Aturan Turunan untuk Penghapusan Denda Pajak 200% Segera Terbit

23 November 2017 7:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Media Gathering Ditjen Pajak, Manado. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Media Gathering Ditjen Pajak, Manado. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118 Tahun 2016 dengan PMK Nomor 165 Tahun 2017. Revisi PMK ini salah satunya memberi kesempatan lagi bagi wajib pajak (WP) yang tidak ikut amnesti pajak dan bagi peserta amnesti pajak yang belum melaporkan seluruh hartanya.
ADVERTISEMENT
Mereka tidak akan dikenai sanksi asalkan mengungkapkan sendiri harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan (2015) bagi yang bukan peserta amnesti pajak, atau belum diungkapkan dalam surat pernyataan harta (SPH) bagi peserta amnesti pajak.
Direktur Perarturan Perpajakan II Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Yunirwansyah mengatakan, untuk mengatur hal yang lebih teknis dan detail terkait hal tersebut, pihaknya akan mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen). Adapun aturan ini juga akan diterbitkan dalam waktu dekat.
"Yang diterbitkan pelaksanaan PMK 165, Perdirjen itu mengatur tentang penyampaian SPT PPh Final, di UU tax amnesty pasal 18 ayat 1 dan 3, wajib pajak yang ikut ataupun tidak, kalaub ditemukan data yang tidak atau kurang, maka data tersebut dianggap sebagai penghasilan pada tahun pajak terakhir," ujar Yunirwansyah saat acara Media Gathering Pajak di Hotel Lagoon Manado, Sulawesi Utara, Kamis (23/11).
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut yang diatur dalam Perdirjen ini adalah tentang SPT Masa PPh Final bagi wajib pajak yang akan memanfaatkan kebijakan pengungkapan aset sukarela dengan tarif final (Pasfinal) ini.
"Wajib pajak akan menyampaikan dalam bentuk SPT Masa PPh Final itu. Jenis hartanya apa, nilainya berapa," katanya.
Dia menjelaskan, soal penilaian sendiri harta, aturan acuannya adalah Surat Edaran (SE) 24 yang merupakan aturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017. SE ini mengatur bahwa penilaian harta selain kas dilakukan sesuai kondisi dan keadaan harta pada 31 Desember 2015 (atau akhir periode yang berbeda untuk WP yang memiliki akhir tahun buku berbeda) sesuai dengan beberapa pedoman nilai.
"Nilainya pakai NJOP kalau tanah dan bangunan. NJKB kalau kendaraan bermotor. Kalau atas harta terdapat utang dikurangi dulu jadi nilai bersih," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Apabila wajib pajak tidak mau, mereka juga boleh memakai nilai dari penilai publik. Selain itu, wajib pajak juga bisa minta Ditjen Pajak untuk menilai.
"Kalau dia minta Ditjen Pajak untuk menilai, maka atas harta itu, tidak boleh oleh teman-teman di KPP untuk dijadikan objek PP 36 yang ditambah dengan sanksi Pasal 18 UU Tax Amnesty," kata dia.
Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama juga menegaskan, saat WP mengajukan ke Ditjen Pajak untuk dilakukan penilaian atas asetnya, maka atas aset tersebut tidak bisa dilakukan pemeriksaan. Kecuali ditemukan aset lainnya yang tidak dilaporkan.
"Waktu WP ajukan ke Ditjen Pajak untuk lakukan penilaian, akan muncul notifikasi bahwa dia sudah niat baik. Jadi tidak ada SP2," katanya.
ADVERTISEMENT