Darmin Beberkan Risiko yang Dihadapi PLN di Program 35.000 MW

16 Oktober 2017 11:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Darmin Nasution. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Darmin Nasution. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Menko Perekonomian Darmin Nasution angkat bicara soal kelanjutan program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW. Menurutnya, program 35.000 MW harus disesuaikan karena adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Program 35.000 MW dibuat dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 7% per tahun, sedangkan pertumbuhan ekonomi dalam 2 tahun terakhir masih di kisaran 5%. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, maka tambahan pasokan listrik yang dibutuhkan untuk mendukung industri juga jadi lebih sedikit.
"Kalau dilihat realisasi listrik 35.000 MW masuk proyek strategis nasional. Kita sendiri melihat sebetulnya permintaan listrik enggak setinggi yang diperkirakan karena pertumbuhan ekonomi enggak setinggi asumsi merancang kebutuhan listrik. Artinya tidak terhindarkan akan ada upaya adjsutment," kata Darmin saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/10).
Target 35.000 MW sampai 2019 dinilai terlalu besar, pasokan listrik sebesar itu tak akan terserap seluruhnya pada 2019. Kalau 35.000 MW selesai tepat waktu malah berisiko merugikan PLN.
ADVERTISEMENT
Sebab dalam kontrak jual beli (Power Purchase Agreement/PPA) antara Independent Power Producer (IPP) sebagai pemilik pembangkit listrik dengan PLN sebagai pembeli listrik ada mekanisme Take Or Pay.
Berdasarkan mekanisme itu, PLN harus membayar setidaknya sekitar 80% dari kapasitas maksimal pembangkit listrik meski pasokan yang dipakai di bawah itu.
Jadi misalkan pembangkit milik IPP berkapasitas 100 MW, tapi hanya 50 MW yang mengalir karena tak banyak industri yang menyerapnya, PLN tetap harus membayar untuk 80 MW meski pemakaian hanya 50 MW.
"Kalau diteruskan dengan rencana 35.000 MW, 1-2 tahun lagi listrik yang dihasilkan enggak dipakai. Padahal yang namanya IPP‎ listrik swatsa ada klausul Take or Pay, mau pakai atau enggak tetap bayar. 80-85% dari kapasitas harus dibayar. Jadi memang listrik apalagi kontrak begitu. Apa boleh buat, jangan sampai lebih," tutupnya.
ADVERTISEMENT