Rivalitas Dagang China-AS serta Implikasinya terhadap Perekonomian Global

Merlinda Putri Wijayanti
Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
25 Desember 2021 20:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Merlinda Putri Wijayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pict by: https://pixabay.com/illustrations/usa-china-rivalry-competition-2058430/
zoom-in-whitePerbesar
Pict by: https://pixabay.com/illustrations/usa-china-rivalry-competition-2058430/
ADVERTISEMENT
China merupakan negara besar dengan jumlah populasi terbanyak di dunia, bahkan perkembangan ekonominya pun terus meningkat. Dan Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya pun juga memiliki kekuatan yang besar pada sektor ekonominya, sehingga kedua negara tersebut sama-sama memiliki pengaruh ekonomi yang besar di dunia internasional. Sama halnya seperti negara-negara lainnya, China dan Amerika Serikat pun tentunya memiliki kepentingan nasional yang ingin dicapai dari masing-masing negara tersebut. Hal itu dapat menjadi salah satu pemicu rivalitas dagang yang terjadi antara China dengan Amerika Serikat yang sedang bermitra.
ADVERTISEMENT
Pada 2018 lalu, hubungan China dengan Amerika Serikat kembali memanas, yang kemudian memunculkan konflik perang dagang antar kedua negara tersebut. Hal tersebut terjadi karena Amerika Serikat mengalami defisit yang dimana hal tersebut menjadikan Amerika Serikat membuat penetapan terhadap bea masuk impor bagi semua negara di dunia, terkhususnya pada China. Selain faktor tersebut, rivalitas dagang ini juga disebabkan oleh Amerika Serikat lagi yang melakukan tindakan boikot pada produk-produk dari China. Hal tersebut membuat China geram dan kemudian China juga memutuskan hal serupa sehingga akhirnya mereka saling melakukan aksi tolak atas produk impor masing-masing negara tersebut.
Rivalitas dagang antara China dengan Amerika Serikat pada 2018 lalu berawal dari pengumuman yang diberikan oleh Presiden Amerika Serikat pada saat itu yaitu Donald Trump yang mengenakan tarif impor baja dan aluminium dari sejumlah negara. Kemudian Donald Trump membatalkan tarif untuk beberapa negara, akan tetapi China tetap dikenakan tarif. Hal tersebut kemudian mendapatkan respon dari pihak China dan kemudian dari pihak China sendiri membalas Amerika Serikat dengan mengenakan tarif baru pada barang-barang Amerika Serikat. China kemudian merespon dengan menetapkan tarif sebesar 3 miliar US Dollar dari impor Amerika Serikat. Rivalitas dagang antara China dengan Amerika Serikat sendiri sejatinya memiliki tiga ronde yang dimana dari ketiga ronde tersebut China dan Amerika Serikat saling menyerang balik sehingga membuat konflik dagang antar kedua negara tersebut kian memanas dan semakin sengit.
ADVERTISEMENT
Dari konflik perang dagang antara China dengan Amerika Serikat tersebut dapat dilihat bahwasanya pada awalnya pihak China sama sekali tidak terpancing untuk menerapkan kebijakan seperti yang dilakukan oleh pihak Amerika Serikat. Namun, karena banyaknya kebijakan dari pihak Amerika Serikat yang memberatkan China, maka pada akhirnya China terdorong untuk membalas kebijakan yang telah diterapkan oleh Amerika Serikat sehingga kedua negara tersebut akhirnya saling menyerang balik satu sama lain. Dengan adanya konflik dagang tersebut, tentu membawa kerugian pada pihak China maupun Amerika Serikat. Dan bukan hanya itu saja, perekonomian global juga dapat mengalami penurunan yang disebabkan oleh rivalitas dagang kedua negara tersebut yang memang keduanya sama-sama memiliki pengaruh yang kuat terhadap perekonomian di dunia.
ADVERTISEMENT

Implikasi Rivalitas Dagang antara China dengan Amerika Serikat terhadap Perekonomian Global

World Trade Organization atau yang biasa disebut dengan WTO selaku organisasi perdagangan internasional mengaku resah dengan konflik dagang yang terjadi antara China dengan Amerika Serikat. Hal tersebut dikatakan sendiri oleh Direktur Jenderal WTO yaitu Roberto Azevedo yang menyatakan bahwa WTO mengalami masa yang berat dikarenakan terdapat resiko dari konflik dagang antara China dengan Amerika Serikat yang kian menegang sehingga dapat menyebabkan merosotnya pertumbuhan ekonomi global. Kebijakan yang diterapkan Presiden Trump pada saat itu dapat menjadi boomerang tersendiri bagi Amerika Serikat karena bukan hanya China saja yang mendapat penatapan bea masuk impor dari Amerika Serikat, tetapi adapun mitra dagang yang lainnya. Amerika Serikat dalam menetapkan kebijakan tersebut sudah pasti karena mengincar keuntungan, namun bukannya mendapat keuntungan, Amerika Serikat bisa mendapat balasan dari negara lain dengan kebijakan tarif impor baru seperti balasan yang diberikan China kepada Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Terdapat beberapa pakar dalam ekonomi internasional yang memprediksi beberapa kemungkinan tingkatan konflik yang terjadi selama proses konflik dagang yaitu Amerika Serikat menerapkan kebijakan tarif impor baru yang lumayan tinggi kepada beberapa negara, kemudian negara-negara lainnya memberikan respon dengan cara yang sama yaitu menerapkan kebijakan tarif impor produk dari Amerika Serikat. Kemudian terjadinya konflik dagang yang melibatkan beberapa negara dapat mempengaruhi perekonomian global. Karena adanya perang dagang tersebut, kapasitas perdagangan dunia akan melambat sehingga beberapa negara akan terpengaruh, dan tentu saja hal tersebut sangat tidak diharapkan untuk terjadi. Konflik dagang juga akan ikut mempengaruhi rantai pasokan global yang dapat mengakibatkan banyak perusahaan seperti perusahaan multinasional menghitung kembali alur produksi, distribusi serta biaya. Sehingga dalam kondisi perang dagang seperti itu, diharapkan setiap negara dapat bersiap-siap dengan kondisi perekonomial global yang baru.
ADVERTISEMENT
Perang dagang antara China dengan Amerika Serikat yang sempat memanas pun akhirnya sedikit reda dikarenakan pihak China lebih memilih untuk menyurutkan konflik dagang dengan Amerika Serikat. Hal yang mendasari mengapa China akhirnya memilih untuk menyurutkan konflik dagangnya dengan Amerika Serikat karena China sendiri menyadari apabila konflik dagang terus terjadi, maka akan memberikan dampak negatif kepada perekonomian China yang dimana jika konflik dagang tersebut terus memanas, maka perekonomian China lambat laun akan mengalami kemunduran yang sangat besar, sehingga akhirnya China melakukan berbagai upaya untuk berkompromi dengan rivalnya tersebut.