Tips Memilih Presiden untuk Orang Awam

DIY Lifestyle
DIY, Tips and Tutorial by Melany Razita
Konten dari Pengguna
24 Juli 2018 16:29 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DIY Lifestyle tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pemilu. (Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemilu. (Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP)
ADVERTISEMENT
Pesta demokrasi terbesar dalam waktu dekat adalah Pemilihan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) untuk periode 2019-2024.
ADVERTISEMENT
Sebagai warga negara yang baik, sudah sepatutnya kita berpartisipasi dalam pemilihan Capres dan Cawapres karena pilihanmu nanti yang akan menentukan bagaimana keadaan Indonesia selama lima tahun ke depan. Banyak sekali di antara kita yang masih beranggapan bahwa siapapun presidennya tidak akan berpengaruh terhadap rakyat kecil.
Eittss... tunggu dulu, justru dengan kita mempelajari dan memilih Capres dan Cawapres yang tepat InsyaAllah akan memperbaiki permasalahan yang dihadapi Indonesia. Tidak hanya untuk rakyak kecil saja, namun berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, dan budaya pun akan berpengaruh.
Nah, buat kamu yang masih berpikir untuk golput atau masih bingung dalam memilih pasangan Capres dan Cawapres untuk lima tahun ke depan, mimin mau kasih tips nih. Yuk langsung saja simak tips berikut ini.
ADVERTISEMENT
1. Apakah Capres dan Cawapres Memiliki Jiwa Leadership?
Menurut John C. Maxwell, seorang pakar leadership nomor 1 dunia, leadership memiliki tiga unsur penting, yaitu Relationship (Hubungan), Achievement (prestasi), Choosen One (Terpilih). So, pilihlah pemimpin yang mempunyai ketiga unsur penting ini ya gengs.
Pilihlah pemimpin yang mempunyai hubungan baik dengan lingkungannya karna dengan melihat ini kita bisa menganalisa bagaimana nantinya beliau berinteraksi dengan rakyat. Kemudian yang dua, lihatlah prestasi yang telah beliau capai di tahun-tahun sebelumnya dalam berbagai sektor.
Kemudian yang terakhir pilihlah pemimpin yang ditunjuk dan dipercaya oleh rakyat bukan mencalonkan diri karena merasa yakin akan kemampuannya.
Pemimpin yang membawa rakyatnya (Foto: greenleaf.org)
zoom-in-whitePerbesar
Pemimpin yang membawa rakyatnya (Foto: greenleaf.org)
2. Apakah Capres dan Cawapres Mampu Memberikan Perubahan?
Sering kali saat orang berpergian keluar negeri membandingkan mengapa harga barang-barang di luar negeri lebih mahal daripada barang di dalam negeri. Sebagai contoh harga kopi di Singapura itu harganya sekitar 2 dolar sejak tahun 1968 hingga saat ini. Sedangkan di Indonesia harga kopi itu sekitar 10 ribu rupiah.
ADVERTISEMENT
Kenapa hal ini terjadi? Karena pemerintah belum mampu mengendalikan laju inflasi sektor perekonomian negara. So, kalau kamu menginginkan perubahan untuk Indonesia, pilihlah pemimpin yang paham dengan berbagai sektor sehingga beliau bisa secara kongkrit memberikan perubahan untuk Indonesia.
Perubahan (Foto: pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Perubahan (Foto: pixabay)
3. Apakah Capres dan Cawapres Mempunyai Visi dan Misi yang Sama dengan Kita?
Para psikolog mengatakan bahwa para korban pemerkosaan akan menjadi kuat dan kembali merasa berharga ketika memiliki komunitas yang sama. Dengan kata lain, manusia pada akhirnya akan mencari lingkungan yang mendekati kepribadiannya.
So, untuk memilih Capres dan Cawapres yang tepat pilihlah yang mempunyai kesamaan denganmu, khususnya dalam visi dan misi. Misalnya kamu seorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, maka pilihlah pemimpin yang memiliki visi dan misi dalam bidang pendidikan pula.
Ilustrasi rambu penyebrangan pejalan kaki. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rambu penyebrangan pejalan kaki. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
4. Apakah Capres dan Cawapres Termasuk Pemimpin Yang Walk the Talk?
ADVERTISEMENT
Pilihlah Capres dan Cawapres yang sudah terbiasa bekerja dengan sistem Walk the Talk. Apa itu Walk the Talk? Walk the Talk adalah cara memimpin yang melakukan apa yang dikatakan dan mengatakan apa yang sudah dilakukan.
So, pilihlah Capres dan Cawapres yang sudah memiliki track record berkerja dengan cara Walk the Talk.
Ilustrasi kerja keras (Foto: Angus Tsai/ Flickr)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kerja keras (Foto: Angus Tsai/ Flickr)
5. Apakah Capres dan Cawapres Bisa Kita Percaya?
Pada masa kampanye biasanya Capres akan mengutarakan beberapa janji untuk perkembangan Indonesia. So, jangan mudah percaya kepada janji-janji manis mereka sebelum kamu mengetahui bagaimana track record mereka.
Lihatlah bagaimana konsistensi mereka dalam bekerja. Konsistensi merupakan salah parameter untuk menilai kejujuran seseorang.
Adegan film Janji Joni. (Foto: Dok. IMBD)
zoom-in-whitePerbesar
Adegan film Janji Joni. (Foto: Dok. IMBD)
6. Apakah Capres dan Cawapres Punya Ambisi yang Terlalu Besar?
ADVERTISEMENT
Sejarah membuktikan bahwa pempimpin dengan ambisi yang sangat besar berakhir dengan kesengsaraan rakyatnya. Pemimpin dengan ambisi yang besar cenderung akan menghalalkan segala cara, baik sebelum menjadi maupun setelah menjadi.
Sebagai contoh paling klasik adalah kepemimpinan Hitler dan Stalin. Pada masa kepemimpinan mereka, banyak sekali kesengsaran yang rakyat alami, tidak hanya warga negaranya namun beberapa rakyat di dunia. So, pilihlah pemimpin yang dengan tulus bekerja untuk rakyat dan selalu mengutamakan kepentingan rakyat.
Ilustrasi mimpi. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mimpi. (Foto: Pixabay)
7. Bagaimana Cara Memimpin Beliau, dengan Otak atau Hati?
Saat ini dunia telah berganti, kebanyakan dari kita selalu memilih pemimpin yang yang berhati daripada berotak. Seseorang yang berhati bukan berarti lembek dan bukan berarti orang tersebut bodoh. Sedangkan orang yang berotak bukan berarti arogan dan tidak santun.
ADVERTISEMENT
So, tentukan pilihanmu mulai saat ini dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang Capres dan Cawapres. Masalah tentang berhati dan berotak itu hanya tentang cara dan teknik memimpin. Yuk Sukseskan pesta demokrasi tahun depan.
Ilustrasi otak manusia. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi otak manusia. (Foto: Shutterstock)