c. Sistem Geotermal Temperatur Rendah (Low Temperature System)
Sistem geotermal yang memiliki temperatur di reservoir kurang dari 125 °C.
Sistem geotermal temperatur tinggi dapat dimanfaatkan untuk membangun PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi), sedangkan dua sistem yang lain bisa dioptimalkan untuk pemanfaatan langsung (direct use), seperti memanaskan hasil pertanian, pemandian air panas, penghangat ruangan, dan sebagainya.
Berdasarkan tipe fluida yang mendominasinya, terdapat dua jenis sistem geotermal, yaitu:
a. Sistem Dominasi Uap (Vapor-Dominated Systems)
ADVERTISEMENT
Sistem ini disebut juga sebagai close system karena tidak adanya koneksi langsung ke area recharge. Di sekitar reservoir umumnya memiliki permeabilitas batuan yang rendah sehingga dapat mencegah aliran massa yang signifikan. Dengan demikian, pori-pori dan batuan reservoir berisi dominan uap kering. Kedalaman rata-rata reservoir antara 1000-1500 m dengan tekanan 45 kg/cm2 dan temperatur berkisar antara 220-240 0C. Grafik P&T (tekanan & temperatur) konstan terhadap kedalaman. Manifestasi permukaan yang muncul pada umumnya berupa steaming ground, fumarol, dan tidak ditemukan adanya chloride hot spring. Jenis sumber panas yang berperan dalam sistem ini berupa cooling pluton. Pada sistem dominan uap cukup banyak ditemukan alterasi yang cenderung dekstruktif dibandingkan dengan pengendapan. Contoh lapangan geotermal sistem dominan uap ialah Kamojang dan Darajat (Jawa Barat).
ADVERTISEMENT
b. Sistem Dominasi Air (Liquid-Dominated Systems)
Sistem dominasi air adalah tipe sistem geotermal yang paling banyak ditemui. Koneksi ke direct recharge terhubung langsung, tidak terbatas sebagaimana pada sistem dominasi uap. Hal ini menyebabkan reservoir memiliki kandungan air yang sangat dominan mengisi semua channel dan pori-pori, meskipun boiling sering terjadi pada bagian atas reservoir memungkinkan adanya buih-buih uap. Reservoir berada pada kedalaman 1500-2500 m dengan tekanan 100 Kg/cm2 dan temperatur 250-320 0C. Temperatur naik secara bertahap terhadap kedalaman sedangkan tekanan relatif lebih rendah kenaikannya. Setelah masuk ke zona reservoir, tekanan meningkat secara linier karena massa liquid di reservoir (tekanan hidrostatik), sedangkan temperatur tetap pada atau di bawah kurva titik didih. Air panas dari reservoir seringkali sampai ke permukaan sehingga manifestasi yang banyak bermunculan yaitu chloride hot spring, fumarol, dan tidak dijumpai adanya steaming ground. Contoh lapangan geotermal sistem dominan air yaitu Wayang Windu (Jawa Barat), G. Salak (Jawa Barat), Dieng (Jawa Tengah), Ulubelu (Lampung), Sibayak (Sumatera Utara), dan sebagainya.
ADVERTISEMENT