Review Avengers: Infinity War – Lubang Hitam Penuh Emosi

Konten dari Pengguna
9 Mei 2018 15:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Meka Medina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ide untuk merangkul semua pahlawan super Marvel ke dalam satu film memang terdengar gila. Tapi kegilaan itu sudah dimulai sejak tahun 2012 silam, ketika Joss Whedon selaku sutradara The Avengers meyakinkan banyak penggemar bahwa ia tidak akan membuat ketimpangan peran untuk para pahlawan super yang punya penggemarnya masing-masing. Dan itu terbukti; The Avengers berhasil memberikan sungguhan menghibur, lucu, dan epik secara bersamaan.
ADVERTISEMENT
Saya tahu kalian semua ingin protes dengan paragraf pembuka di atas, yang menyatakan bahwa semua ide itu bermula pada tahun 2012. Padahal semua itu bermula jauh saat Iron Man sedang merampungkan film trilogi, atau setelah Captain America muncul dan membuka ruang baru untuk benang merah cerita yang saling terkait.
Pada nyatanya, semua ide gila ini harus kita yakini merupakan ide yang dimiliki oleh Kolonel Nicholas Joseph Fury, atau yang kita kenal dengan nama Nick Fury: lelaki berkepala plontos, bermata satu yang diperankan oleh Samuel L. Jackson.
Di tahun 2015, Avengers: Age of Ultron muncul dengan ditandai lahirnya karakter Vision (diperankan Paul Bettany) berkat Mind Stone yang tanpa diduga menjadi salah satu pondasi keberadaan Avengers: Infinity War. Dan seiring dengan berjalannya film Marvel lainnya, misteri skenario utama yang melahirkan Avengers: Infinity War berdasarkan koleksi Infinity Stone dibuat dengan gaya yang elegan lewat film-film individual pahlawan super itu sendiri. Sebut saja seperti Time Stone yang hadir dalam film Doctor Strange, Power Stone di film Guardians of the Galaxy, hingga Space Stone dan Reality Stone yang muncul di seri Thor.
ADVERTISEMENT
Enam Infinity Stone ini menyisakan satu pertanyaan besar tentang di mana batu keenam, alias Soul Stone berada. Jawaban ini jelas akan muncul di Avengers: Infinity War.
Avengers: Infinity War dipercayakan oleh Marvel Studio kepada Anthony dan Joe Russo. Duet sutradara Russo bersaudara ini ternyata menghadirkan kemampuan terbaik yang bisa dimiliki oleh Avengers: Infinity War. Saya rasa Russo bersaudara harus banyak berterima kasih kepada Christoper Markus dan Stephen McFeely selaku perancang screeplay yang mampu membawa cerita pada hal-hal menyenangkan, mendebarkan, dan emosional. Saya rasa mungkin hal ini tidak akan pernah terbayangkan oleh para penggemar film Marvel bahwa Avengers: Infinity War memiliki semua itu.
ADVERTISEMENT
Berdurasi hampir tiga jam, Avengers Infinity War berhasil menampilkan semua jalur cerita yang awalnya terpisah di film Marvel, digabung ke dalam satu wadah yang menghangatkan hati. Aspek integral dari semua karakter yang kita ikuti selama ini digambarkan penuh emosional. Seperti kisah Tony Stark (Robert Downey Jr) alias Iron Man yang ingin menjalani hidup normal bersama Pepper Potts (Gwyneth Paltrow), atau seperti bagian kisah Thor (Chris Hemsworth) yang ironis, penuh ketakutan, kesedihan dan kehilangan yang mampu membuat hati kita menciut. Saya rasa ulah Rocket Raccoon (Sean Gunn) benar-benar membuat backstory Thor jadi terasa sangat gelap.
Lalu ada efek keterkejutan Bruce Banner alias Hulk (Mark Ruffalo) yang tidak tahu menahu tentang kejadian 2 tahun silam di film Captain America: Civil War. Serta kisah cinta Vision dengan Wanda Maximoff alias Scarlet Witch (Elizabeth Olsen) yang penuh kerelaan hati dan mencoba lari dari kenyataan. Kehadiran Captain America (Chris Evans), Black Widow (Scarlett Johansson), serta Falcon (Anthony Mackie) bagaikan personil grup band frustasi dengan setitik harapan yang mereka percayai.
