Sri Mulyani Hapus Denda Pajak 200% Karena Tax Amnesty Belum Optimal

24 November 2017 8:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sri Mulyani Indrawati (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sri Mulyani Indrawati (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
ADVERTISEMENT
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas PMK 118 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak telah diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Beleid tersebut ditetapkan tanggal 17 November 2017 dan diundangkan pada 20 November 2017.
ADVERTISEMENT
Dalam PMK ini, ditegaskan bahwa untuk keperluan balik nama atas harta berupa tanah dan atau bangunan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan (PPh), Wajib Pajak (WP) dapat menyampaikan fotokopi Surat Keterangan Pengampunan Pajak atau surat keterangan bebas (SKB) sebagai bukti pembebasan PPh kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Adapun batas waktu SKB PPh tersebut hanya sampai 31 Desember 2017.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengakui, aturan yang menghapus denda pajak 200% tersebut dilatarbelakangi kurang optimalnya pelaksanaan amnesti pajak beberapa waktu lalu. Jumlah peserta yang ikut amnesti hanya sekitar 900.000 wajib pajak, kurang dari satu juta.
"Iya kami punya pendapat yang sama (belum optimal), pesertanya harusnya bukan hanya 900.000, itu harus diakui. Meskipun bagus dibanding negara lain, tapi Pak Dirjen katakan, enggak puas sama sekali," ujar Yoga saat media gathering di Manado, Jumat (24/11).
ADVERTISEMENT
Menurut dia, otoritas pajak konsisten dengan penegakan hukum dan beleid tersebut masih sejalan dengan Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak. Jadi menurutnya, PMK 165 ini kesempatan yang dimiliki wajib pajak berdasarkan hukum itu sendiri.
"PMK 165 ini konsekuensi dari UU TA sendiri. Pasal 18 itu denda 200% kalau DJP menemukan. Kami enggak berpikir ini amnesti atau pengampunan lagi. Itu kesempatan yang dimiliki wajib pajak by law itu sendiri," katanya.
Seperti diketahui, PMK 165 ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak yang memiliki harta yang belum dilaporkan, baik dalam SPT Tahunan 2015 maupun dalam Surat Pernyataan Harta, untuk secara sukarela mengungkapkan sendiri harta tersebut dengan membayar pajak penghasilan final sesuai tarif dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017, sepanjang Ditjen Pajak belum menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) Pajak. Dalam hal wajib pajak mengungkapkan secara sukarela maka tidak ada pengenaan sanksi sesuai Pasal 18 UU Pengampunan Pajak.
ADVERTISEMENT
Adapun sanksi bagi wajib pajak yang tidak mengikuti tax amnesty yakni berupa administrasi sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan atau sebesar 48%. Serta membayar PPh sesuai tarif yang ditetapkan. Sementara sanksi bagi peserta yang telah mengikuti tax amnesty akan dikenakan 200% dari PPh terutang.
Namun di dalam PMK ini, wajib pajak hanya perlu membayar PPh sesuai tarif normal. Sementara sanksinya dibebaskan.
Dengan adanya penegasan perlakuan perpajakan dalam PMK yang baru ini, pemerintah memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak yang secara sukarela mengungkapkan harta yang belum pernah dilaporkan. Pada saat yang bersamaan, Ditjen Pajak tetap konsisten menjalankan penegakan kepatuhan sesuai PP 36/2017 dalam hal telah menemukan data dan informasi harta yang tidak dilaporkan, yaitu dengan menerbitkan SP2 Pajak tanpa menunggu wajib pajak mengungkapkan/melaporkan harta tersebut.
ADVERTISEMENT