news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kompetensi Jurnalistik, Tak boleh Tergerus oleh Waktu

Muhammad Fhandra Hardiyon
Mahasiswa Jurnalistik, Politeknik Negeri Jakarta. Menulis itu bagian dari siklus anak muda.
Konten dari Pengguna
31 Juli 2022 14:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Fhandra Hardiyon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi para awak media (freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi para awak media (freepik.com)
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai kompetensi jurnalistik merupakan sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan, apalagi pada zaman 4.0 ini. Semua bergerak serba cepat, bahkan informasi mengalir ratusan setiap detiknya.
ADVERTISEMENT
Hal ini sudah menjadi kebiasaan baru bagi kehidupan kita, yang cepat dan efisien. Tetapi membahas kompetensi jurnalistik di tengah derasnya arus informasi, apakah kompetensi tersebut masih relevan yang harus dipertahankan atau sudah tergerus oleh zaman?
Layaknya profesi seperti Dokter, Guru, Pilot, dan sebagainya. Jurnalis atau Wartawan pun memiliki beberapa pemahaman aturan sebut saja Kode Etik Jurnalistik, dan Standar kompetensi jurnalistik. Pada tulisan ini, penulis akan fokus kepada standar kompetensi jurnalistik.
Standar kompetensi jurnalistik merupakan hal yang sangat fundamental bagi seorang jurnalis dalam menjalankan profesinya.
Tanpa menguasai standar kompetensi ini tidak bisa seseorang dikatakan sebagai jurnalis, karena jurnalis pada umumnya harus menguasai tiga poin penting diantaranya, Kesadaran (awareness) yang mencakup tentang kode etik jurnalistik, kepekaan jurnalistik, dan bagaimana membangun jejaring dengan narasumber, Pengetahuan (knowledge) yang membahas tentang jurnalisme, pengetahuan umum, dan pengetahuan khusus, terakhir ada Keterampilan (skill) seperti dalam mengolah berita, meliput, kemampuan melihat data, investigasi juga keterampilan analisis arah pemberitaan.
ADVERTISEMENT
Tiga poin utama tersebut menjadi standar patokan para jurnalis dalam mencari tahu fakta mentah hingga menjadi produk jurnalistik yang banyak ragamnya.
Namun, seiring dengan perkembangan teknologi standar yang seharusnya wajib ini menjadi pudar karena saat ini media malah berlomba-lomba mengedepankan kecepatan informasi, dibanding keakuratan dan dampak yang bisa ditimbulkan oleh masyarakat. Dengan kata lain, di era ini banyak media menganggap istilah “siapa cepat, dia dapat”, bahasa praktikal nya bahwa siapa media yang paling cepat mengunggah berita dia lah yang menjadi teratas dalam mesin pencarian, dan otomatis paling banyak di klik.
Bisa kita lihat akibatnya, banyak berita yang terkesan simpang siur (abu-abu) dalam menyiarkan informasi.
Tidak sesuai kaidah jurnalistik, fakta terkesan suka berlebihan, dan yang paling parah judul berita tersebut tidak sesuai dengan keseluruhan isi berita, kondisi ini disebut dengan umpan klik atau clickbait yang seringkali dimanfaatkan oknum-oknum tertentu dengan tujuan untuk mengarahkan pengguna media daring agar statistik kunjungannya meningkat, yang selanjutnya digunakan untuk memperoleh pendapatan.
ADVERTISEMENT
Tentu hal-hal yang sudah disebutkan penulis diatas sangat mengabaikan kesadaran, pengetahuan, bahkan keterampilan jurnalistik.
Di sisi lain tak bisa dipungkiri, kecepatan juga merupakan kunci jurnalis dalam persaingan media yang sangat ketat ini.
Namun, lebih baik jika kecepatan dan akurasi dapat berjalan beriringan. Hal ini sudah sepatutnya menjadi perhatian media.
Alangkah baiknya jika tiga pondasi jurnalistik ini dibangun satu persatu. Agar tidak terjadi hal yang tidak senonoh dalam penyebaran informasi, entah para jurnalis harus ditambah pelatihan jurnalistiknya atau apapun itu, intinya dimulai dari hal kecil dahulu.
Kesadaran. Di dalam bagian kesadaran ini para jurnalis harus ada rasa empati terhadap siapapun, dengan kita dapat merasakan hal yang dirasakan seseorang, tentu kita akan mudah berhati-hati dalam melakukan penugasan.
ADVERTISEMENT
Kemudian Kesadaran ini harus ditingkatkan oleh suatu etika dan hukum terkait, tegas memiliki integritas, berwibawa dan yakin bahwa sesuatu kejadian harus disikapi dengan kritis.
Lanjut bagian Pengetahuan, ini merupakan yang sangat penting bagi jurnalis. Pasalnya pengetahuan adalah ilmu yang sangat fundamental bagi kebanyakan jurnalis.
Tak heran jika jurnalis memiliki latar belakang yang berbeda-beda sesuai disiplin ilmu yang mereka tekuni. Pengetahuan umum, pengetahuan khusus, dan pengetahuan teori dan prinsip jurnalistik komunikasi ialah cabangnya.
Semakin banyak pengetahuan jurnalis dari berbagai disiplin ilmu, maka semakin baik pula jurnalis tersebut dalam menangkap fakta atau data. Pun jurnalis yang berpengetahuan luas bisa memegang kendali berbagai macam rubrik.
Terakhir yaitu Keterampilan. Seperti sudah kita bahas di atas, menurut penulis keterampilan adalah gabungan dari bagian kesadaran dan pengetahuan.
ADVERTISEMENT
Semua harus memiliki keterampilan, sebut saja jika kita berkomunikasi, itu juga bagian dari keterampilan. Kemampuan jurnalis untuk berkomunikasi dengan baik membantu terhubung dengan narasumber atau audiens dan memungkinkan mereka menyampaikan maksud mereka dengan baik.
Kata-kata yang diucapkan sangat penting ketika menyangkut peran jurnalisme seperti pembawa berita ataupun reporter. Komunikasi tertulis juga jauh lebih penting karena untuk menafsirkan data dan fakta, kita perlu memerlukan keterampilan khusus yang lebih detail.