ADVERTISEMENT
Peranan T’challa, alias Black Panther (Chadwick Boseman) bersama pasukannya juga mendapat andil yang sangat besar. Lokasi Wakanda yang mulai membuka pintunya bagi dunia luar ini dijadikan arena megah untuk perang besar yang cepat sekaligus brutal.
Hal luar biasa yang ada di Avengers: Infinity War ialah, semua karakter punya peranan penting, tidak peduli seberapa kecil bagian mereka. Contohnya saja seperti kehadiran War Machine (Don Cheadle), Mantis (Pom Klementieff), atau bahkan Groot (Vin Diesel) yang sekadar ngomong I am Groot! Kehadiran mereka punya alasan yang kuat dan itu membuat semua karakter di film ini menjadi sangat memorable.
Sejak kabar tentang Avengers: Infinity War akan dibuat, kita semua tahu bahwa film ini akan banyak membuka misteri kekuatan Thanos (Josh Brolin) yang sekali pun tidak pernah muncul di film sebelumnya. Thanos diperkenalkan sebagai sosok jahat, kuat, namun sungguh tidak terduga kita bisa melihat sisi lain dari karakter paling mengerikan ini. Kita tidak hanya disuguhkan kemampuan Thanos yang awalnya dikira sangat kejam, tapi juga diracuni dengan bumbu drama yang bisa membuat kita merasa sangat berempati pada dirinya. Perspektif terbalik yang dibuat oleh Russo bersaudara terhadap karakter ini menjadi sesuatu yang sangat istimewa, sehingga kita bisa percaya bahwa rasa sakit yang dimiliki Thanos atas ambisi terbesarnya menyisakan kemurungan dan air mata penuh luka. Sakit tidak selalu bersifat fisik, dan luka tidak selalu harus berdarah!
ADVERTISEMENT
Elemen lain yang juga menambah kemegahan Avengers: Infinity War, ialah sosok Alan Silvestri selaku penggubah musik latar. Musik yang muncul di beberapa momen benar-benar mengesankan dan memberikan identitas “karakter” di balik musik itu. Salah satu yang sangat istimewa ialah ketika di salah satu bagian film, mangalun lagu The Rubberband Man milik The Spinners yang membuat penonton berpikir bahwa Star-Lord (Chris Pratt) dan kru Guardian of the Galaxy akan muncul.
Gamora (Zoe Saldana) selaku anak Thanos cukup banyak mendapatkan panggung dalam film ini, dan kehadirannya menjadi alasan kuat bahwa perseteruannya bersama Nebula (Karen Gillan) selama ini tidak lain sama seperti perseteruan antara Thor (Chris Evens) dan Loki (Tom Hiddleston). Bahwa sebesar apa pun rasa saling benci yang mereka miliki, tetap saja cinta dan kasih sayang selalu ada di dalam hati mereka. Kehangatan semacam ini berulang-ulang muncul di dalam Avengers: Infinity War dan ini sungguh luar biasa. Setelah menyaksikan semua ekperimen yang Russo bersaudara lakukan atas film ini, saya hanya bisa menyebut bahwa Avengers: Infinity War merupakan sebuah lubang hitam yang penuh dengan muatan emosional.
ADVERTISEMENT
Tak ada alasan bagi saya untuk tidak merekomendasikan film terbaik Marvel ini untuk kalian semua. Saat menulis ini saya terus berusaha untuk tidak mengungkap banyak spoiler agar nantinya ketika kalian semua menonton, bisa merasakan hal-hal yang juga saya rasakan. Setelah menonton Avengers: Infinity War, kita akan dibuat banyak termenung dan memetik banyak pelajaran. Mungkin sembari duduk di teras depan rumah, menghadap ke arah barat untuk menikmati indahnya matahari tenggelam.
Dan untuk menutup tulisan ini mungkin kata paling tepat yang harus saya ucapkan ialah #ThanosDemandsYourSilence
Sumber: CIAYO Blog